Part 11. Eyesight

1K 137 19
                                    

Kita bisa merubah nasib, Taehyung. Kendati takdir memilih ingkar.

Perkataan Kelsi tiga malam lalu masih terngiang di kepala Taehyung dengan jelas. Usai ia mengatakan sebuah rahasia besar pada gadis tersebut, Taehyung mendadak kehilangan arah hidupnya. Tujuannya membangun sebuah pertemanan dan hubungan percintaan yang indah, kian memburam sejalan dengan kelebat gambaran yang makin mengganggu.

Bagaimana ia harus merubah nasibnya?

Rasanya agak mustahil. Ia menginginkan semuanya, tak sanggup melepas salah satunya. Park Jimin telah dianggap seperti saudara, sementara Kelsi Song adalah tambatan hati yang selama ini diimpi-impikannya. Pula Joeun―gadis oktagon itu secara tak langsung sudah masuk ke biduk hidupnya dengan perantara Jimin. Keempatnya kini melingkar pada sebuah siklus yang terlarang.

Inginnya, Taehyung memutus salah satu, namun ia tak kuasa melakukannya. Jimin baru saja bertemu dengan gadis yang tampaknya membuat semangatnya menjadi meletup-letup; lantas dirinya jelas baru mendapatkan Kelsi usai cukup lama hanya menyimpannya di dalam hati.

Ah, mengapa makin pelik saja daur hidupnya? Akhir bahagia bahkan mulai terlihat samar dari pandangan.

"Taehyung?"

Hening beberapa jenak, tak ada sahutan dari si empunya nama. Lamunnya masih mengudara bebas, asap rokok yang diisap pada detik lalu turut berbaur dengar partikel udara di sekitar.

"Hei, siluman kadal!"

"Sialan!"

Satu lemparan asbak kosong mengenai betis Park Jimin. Lelaki tersebut terkikik pelan sembari memungut benda tak bersalah yang dilempar si pemilik secara serampangan. Mengembalikannya ke atas meja, Jimin lantas menduduki satu spot kosong di sebelah Taehyung.

"Hobi sekali melamun, dicampakkan gadis Rusia-mu, nih?" tanya Jimin, mengetahui apartemen Sang Kawan terlampau sepi jika mengingat Taehyung pernah bilang bahwa ia mulai tinggal bersama kekasihnya itu.

Lelaki Kim tersebut mencebik, "Jangan bicara sembarangan!" tukasnya jengkel, menarik asbak mendekat dan mematikan puntung rokoknya. "Dia pulang kemarin, ke Rusia. Katanya, ingin mengunjungi makam ibunya."

"Sebagai calon menantu, tidak ikut bersamanya?"

Taehyung menggeleng cepat. "Kelsi melarang. Dia bilang aku tidak boleh dengar perkataan tetangganya."

"Tsk, seperti kau mengerti saja bahasa Rusia," sahut Jimin tanpa jeda, tertawa sebentar sebelum lemparan bantal sofa mengenai wajahnya. "Sialan," ucapnya ketus.

"Kau ada jadwal petang ini."

"Tidak, tuh."

"Aku memberi tahu, bodoh!"

"Oh." Jimin membagi cengiran, "Apa agendanya?"

"Wawancara dengan surat kabar Itaewon dan majalah olahraga. Pukul enam, empat jam lagi."

Anggukan kecil menanggapi penjelasan Taehyung. Jimin menggapai ponsel pada saku celana kala benda tersebut bergetar sekali. Ia memeroleh sederet surel aneh yang membuatnya sejenak tertegun, kemudian bangkit tergesa dengan dahi mengernyit. Umpatan pelan melolos, buru-buru menghubungi satu nomor dengan tampang cemas luar biasa.

Taehyung menyaksikan pergolakan hebat dalam diri si kawan seraya bertanya dalam hati dengan gamang. Ia berharap, semua keburukan tak terjadi secara mendadak begini. Lelaki tersebut masih ingin menikmati hari-harinya bersama Sang Kekasih sebelum saat-saat terberat itu menerpa bagai badai di penghujung musim dingin; terlalu membahayakan untuk diterjang. Tatkala Jimin mendaratkan bokong kembali ke sofa diiringi desah menguar sarat kelegaan, Taehyung turut melakukan hal serupa secara refleks.

[M] Locked InWhere stories live. Discover now