[vol. 1] 32. Jam Tangan

6.2K 942 1.1K
                                    

Hayoo, jangan lupa 500 spam komentarnya yaa. Soalnya kali ini aku updatenya panjang loh:D
sengaja biar bucinnya Angkasa nggak kesepian~

***

Katanya cemburu itu menguras hati? Bukan, cemburu itu menguras emosi.

***

Kelas selesai sejak beberapa menit yang lalu. Sakura membereskan alat-alat tulisnya, sementara anak-anak sekelasnya yang lain sudah lebih dulu membuyar, berhamburan ke luar kelas. Jangan heran, Sakura memang selalu seperti itu ketika sesuatu baru saja terjadi padanya. Segala sesuatu yang dilakukannya menjadi benar-benar lambat, tidak bergerak cepat seperti biasanya.

Semalam, ketika Sakura mengecek kotak surat di rumahnya, Sakura menemukan sebuah surat yang beramplop dengan logo kepolisian di sisi depannya. Saat Sakura membaca isi di dalamnya, tertulis surat panggilan ibunya agar menghadap kepada pihak kepolisian untuk dimintai keterangan lebih lanjut terkait kasus pembunuhan ayahnya sendiri yang menjadi korban, dikarenakan ada dari pihak keluarga korban yang ingin mengusut lagi kasus tersebut. Tidak peduli walau kondisi psikis sang tersangka yang tidak memungkinkan.

Dalam surat tersebut juga tertulis, pihak keluarga ayahnya yang melapor tidak lain adalah Erik Bramantyo, yaitu omnya sendiri sekaligus papanya Pita.

Dengan langkah setengah gontai dan tatapannya yang kosong, lantaran ia terlalu sibuk berkutat dengan isi kepalanya sendiri, Sakura berjalan keluar kelasnya. Sehingga ketika seseorang berdiri menyambanginya pun Sakura tetap terus berjalan.

"Sakura," panggil seseorang itu.

Yang ternyata ketika Sakura menaikkan pandangannya, sosok Galen tiba-tiba saja sudah berdiri menghadapnya.

"Sejak kapan Kakak nunggu aku?"

"Nggak lama, kok." Sesaat Galen menengok jam yang melingkar di tangannya. "Sekitar 45 menit yang lalu."

Sakura melotot. "Seriusan?"

"Hm," Galen mengangguk. "Aku cemas sama kamu. Seharian kemarin kamu ke mana, Sa? Aku hubungi nggak diangkat, aku chat nggak dibales. Kamu baik-baik aja?"

Sakura merespon dengan anggukan. "Aku baik-baik aja, kok. Kak Cuma kemarin kedai lagi rame banget, jadi aku mau nggak mau mesti full time."

"Oh, syukur kalau gitu. Oiya, semalam kamu nggak dateng ke pestanya Angkasa, kan?"

"Eh?" Sesaat Sakura tersentak.

"Sakura?" Galen mencoba meneliti wajah gadis yang dilihatnya dari kejauhan.

Namun saat gadis itu berbalik dan malah pergi menjauh, tentu saja kaki Galen bergerak dengan sendirinya, berlari untuk mengejar.

Gadis itu terus menjauh, membuat Galen mau tak mau harus semakin mempercepat langkahnya. Ditambah rasa penasarannya yang kian membesar, Galen juga ingin tahu dan memastikan, apakah dia Sakura atau bukan. Kalau bukan, tidak begitu jadi masalah. Akan tetapi kalau iya, ada banyak hal yang ingin Galen tanyakan padanya.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang