Teror

1.4K 49 5
                                    

Sultan melihat istrinya termenung sejak beberapa hari yang lalu, tepatnya usai pertemuan tidak sengaja dengan dosennya. Sahla tampak tak banyak bicara seperti biasanya. Ia lebih sering melamun. Sebagai suami, Sultan merasa aneh dengan sikap istrinya itu. Apa ada yang Sahla sembunyikan? Ntahlah yang Ia tahu Sahla bersikap aneh sejak saat pertemuan itu, masih teringat jelas dalam memori di otaknya. 

"Sayang? Kenapa? makanannya tidak enak?" ucap Sultan selagi keduanya makan. 

Sahla menggeleng lalu kembali menyuap makanan yang terhidang di depannya. Sepertinya Ia mulai tak berselera makan. Padahal sebelumnya begitu bersemangat.

"Sejak ketemu dengan dosenmu tadi, kamu diam saja, ada apa?" 

"Nggak ko mas nggak apa-apa aku cuma capek aja." jawabnya asal. 

Apakah kecapaian hingga berhari-hari seperti ini? Sultan menghampiri istrinya yang sedang menyiapkan sarapan. Ia masih tampak tak bersemangat. Jika ditanya pasti jawabannya seperti kemarin bahwa Ia baik-baik saja. 

Ia tak tahu ada apa sebenarnya dengan sang istrinya? Apa ada kata-katanya yang salah hingga istrinya seperti ini? Sudahlah Ia sudah akan terlambat. segera Ia pamit dengan istrinya yang direspon hanya dengan anggukan dan senyum kecil, tanpa pelukan atau ciuman. 

Sepeninggal Sultan, Sahla hanya mendesah panjang. Ia tak mengerti mengapa dirinya seperti ini. Ia masih benar-benar tidak menyangka bertemu dengan Ammar saat bersama suaminya. Sungguh Ia tak tau harus bagaimana, menatapnya saja tak mampu apalagi menjawab pertanyaan asdosnya itu. Seharusnya Ia lega karna akhirnya Ammar sudah tahu mengenai statusnya kini tanpa Ia mengatakannya, meski dengan cara seperti itu.

Ia tahu dosennya itu sangat terkejut bahkan tampak kesal. Sangat jelas terlihat kekesalan dimata laki-laki arab itu, mata tajamnya seperti ingin menerkam Sahla. Ntah bagaimana nanti Sahla menghadapi dosennya ketika Ia sudah masuk kuliah. Sahla berharap laki-laki itu mengerti dan tidak berharap lagi padanya. Harapnya lagi laki-laki itu bisa melupakannya dan mencari perempuan yang lebih baik.

Baiklah untuk sementara ini Ia tak akan pikirkan bagaimana reaksi asdosnya nanti. Ia segera bersiap, hari ini Ia akan ke kampus untuk bertemu dengan Firsa dan Wildan, mereka sudah janjian. Nilai-nilai uasnya sudah keluar semua. Sebenarnya Ia bisa melihatnya di rumah karna dapat diakses lewat webiste kampus, namun Ia ingin melihatnya bersama Firsa, selain itu ingin melihat jadwal semester depan. Harapnya tidak ada kelas dari mata kuliahnya pak hakim agar Ia tak kembali diajar oleh Ammar.

Firsa tampak membaca ada yang aneh dengan sikap Sahla hari ini, Ia tampak bermuram durja. Iapun menanyakan pada Sahla mengenai apa yang terjadi. Mau tidak mau Sahlapun menceritakan mengenai kejadian beberapa hari lalu. 

"Alhamdulillah berarti dong La, kamu nggak perlu jelasin akhirnya dia sudah tau sendiri!" 

"Iya sih cuma aku nggak enak, gimana nanti kalau ketemu dia di kelas?" keluh Sahla. 

"ya Allah Sahla sudah berapa kali kubilang buang rasa tak enakmu. Jangan merasa bersalah, ini bukan kesalahanmu. Kalaupun dia kecewa dan marah itu karena kesalahannya mengapa dia tidak menyatakannya sejak dulu, sekarang yang harus kamu lakukan adalah melupakan dia." Sahla mengangguk lemas. 

"La, jujur padaku apa kamu masih memiliki perasaan padanya?" Pupil mata Sahla seketika membesar. 

Ia tak tahu ingin berkata apa, tapi jauh dikedalaman hatinya ntah mengapa sulit menghapus jejak laki-laki arab itu. 

"Apa diammu artinya iya La?" Sahla seraya mengelak. 

"La, aku tau kamu pernah mencintainya tapi kamu sudah menikah artinya kamu harus melupakan perasaanmu dan membuangnya jauh-jauh." 

Pernikahan SurgaWhere stories live. Discover now