[vol. 1] 19. Mimpi

7.7K 985 84
                                    

Semakin kita berusaha melupakan sesuatu, semakin melekat pula sesuatu tersebut dalam ingatan kita.

***

Dalam sedetik dahi Lola mengernyit. "Lho? Bukannya lo udah berhasil buat Angkasa luluh sama lo? Tinggal buat dia lumpuh aja, kan?"

"Nggak." Sakura mengelak. "Gue sama dia belum jadian."

"Terus yang kemarin heboh itu?!" Kini malah Flora yang terkejut.

"Oh, itu juga gue nggak tau dia narik-narik gue nggak jelas gitu. Cuma buat ngasih tau kalau tiga hari lagi dia ulangtahun, terus nganterin gue balik. Udah," cerita Sakura seadanya.

"Tapi nggak apa-apa. Seenggaknya yang terpenting sekarang misi lo udah selangkah lebih dekat. Karena dengan dia ngasih tau hari ulangtahunnya, berarti dia mau lo dateng ke birthday party-nya dia di hari itu," terang Lola yang seakan memberi pencerahan pada isi kepala Sakura, yang sampai detik ini masih mempertanyakan maksud dari ucapan Angkasa itu.

Setelah mengatakan itu, Lola dan Flora pergi meninggalkan Sakura begitu saja. Sedangkan Sakura yang masih belum bergerak dari pijakannya malah kepikiran soal ucapan Angkasa dan Lola ketika digabungkan. Apa benar kesimpulan singkat yang Lola katakan tadi? Kalau benar, itu artinya ia harus mempersiapkan diri dan kado sebelum datang le birthday party-nya Angkasa, dari sekarang, dong?

💕

"Tenang aja, Pak, saya pasti bayar. Tinggal bunganya aja takut banget nggak dibayar. Saya bukan tipe orang yang lari dari tanggung jawab, kok, Pak," terang Sakura pada Bapak rentenir yang memiliki kebiasaan menagih tidak tahu waktu itu.

Menyikapi Sakura yang nampak tenang, Bapak rentenir itu justru beremosi sebaliknya. "Tenang-tenang, bagaimana saya bisa tenang kalau uang saya belum kamu bayar?!"

"Pasti saya bayar, Pak. Udah sekarang mending Bapak pulang, deh. Kebiasaan banget kalau nagih nggak tahu waktu. Kemarin pagi-pagi, terus sekarang malem-malem begini. Hati-hati Bapak bisa saya laporkan loh ke polisi dengan tuduhan mengganggu kenyamanan dan ketentraman hidup saya." Belajar dari Angkasa secara tidak langsung, Sakura mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan Angkasa padanya.

"Berani kamu mengancam saya?!"

"Kenapa saya nggak berani?" Sakura bertanya dengan sebelah alis yang terangkat, membuat Bapak paruh baya yang menjadi lawan bicaranya saat itu kian naik darah mendengarnya. "Pokoknya pasti saya bayar, Pak. Secepatnya. Saya juga lagi berusaha mencari uang senilai dengan bunga dari hutang ayah saya."

"Yasudah, kalau begitu."

"Ngomong-ngomong, Pak, saya mau tanya. Ketika ayah saya meminjam uang ke Bapak, apa ayah saya bilang sesuatu mengenai alasan beliau meminjam sebanyak itu?"

💕

Di sela-sela mengerjakan tugasnya, tanpa sadar Sakura malah tercenung bertopang dagu, mengingat apa yang dikatakan Bapak Rentenir tempat ayahnya meminjam uang. Sakura baru tahu, ternyata ada alasan di balik ayahnya meminjam uang sebanyak itu pada seorang rentenir. Alasan yang pada intinya itu semua Angga lakukan demi tidak ingin mengecewakan istri dan anaknya.

Sakura tidak tahu sejak kapan ayahnya diPHK oleh perusahaan tempat beliau bekerja. Sehingga beliau merasa buntu dan lebih memilih untuk meminjam uang dari rentenir dalam memenuhi biaya kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari, ketimbang harus memberitahu kabar buruk itu pada Yuli dan Sakura. Sakura yakin, pikir ayahnya pasti hanya selama beliau belum mendapat pekerjaan yang baru saja.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang