[vol. 1] 21. Modus Angkasa

7.3K 987 61
                                    

Cinta boleh, bego jangan.

***

Ting

Lonceng kecil yang tergantung di pintu berdenting, pertanda ada seseorang yang membukanya. Dan seseorang itu pastinya adalah pelanggan yang ingin memakan roti di kedai ini. Dengan begitu aktif, Sakura langsung menyambut pelanggannya yang baru datang itu karena kebetulan di waktu yang sama pekerjaannya membersihkan meja-meja juga sudah terselesaikan.

"Selamat dat―" Sakura tidak melanjutkan kalimatnya ketika ia melihat ke arah pintu, dan matanya langsung bertemu dengan sepasang mata seseorang yang baru saja datang.

Sakura terkejut bukan main. Bahkan pemiikiran yang macam-macam seketika bermunculan di kepalanya. Untuk apa seniornya yang memiliki tatapan dingin itu tiba-tiba datang ke tempat kerjanya, kalau bukan untuk menemuinya? Atau jangan-jangan ini pertanda kalau misinya sudah mulai berhasil? Dan Angkasa sudah mulai mencoba untuk menarik simpatinya?

Baru dua langkah Sakura melangkah maju mendekat, dengan santainya Angkasa malah berlalu ke arah lain mengabaikannya. Langkah Sakura tertahan, emosinya dalam sekejap mendidih menyaksikan Angkasa yang melewatinya begitu saja, seolah tidak menganggap keberadaannya.

"Sialan!" Dengan hentakan keras, akhirnya Sakura berlalu ke belakang. Karena suka tidak suka ia harus menelan rasa malunya mentah-mentah saat itu.

Sedangkan Angkasa yang menyadari hal tersebut, diam-diam memerhatikan Sakura melalui ekor matanya dan tanpa sadar kedua ujung bibirnya sedikit terangkat menyunggingkan senyuman kecil.

"Mana suratnya?"

Suara Andre seketika berhasil membuat perhatian Angkasa teralih. Dengan segera Angkasa mengambil apa yang diminta papanya dari dalam tasnya. Lantaran memang tujuan Angkasa datang ke kedai Bu Mega bukan untuk menemui Sakura seperti yang Sakura pikir. Melainkan untuk menemui papanya dan memberikan sesuatu yang dititipkan oleh Rektor kampus padanya.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Angkasa menyodorkan sebuah amplop putih panjang ber-kop, yang langsung diterima oleh Andre. Angkasa tidak tahu apa isi amplop itu. Perkiraan Angkasa paling isinya tidak jauh-jauh dari perihal permintaan sumbangan dana untuk pembangunan perpustakaan kampus yang setahu Angkasa saat ini baru setengah jadi.

"Kampus kamu sedang membangun perpustakaan?"

Angkasa mengangguk. Tebakannya memang tidak pernah meleset. Terbukti dari pertanyaan yang diajukan Andre barusan.

"Hmm..." Sambil membaca poin-poin yang tercetak dalam selembar kertas di tangannya, Andre berdeham dengan anggukan-anggukan kecil. "Ya sudah, Papa akan minta sekretaris Papa mengurus ini secepatnya." Berhubung pesanannya sudah habis dan urusannya dengan Angkasa sudah selesai, Andre bersiap bangkit dari duduknya. "Kamu mau pesan apa? Nanti biar Papa bayarkan sekalian."

"Nggak. Angkasa nanti aja pesannya."

"Oh, ya sudah kalau begitu. Papa duluan ya," pamit Andre pada putra semata wayangnya.

Saat Andre mengurus pembayaran di kasir, Angkasa masih betah di posisinya. Sampai saat papanya sudah benar-benar keluar dari area kedai roti, barulah pandangan Angkasa berkeliling mencari seseorang. Dan kebetulan yang sangat menguntungkan sekali bagi Angkasa, seseorang yang dicarinya baru saja selesai menyajikan pesanan meja nomor 5 yang berjarak tidak jauh dari mejanya.

Sehingga ketika Sakura hendak lewat, Angkasa seakan sengaja menjulurkan kakinya ke tengah-tengah celah jalan. Membuat langkah gadis itu terhalangi.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang