[vol. 1] 44. Dia Menangis?

4.6K 806 233
                                    

Percaya tidak percaya, Sakura tetap bingung bagaimana bisa cowok sedingin dan sebeku Angkasa menangis seperti ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Percaya tidak percaya, Sakura tetap bingung bagaimana bisa cowok sedingin dan sebeku Angkasa menangis seperti ini?

***

Angkasa menabur bunga segar di atas sebuah makam yang sudah mulai usang terkotori oleh tanah merah, pada nisan yang tertuliskan sebuah nama; Laraina Nessafa Raya. Selain nama, tertera pula tanggal lahir dan tanggal kepergian gadis itu. Tanggal lahir yang tahunnya sama dengan tahun Angkasa dilahirkan. Sementara tanggal kepergiannya, sama persis dengan tanggal saat ini, namun hanya berbeda tahun.

Oleh sebab itu, Angkasa putuskan untuk hari ini ia tidak kuliah. Tadi ia hanya datang ke kampus untuk mengantar Sakura yang sudah mulai masuk kuliah kembali karena memang kondisinya yang sudah membaik.

Usai selesai menabur bunga, Angkasa mengusap nama Raya yang terukir pada nisan keramik di hadapannya. Memandangi nisan itu yang sorot mata yang sarat akan emosi. Angkasa menunduk, penuh penyesalan. Penyesalan yang selalu membuat dadanya nyeri tiap kali mengingatnya.

"Maafin gue, Ray," lirih Angkasa kemudian, bersamaan dengan setetes air matanya yang tiba-tiba terjatuh.

Kalau saja empat tahun yang lalu Angkasa tidak egois, yang hanya mementingkan perasaannya sendiri, mungkin semuanya tidak akan pernah terjadi seperti ini. Mungkin dirinya masih bisa bersama Raya sampai detik ini.

"Sa, nyokap gue buatin sarapan double, nih. Lo mau nggak?" Pagi itu, Raya yang baru datang, segera duduk dan mengeluarkan kotak makanannya yang berisikan dua tumpuk roti selai cokelat.

Namun belum sempat Raya membuka kotak makannya, Angkasa tiba-tiba berdiri dan beranjak meninggalkannya. "Gue udah sarapan," tandasnya yang membuat Raya terbengong-bengong.

Raya ikut bangkit, menyusul ke mana pun Angkasa melangkah, sampai akhirnya terhenti di perpustakaan.

"Sa, lo baca ini, deh. Ceritanya bagus. Alur sama konfliknya juga menarik." Raya menyodorkan sebuah novel terjemahan, karena menurutnya novel itu patut untuk direkomendasikan pada Angkasa.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang