Part 17. Lights On You

766 106 12
                                    

Rasanya, Jimin mulai merasa benar-benar mual. Apa yang terjadi saat ini, mendadak jadi kelewat tenang. Tak ada lagi raungan tangis seperti yang sebelumnya terjadi. Bahkan ketika peti itu akhirnya teruruk tanah dan tertancapi nisan hitam, beberapa orang mulai membubarkan diri tanpa sedikit pun menoleh lagi.

Apa yang sudah terjadi di sini? Bagaimana bisa orang-orang itu dengan cepat hilang kepedulian dan sesegera mungkin melesat pergi? Ini sungguh memuakkan.

Jimin beringsut ke bawah pohon albasia yang menaungi makam, ia meringkuk dan benar-benar memuntahkan isi perutnya―yang sejak kemarin hanya terisi air serta bubur hambar buatan Kelsi. Pemuda itu menepuk-nepuk dadanya sendiri, berharap apa yang ia makan tak tersisa lagi dalam perut usai ini. Tidak perlu ada, pikirnya, karena Taehyung pun tak akan bisa lagi memakan apa pun sejak urukan tanah terakhir ditempatkan ke atas tubuhnya.

Sial. Jimin tak pernah sekali pun membayangkan ia akan menghadiri upacara pemakaman sahabatnya sendiri. Dalam otaknya, pemuda itu bahkan tak berpikir jika Taehyung akan meninggalkan mereka secepat ini. Seperti baru kemarin mereka berdebat tentang masa depan Jimin, dan tokoh protagonis yang menyelamatkan hidupnya itu kini sudah tak terdengar lagi suaranya; mendadak lenyap tawa konyolnya. Padahal sedikit pun, Jimin belum merasa telah membayar semua kebaikan Taehyung. Kini justru, ia harus dihadapkan dengan tiga kenyataan pahit sekaligus yang membingungkan; kematian, identitas keluarganya, serta tanggung jawab yang harus diemban. Semuanya berotasi membentuk gumpalan abstrak yang merobek-robek celah kewarasan Jimin.

Ini gila.

Jimin kembali berjalan, terseok-seok, menuju pusara Sang Kawan. Kelsi dan Lila masih di sana, duduk di atas rerumputan seraya memanjatkan doa. Dua gadis itu masih tampak terpukul, tak menyangka akan ada yang pergi lagi kendati Taehyung hanya mengatakan satu. Kelsi telah menceritakan semuanya, bagaimana si aneh itu mengatakan hal-hal tak masuk akal dan itu rupanya datang dari visual yang muncul dalam pandangannya. Selama ini, Taehyung ternyata berbeda, dan ia menyimpan segala rahasia itu sampai maut yang mengambilnya. Memang sialan si Kim itu, harusnya ia cerita agar Jimin dapat mencari celah untuk menghentikan semua kejadian ini. Tetapi, seberapa banyak ia merutuki kebodohan temannya itu, Jimin tetap saja tak bisa mengembalikan waktunya. Semuanya harus tetap berjalan, meski Jimin masih ingin stagnan.

"Sepertinya, sebentar lagi akan turun hujan. Ayo, segera pulang." Jimin menarik lengan Kelsi untuk berdiri. Meski tangis masih terlihat menganak-sungai di pipi, gadis itu sudah tampak jauh lebih baik ketimbang tempo hari saat mereka sempat bercengkerama di rumah sakit.

Tak ada penolakan, Kelsi lantas berdiri diikuti oleh Lila. Kedua gadis itu memberi salam perpisahan sebelum kemudian berjalan beriringan meninggalkan areal pemakaman. Jimin masih berdiri mematung, memerhatikan gundukan tanah basah itu dalam diam. Sejenak, ia berjongkok dan menepuk-nepuk tanah tersebut sembari mengulas senyum getir. Ia hanya masih tak percaya jika ini semua benar-benar terjadi dalam hidupnya.

"Berengsek, kenapa malah kau pergi sendirian?" Jimin menggeram, teringat bagaimana si Kim itu terkapar usai tertembak di perutnya; bagaimana Kelsi menjerit dengan histeris; dan bagaimana kemudian ia ikut terkapar di sebelahnya dengan Lila.

Semua ini tak akan terjadi kalau Jimin dan Daniel tidak berseteru. Memang benar, musuh-musuhnya itu pun turut tiada, tapi tetap saja ia harus kehilangan sahabat dan ... saudara kandungnya.

Jimin lantas kembali berdiri, langkahnya berat meninggalkan makam, tapi ia tetap harus pergi. Kelsi dan Lila telah menunggunya di samping mobil, baru kemudian setelah Jimin mulai mendekat, mereka sama-sama masuk ke dalam; Kelsi di kursi depan sebelah Jimin, sementara Lila di jok belakang. Tak ada obrolan yang terjadi bahkan ketika Jimin melajukan mobilnya menembus gerimis yang mulai jatuh. Hening merayap kelewat cepat, hanya deruman mesin mobil yang menjadi satu-satunya suara di antara mereka bertiga.

[M] Locked InWhere stories live. Discover now