[vol. 1] 16. Gadis Pengganggu

7.9K 980 110
                                    

Be sure about who you love. For now, tomorrow, and later.

***

Alih-alih takut kesalahan, saat melihat obat-obat Yuli yang Sakura sudah sediakan, Bima segera menelepon Sakura untuk menanyakan lagi lebih jelasnya. Karena untuk ukuran Bima yang pada dasarnya membenci obat jenis apapun, obat sebegitu banyak potensinya sudah bukan lagi menyembuhkan, tapi bisa-bisa mematikan.

"Halo, apaan, Bon?" tanya Sakura yang saat ini posisinya sedang berada di kedai roti Bu Mega.

"Sa, ini obat nyokap lo nggak kebanyakan? Jangan-jangan ada obat warung lagi yang keselip?"

"Nggak, obatnya emang segitu. Tapi tadi ibu gue makannya habis nggak?"

"Habislah! Orang porsi buburnya juga sedikit banget gitu. Kalau gue sih bisa nambah dua kali lipat dari itu."

"Yee, lo mah babon ketahuan. Rakus. Jangan disamain sama ibu guelah!" sungut Sakura terbawa emosi. Kalau dekat mungkin sudah habis Bima sekarang dimaki Sakura. "Yaudah, gue kerja dulu. Lo jagain baik-baik ibu gue. Atau gue nggak bakalan mau ngerjain tugas-tugas analisis lo!" Sakura memutus sambungan teleponnya setelah ia meninggalkan ancaman pada Bima.

💕

Ketika kebetulan melewati pintu kamar anaknya, Andre berhenti sejenak. Tadinya Andre ingin mengetuk, namun saat tahu bahwa pintu kamar anaknya tidak dikunci, Andre langsung membukanya.

"Angkasa, bisa ke ruang kerja Papa sebentar? Ada yang ingin Papa bicarakan dengan kamu."

"Sebentar Angkasa lagi nugas dulu, Pa," jawab Angkasa. "Nanti Angkasa ke ruangan Papa."

"Oh, it's ok. I'll be wait," ucap Andre seraya menutup kembali pintu kamar putra satu-satunya, Angkasa.

Setelahnya semua balik seperti biasa. Seperti biasa suasana kamar Angkasa memang selalu terdengar sepi. Paling-paling hanya diisi dengan suara detik jarum jam pada jam bundar yang menempel di dinding kamarnya. Atau kalau tidak, diisi dengan suara antukan antara keyboard laptop dan jari-jemarinya, yang sibuk mengetik, menyelesaikan tugasnya yang sudah mendekati batas waktu pengumpulan. Persis seperti malam ini.

Selain karena Angkasa memang menyukai keheningan, adanya suara-suara bising yang tidak jelas malah cenderung berpotensi membuyarkan konsentrasinya dalam mengerjakan tugas.

Namun agak sedikit berbeda dari sebelum-sebelumnya, entah kenapa belakangan ini Angkasa merasa sulit sekali untuk memfokuskan dirinya agar tetap berkonsentrasi pada isi layar laptopnya saja, meskipun suasana kamarnya sudah benar-benar terbilang hening. Senyum gadis aneh itu yang terus terbayang-bayang dalam ingatan Angkasa sungguh membuat Angkasa terganggu karenanya.

Mungkin itulah yang menyebabkan Angkasa tidak suka tiap kali melihat gadis pengganggu itu tersenyum.

Angkasa mengusap wajah lelahnya. Sejak kapan otaknya sulit diajak bekerjasama seperti ini?

Ah, sudahlah! Setelah Angkasa menengok jam, ternyata waktu telah semakin larut. Tanpa menunggu tugasnya selesai, Angkasa akhirnya putuskan untuk bergegas menemui papanya terlebih dahulu, selepas itu baru ia lanjut lagi mengerjakan tugasnya. Karena kalau menunggu sampai selesai yang ada kemalaman dan papanya sudah ketiduran di ruang kerja.

💕

"Ada apa Papa panggil Angkasa ke sini?" Angkasa duduk di salah satu kursi yang berada di hadapan meja karja papanya.

Andre sempat tersentak, lantaran Angkasa masuk di saat yang tidak begitu tepat, meskipun hal itu bukanlah masalah besar. "Besok kamu temui Pak Domino, beliau masih menjabat sebagai rektor di kampus kamu kan?" tanyanya seketika.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang