[vol. 1] 12. Potongan Puzzle

8.4K 1.1K 116
                                    

sambil baca, play lagu di atas👆

Kadang kala hidup seperti sebuah puzzle. Penuh pertanyaan, dan butuh pemikiran yang kuat untuk menyelesaikannya agar kita paham akan kejanggalan-kejanggalan yang dirasa.

***

Motor besar Galen membelah ruas jalan raya dengan kecepatan agak tinggi, membiarkan tubuhnya menerpa dinginnya angin malam yang menusuk hingga ke rusuk. Setelah berdiam diri tetap menunggu kedatangan Viola di teras rumah gadis itu, meskipun ia tahu hal itu adalah sebuah kemustahilan, akhirnya Galen memilih untuk pulang membawa luka yang menganga lebar. Luka yang terbentuk dalam luapan emosi, yang bahkan tidak bisa ia jelaskan hanya dengan kata 'sakit'.

Hal itu terbukti dari cara ia mencengkram dua sisi setang motornya saat itu, yang cengkramannya nampak begitu kuat. Yang seakan-akan menandakan, bahwa ia memang sedang berupaya keras untuk menahan kesesakan, yang tiap detiknya berkembang cepat seperti amuba. Selalu bertambah dua kali lipat. Hingga sepasang matanya yang memerah di balik kaca helm yang tertutup, harus susah payah Galen usahakan untuk tetap fokus memerhatikan jalan yang dilaluinya.

Lebih dari sakit, Galen juga merasa seperti ada keperihan yang menjalar di sekujur organnya. Ditinggalkan oleh Viola dengan cara yang semacam ini ternyata tidak hanya membuat separuh jiwa Galen terasa kosong melompong, hilang isi. Tetapi juga mampu membuat dadanya terasa seperti baru saja dihujani batu ribuan ton yang memberatkan tiap tarikan napasnya. Dan Galen sungguh tidak pernah menyangka, bahwa Viola, seseorang yang sangat ia sayangi itu, sampai hati melakukan hal semenyakitkan ini padanya.

Secepat mata berkedip, genangan air yang mengembang di pelupuk matanya berjatuhan tanpa henti. Sepanjang perjalanan Galen menangis tanpa suara. Tanpa isak. Tanpa menghilangkan raut wajahnya yang selalu serius. Sepanjang perjalanan pula, ada banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya. Menghantui dirinya, dan menyiksa benaknya lantaran ia tak memiliki barang satu jawaban pun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya sendiri.

Karena Galen sungguh tidak tahu apa alasan Viola membohongi dirinya mengenai waktu keberangkatannya. Galen juga tidak mengerti, kenapa bisa-bisanya gadis itu pergi, tanpa pamit. Sampai-sampai menon-aktifkan kontaknya, agar Galen tidak menghubunginya. Dan yang paling menyakitkan dari itu yakni ketika perasaan Galen mengatakan, kalau apa yang gadis itu lakukan memang sudah menjadi rencana yang amat matang, supaya ia dapat pergi menjauh dari Galen sejauh-jauhnya.

TIIINNN!!!

Seketika lengkingan klakson mobil dari arah lain berhasil menarik Galen kembali dari lamunannya. Di saat yang bersamaan juga menyadarkan Galen, akan keberadaan sebuah truk yang melaju cepat, mendekat tak terkendali oleh sang supir. Hingga kurang dari sekian detik...

BRAK!

Galen dan motor besarnya terpelanting jauh, setelah truk angkutan barang itu menghantam habis keduanya.

Terlalu sibuk memikirkan kepergian Viola membuat Galen tidak sadar kalau dirinya baru saja melewati lampu lalu lintas yang menyala warna merah. Alih-alih bukan cuma tidak berhenti, tanpa sadar Galen juga menerobos persimpangan. Mengabaikan pengendara-pengendara dari arah lain, termasuk pengendara truk tersebut. Yang membuatnya tidak memiliki kesempatan lagi untuk menghindar.

💕

Setelah sekian menit menelusuri lorong-lorong rumah sakit, akhirnya Angkasa sampai di deretan ruang UGD, yang di antara pintu-pintu tersebut di depan salah satunya ia melihat dari kejauhan seorang wanita yang masih mengenaan pakaian formal kantoran, terisak dengan posisi duduk di kursi tunggu dan kedua telapak tangan yang menutupi wajahnya penuh.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang