Hangout

2.6K 94 0
                                    

Panas yang sedari tadi mendera dua perempuan berbalut kerudung kini berubah sejuk saat memasuki sebuah gedung perkantoran tinggi menjulang. Perempuan berkacamata yang menggunakan baju biru sepadan dengan kerudung phasminanya bercorak bunga-bunga biru yang terpasang cantik di kepalanya menekan tombol 7 di lift yang mereka naiki. Keduanya sangat hafal tempat ini karena dulu pernah berkunjung ke tempat ini untuk menyelesaikan tugas kuliah. Tak berapa lama pintu lift terbuka, kedua keluar berbarengan menghampiri seorang resepsionis di lantai 7 itu. Belum sempat perempuan yang berkacamata minus bertanya pada sang resepsionis seorang menyapa mereka.

"Sahla, Firsa, Sedang apa kalian disini?"

"Lhoo kamu sendiri? Lagi apa Dan?" sontak Sahla kaget melihat laki-laki kurus tinggi yang amat Ia kenal berada di sini. 

"Emmm biasa La, dia pasti punya kesibukkan yang gak dikasih tau kita. Temen macam apa dia."

"Owhh gituuuu, parahhh ni orang yaaaa! Emang dia sibuk apa disini?" Firsa hanya mengangkat bahu menjawab pertanyaan Sahla.

"Tau deh tanya aja tuh ama yang bersangkutan."

"yaudah cepet jawab Dan, ngapain kamu disini?" Cerocos Sahla

"Hahahaa kalian ini, yang ditanya duluan kan kalian berarti kalian dongg yang jawab dulu, gimana sih!"

"Kalo kita, yaa ini mau ngajuin proposal untuk pengadaan buku di Rubin." Terang Firsa

"Lhoo memang ada acara ya?"

"Yaa ampun kamu kemana aja sih Dan? Mentang-mentang gak ngurusin Rubin lagi, gak tau."

"Yaaa bukan gitu La, tau sendiri ana banyak kerjaan."

"Ya setidaknya kamu tau Dan, ni acara pembukaan perpus untuk rumah bintang kita." Jelas Sahla lagi.

"Ohh ya ya, ana sempet denger dari si Sonia."

"Hmmm. Jadi kamu ngapain kesini?"

"Emmm gak enak bilangnya."

"Jeh, kayak kesiapa aja!"

"Yayaya... ana jadi penulis disini."

Sahla tak kaget lagi mendengarnya. Ia sangat tau bahwa Wildan yang ia kenal sejak awal ospek itu memang jago nulis apalagi nulis nonfiksi bergenre religi. Ia amat senang Wildan seorang yang sering menjadi penasehat diantara persahabatannya dengan Firsa kini sudah merenggut impiannya. Dulu sebelum Sahla menikah mereka memang akrab, sering mengerjakan tugas bareng, jalan bareng cari objek tulisan. Sangat berbeda dengan sekarang, ia Firsa dan Wildan tak pernah lagi melakukan hal-hal itu lagi. Ya walau di kelas mereka sering bertemu.

"Wah gak ajak-ajak ni." Suara Firsa membuyarkan pikirannya

"Kalian mau? Nanti aku rekomendasiin kalian deh."

"Gak usah, cukup kecewa sama yang namanya Wildan Nugraha!"

"Hahaha Sahla... Yaudah maaf deh yaa. Aku traktir gimana? Biar kalian maafin."

"Oke, tapi setelah kita ketemu Bu Anggi, gimana?" Wildan mengangguk senyum.

Sahla dan Firsa melewati kubikel-kubikel para karyawan Islamic Story yang tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing, mengedit, membaca, menelpon dan ada yang bercanda, beberapa diantaranya menyapa mereka, di depan sebuah ruang dengan name tag bertuliskan Director  di pintu kaca keduanya segera masuk, ruangan amat bersih dan nyaman,  disana duduk seorang perempuan cantik, menggunakan blazer abu-abu dan berjilbab rapi, ia tampak sibuk berkutat dengan laptopnya di meja kerja. Keduanya disambut hangat oleh perempuan itu saat Sahla mengucap salam. Sahla dan Firsa memang sempat kenal dengan Bu Anggi saat mereka mendapat tugas dari dosen untuk mewawancarai direktur salah satu penerbit di Jakarta. Dan mereka mewawancarai Mbak Anggi as direktur penerbit Islami Story. Ketiganya duduk di shofa abu-abu dengan meja kaca hitam bundar, disisi shofa terdapat meja hiasan vas bunga dengan bunga yang merekah, ruang kerja terlihat semakin menarik dengan adanya rak buku bercat putih pualam dengan dokumen2 dan buku-buku yang tersusun rapi persis di sisi meja kerja. 

"Ogitu, bisa banget

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ogitu, bisa banget. Tapi mungkin nggak sekarang kalian mendapatkan buku-buku itu."Jelas Bu Anggi saat Sahla memberitahu maksud kedatangan mereka.

"Nggak apa-apa kok Bu. Acara pembukaannya juga masih tiga mingguan lagi." Ungkap Firsa.

"Yasudah kalau begitu kalian datang lagi minggu depan, in sya Allah akan saya siapkan buku-bukunya."

"Baik Bu. Makasih banyak yaa Bu, mau menyumbangkan buku-bukunya untuk rumah bintang."

"Iya sama-sama Sahla, Firsa. Saya sangat senang membantu kalian."

"Semoga Islamic Story semakin sukses dan berjaya."

"Aamiin yaa robbal Aalamiin. Semoga acara kalian juga lancar." Tuturnya mengakhiri perbincangan mereka di ruangan itu. 

Sesuai Janji Sahla dan Firsa menemui Wildan yang sudah menunggu di depan gedung. Rencana yang awalnya ingin makan di restoran dekat kantor penerbit Islamic Story akhirnya berubah, karena Sahla ingin mereka jalan-jalan dulu baru makan, berhubung waktu makan siang masih 1 jam lagi. Sahla ingin merasakan keasyikan berpetualang menjadi wartawan seperti dulu. Akhirnya ketiganya berjalan menelusuri kota Jakarta dengan motor, Sahla berboncengan dengan Firsa, sedang Wildan seorang diri.

Perjalanan mereka diawali mengunjungi museum Fatahillah di kota tua, bermain sepeda, berfoto dengan para cosplay tentara, dsb. Ketiganya juga berkeliling pasar. Perjalanan ini seakan menghibur hati Sahla yang sedang gundah gulana atas sikap suaminya akhir-akhir ini. 

Namun ada perasaan tak enak hati karena telah mengacuhkan laki-laki yang kini ntah dimana keberadaannya. Mengapa sesulit ini menjadi istri Sultan Haidar Fatih. Keluhnya. Sahla masih tak mengerti apa yang salah darinya hingga Ia didiami berhari-hari seperti ini, dituduh dengan hal yang diluar dugaannya. Apa sedahsyat itu kesalahannya hingga Sultan pergi meninggalkannya. Bukan, bukan hanya meninggalkan Sahla, tapi jua buah hati yang kini bersemanyam di rahim Sahla. Sungguh hatinya perih tak tertahankan.

Matanya melirik Wildan yang sedang memotret Firsa. Mengapa suaminya begitu cemburu dengan Wildan, sosok yang hanya sebatas teman bagi Sahla. Seperti halnya pada teman laki-laki yang lain, tak ada yang istimewa, begitu juga Wildan Ia tampak bahagia saat tahu Sahla akan menikah bahkan Ia menasehati Sahla untuk menjadi Istri yang baik dan mewanti-wanti Sultan untuk menjaga Sahla dengan baik. Yang ada kini hatinya  

"La, kamu kenapa?" Tanya Firsa 

"Iya kamu kenapa mukamu pucat, La. Kita pulang aja yuk." 

"Aku nggak papa, mungkin bawaan baby nih pingin makan lagi." tuturnya. 

"Kamu yakin?" Sahla mengangguk mantap.

"Yaudah kita cari tempat makan aja yuk." Ketiganyapun beranjak. 

Sejujurnya Sahla rindu suaminya, rindu kehangatan suaminya mencengkram jemarinya,  menghujaninya dengan ciuman dan pelukan, mengelus-elus perutnya.  Waktu begitu cepat berubah yang ada kini adalah kebekuan yang ntah sampai kapan. 

Ah sejak kapan aku merindukannya yang tanpa sengaja kini menggoreskan luka, Apa aku harus menghilang dulu agar Mas Sultan peduli padaku, berhenti membeku dan mencariku? Ahh apa iya dia akan mencari sedang hingga saat ini tak ada satupun kabarnya.

Mungkinkah harus aku yang memulai ?

------ 
kira-kira mereka bakal baikan gak yaa.... ikutin aja terus kelanjutannya yaa... 

Maaf yaa gaes udah lama fakum hihi in sha Allah setelah ini bakal rajin2 update biar authornya semangat jangan lupa tinggalkan vote dan commentnya yaa makasiihhh 


Pernikahan SurgaWhere stories live. Discover now