[vol. 1] 13. Kenyataan

7.9K 1K 58
                                    

Pengkhianatan yang paling menyakitkan adalah ketika kita dikhianati oleh kenyataan.

***

Berkat informasi yang didapat dari salah satu senior kenalannya yang juga aktif dalam himpunan kemahasiswaan kampus sama seperti Galen, Sakura ditemani dengan Bima, saat ini berada rumah sakit tempat Galen dirawat. Dengan langkah yang tergesa-gesa, Sakura berjalan menyururi lorong rumah sakit, sementara Bima berlari tergopoh-gopoh berusaha menyejajarkan diri di belakangnya.

"Sa, tungguin gue, kek. Lo jalan cepet amat kayak dikejar-kejar Belanda aja, tahu nggak," keluh Bima yang napasnya sudah tidak lagi beraturan.

Sakura mengabaikan. Sakura malah sibuk meneliti papan nama yang terpasang di sisi atas pada setiap pintu ruangan yang dilewatinya. Sampai saat Sakura menemukan ruangan yang dicari-carinya sejak tadi, Sakura malah tiba-tiba menghentikan derap langkahnya. Sehingga Bima otomatis juga harus mengerem langkahnya mendadak.

"Lo kenapa tahu-tahu berhenti begini, sih? Untung aja nggak gue tubruk badan lo yang cungkring itu."

Sakura terdiam. Sakura sibuk akan pikirannya sendiri yang tak tersuarakan. Entah kenapa tiba-tiba saja Sakura merasa apa yang telah dilakukannya ini sangatlah tidak berguna. Karena kenyataannya kalau dipikir-pikir lagi, untuk apa ia mengkhawatirkan seseorang sebegini jadi, padahal sudah jelas-jelas, seseorang itu telah menjadi milik orang lain seutuhnya. Bahkan kemungkinan besar, saat ini Galen sama sekali tidak mengharapkan kedatangannya di rumah sakit. Jangankan untuk mengharapkan kedatangannya, terbesit tentang dirinya saja mungkin tidak. Karena Sakura tahu persis, isi kepala Galen sudah pasti tidak pernah lepas dari Viola.

"Kita balik aja, Bon." Seketika Sakura memutar balik langkahnya. Membuat Bima terbengong-bengong melihat hal tersebut.

"Lho, kenapa balik? Bukannya tadi lo sendiri yang keukeuh mau lihat keadaan Kak Galen? Sampai-sampai lo cari tahu di mana Kak Galen dirawat lewat temen lo?" Sambil mengejar langkah Sakura, Bima terus melempar pertanyaan lagi dan lagi.

"Gue berubah pikiran," balas Sakura singkat.

"Berubah pikiran?"

"Gue baru inget, kalau Kak Galen udah punya Kak Viola. Dan kalau gue begini terus, sampai kapan pun juga gue nggak akan pernah bisa berhasil ngelupain dia. Nggak akan pernah bisa menghilangkan perasaan gue yang nggak seharusnya ada ini, ke dia. Intinya gue bener-bener berubah pikiran sekarang."

"Iya, gue ngerti, Sa. Tapi lo juga harus inget, sekarang keadaannya lo mau ketemu sama Kak Galen bukan karena perasaan lo ke dia. Tapi karena lo mencemaskan dia, sebagaimana seorang junior, yang mencemaskan senior terdekatnya. Dan hal itu adalah wajar." Sesaat Bima memberi jeda pada ucapannya. Sebelum ia menarik napas kembali. "Yang lo perlu tahu lagi, nggak semua hal bisa lo ukur dengan sebatas perasaan lo aja, Sa. Ada saatnya lo mesti pakai tolak ukur kenyataan yang lebih logis. Logikanya, kalau lo nggak cemas di saat seseorang yang selama ini selalu berbuat baik sama lo lagi mengalami musibah, justru itu namanya lo jahat, Sa. Tandanya lo nggak berperikemanusiaan."

Perlahan Bima meletakkan salah satu tangannya pada salah satu bahu Sakura. Sampai ketika pandangan Sakura naik tertuju menatapnya, ia bicara, "Pilihan tetep ada di tangan lo, Sa. Lo tinggal pilih, mau jadi orang jahat atau orang yang peduli terhadap orang lain?"

💕

Tuutt tuutt

Sambil berharap-harap cemas Angkasa melakukan panggilan telepon untuk yang kesekian kalinya pada nomor Viola. Untuk apalagi kalau bukan untuk mengabarkan kondisi Galen saat ini. Karena setidaknya, mau bagaimana pun juga Viola berhak tahu akan apa yang tejadi menimpa Galen.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang