Part 19. In Trouble

566 87 2
                                    

Awal bulan itu menjadi pertanda dimulainya segala aktifitas Lila Lee. Bukan hanya harus kembali bekerja di redaksi, gadis tersebut juga mendapat tugas baru dari atasannya sebagai penebusan sanksi. Ia mungkin termaafkan dengan mengambil cuti lantaran terluka dan harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari, namun kantor tak pernah mengizinkannya untuk melibatkan diri dalam bahaya yang juga dapat mengancam nama besar redaksi.

Lila mungkin menjadi pahlawan dengan menunjukkan aksi bela diri yang telah dipelajarinya, tapi sesuai kode etik, ia tak diperkenankan memukul warga sipil terlebih dahulu apalagi jika mereka tahu identitas gadis itu sebagai wartawan.

Itu akan mengancam karir Lila.

Tak hanya sampai di sana, Lila bahkan bisa saja diseret ke dalam penjara dengan tuduhan tersebut. Redaksi mungkin lebih baik memberhentikan gadis itu, namun mereka jelas tak ingin kehilangan salah satu pemburu berita terandal mereka. Lagipula, karena Lila juga kemarin redaksi banjir permintaan surat kabar setelah berhasil mewawancarai salah satu petarung andalan Under Pride. Mereka bahkan mencetak poster Jimin besar-besar sebagai bonus dari pembelian surat kabar.

Lila tentu harus mendapat sedikit apresiasi dari keahliannya memotret dengan baik.

Pukul sepuluh malam tepat, taksi menepi di salah satu gedung tinggi dengan lampu kemerlap. Dari luar, mungkin orang-orang akan mengira tempat tersebut adalah diskotik murahan yang terletak dipinggiran kota. Lila keluar dari dalam taksi dengan pikiran yang sama. Tetapi, gedung ini bukanlah tempat seperti itu. Menurut informasi yang didapatnya, gedung ini dulunya dipergunakan untuk pertarungan liar. Namun, seiring waktu, seseorang telah mendaftarkannya sebagai ajang bela diri resmi―mirip dengan Under Pride. Mungkin bedanya, mereka masih menggunakan sistem yang lama, yaitu tiadanya perlindungan yang mumpuni terhadap para petarung.

Lila sejenak bergidik tatkala sepasang netra bersirobok dengan kedua penjaga bertubuh gempal di pintu masuk gedung. Gadis tersebut menyeret tungkainya perlahan, menunjukkan kartu identitas yang menggantung di leher, kemudian dipersilakan masuk. Ia bersiaga, lantaran salah seorang dari mereka mengekorinya di belakang. Matanya lantas mengamati seluruh ruang yang mendadak ramai karena pertandingan akan segera dilaksanakan.

Ia mungkin belum pernah sekali pun masuk ke Under Pride, tapi gedung itu tampak megah dan terawat dari siaran televisi yang biasa ia lihat. Berbeda dengan gedung yang kini dimasukinya, Lila pikir, gedung ini mungkin saja bisa roboh jika terjadi gempa bumi yang bahkan tak terlalu kencang. Beberapa bagiannya tampak retak, cat dinding telah mengelupas, dan tempat ini benar-benar pengap dengan asap rokok yang membumbung tinggi memenuhi udara.

Tempat ini benar-benar sudah didaftarkan secara resmi atau belum, sih?

"Apa kau dari surat kabar Itaewon?"

Satu suara berat di tengah keributan itu membuat Lila terperanjat. Ia buru-buru meneleng demi menemukan presensi seorang pria bersetelan kelabu yang mengapit rokok di mulutnya. Pria itu tersenyum, memerhatikan Lila secara seksama sebelum akhirnya mengulurkan tangan usai melihat kartu nama si gadis yang tergantung di leher.

Oh, terkutuklah keputusannya untuk mengambil tugas ini seorang diri. Harusnya tadi ia mengiakan ketika atasannya menyuruh Lee Jinhyuk untuk menemaninya. Tempat ini tampaknya tidak aman untuk gadis lajang sepertinya, meskipun ia kemari hanya untuk memenuhi pekerjaannya.

"Benar, saya Lila Lee dari harian Itaewon," balasnya sopan, meraih uluran tangan pria tersebut.

"Joo Hyung, saya manager di sini."

Lila merunduk canggung seraya melonggarkan jabatan, ia tak berani sekadar membalas tatapan mata si manager yang mungkin tak bermaksud apa-apa. Tapi apa salahnya untuk tetap waspada, bukan? Ini bukan kali pertamanya diperintahkan mengunjungi tempat asing, Lila tahu akan lebih baik ia menjaga dirinya sendiri kendati mungkin tempat ini lebih aman dari bayangannya.

[M] Locked InWhere stories live. Discover now