[vol. 1] 5. Langit Malam

10.5K 1.3K 63
                                    

Hidup itu seperti langit malam. Mau seindah apapun yang terlihat, mau sebanyak apapun bintang menghiasinya, sampai kapan pun juga, langit malam akan selalu dingin dan terlihat gelap. Langit malam tidak akan pernah bisa menerangi semesta. Tidak akan pernah mampu menghangatkan segala isinya.

***

"Galen, aku bisa bicara sama kamu sebentar?"

Suara serta tangan lembut dengan jari-jari lentik yang menyentuh salah satu bahu Galen seketika membuat Galen menolehkan kepalanya.

Galen tersenyum, tak lama bertanya halus, "Mau bicara apa, sayang?"

"Ada sesuatu yang harus aku omongin sama kamu," ujar Viola. Kekasih Galen sekaligus junior Galen dan Angkasa di Fakultas Hukum.

Jika kalian bertanya-tanya apakah Viola merupakan seseorang yang sama dengan yang Sakura dan Bima lihat kala itu, jawabannya iya. Meskipun sebenarnya Bima dan Sakura telat sekali karena mereka baru mengetahui hubungan Galen dan Viola sekarang-sekarang ini, sementara kenyataannya Galen dan Viola sudah berpacaran cukup lama. Bahkan hampir terhitung satu tahun sejak hari pertama Galen menyatakan perasaannya secara langsung pada Viola.

Galen yang tidak suka mengekspos hubungannya, juga Viola yang tergolong pendiam berbanding terbalik dengan Lola, membuat hubungan mereka tidak dapat dikentarai oleh siapapun. Tambahan melihat mereka benar-benar berduaan atau mengobral kemesraan di area kampus layaknya pasangan-pasangan lain adalah momen langka bagi pasangan yang satu itu. Jadi tidak heran bukan, kalau sebelumnya Bima membutuhkan waktu yang lama untuk membuktikan pada Sakura, bahwa Galen, seseorang yang Sakura sukai itu, benar-benar telah dimiliki oleh orang lain.

"Oke, tapi nanti, ya. Aku selesaikan tugas aku dulu. Nggak apa-apa kan?"

Gadis cantik dengan nama lengkap Viola Anaretta itu menggeleng pelan. Membuat rambut panjangnya yang hitam legam segikit merumbai ke kanan dan ke kiri.

"Emang kamu mau bicara soal apa?"

"Soal aku. Soal hubungan kita juga."

Mendengar kata 'hubungan kita', dalam sedetik raut wajah Galen berubah. Entah mengapa perasaan cowok itu mendadak tidak enak.

"Udah, lo urus aja dulu urusan lo. Tugas lo biar gue aja yang lanjutin." Angkasa yang berjalan mendekat dan mengambil alih selebaran-selebaran di tangan Galen seketika menjadi solusi.

"Serius lo, Sa?" tanya Galen.

"Hm," deham Angkasa dengan gedikan dagu.

💕

"Ibu makan, ya?" Hanya pada ibunya Sakura bisa berbicara dengan intonasi suara sehalus ini. "Kalau Ibu nggak makan, nanti Ibu sakit. Sakura nggak mau Ibu sakit."

Yulianita, wanita yang nampak lebih tua daripada usianya itu melamun. Sesaat setelah Sakura tanya, kepalanya menggeleng pelan. Namun pandangannya masih tetap kosong. Hingga tak lama kemudian setitik air mata lolos dari ujung matanya.

"Ibu jangan nangis," tutur Sakura, seraya mengusap lembut kedua pipi ibunya secara bergantian dengan sebelah tangannya, di saat tangannya yang lain masih memegang semangkuk bubur milik ibunya yang belum dimakan satu sendok pun. "Sakura janji akan melunasi hutang ayah, sebelum rentenir itu mengambil alih rumah kita."

Sakura tahu, walaupun tadi ibunya tidak keluar, tetapi suara dua pria itu yang terlalu lantang pastilah sampai ke telinga ibunya. Sakura juga tahu, pasti hal itu yang membuat ibunya menitikan air mata saat ini. Ibunya pasti tidak ingin kalau sampai rumah satu-satunya yang menjadi tempat tinggal mereka jatuh ke tangan rentenir itu nantinya.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang