5 - Srikandi Yudha Brama Jaya

1.3K 140 11
                                    

"Cantik itu milik semua perempuan, tapi kalau keren, hanya dimiliki oleh perempuan yang berani terjun ke dunia yang didominasi laki-laki."

---

Malam ini Rana terdiam di teras unitnya. Ia baru saja terima telepon dari ibunya di kampung. Adik pertamanya masuk rumah sakit karena demam berdarah. Beberapa hari ini anak itu memang demam. Ibunya pikir cuma demam biasa yang akan sembuh setelah meminum pil penurun panas yang dibelinya di warung. Nyatanya tidak. Ibunya memang tidak menyinggung soal uang, tapi Rana paham betul, saat ini beliau pasti butuh pegangan untuk berjaga-jaga. Mengingat tidak semua biaya rumah sakit akan ditanggung oleh pihak penyedia layanan jaminan kesehatan masyarakat. Inilah yang membuat Rana murung. Sisa saldo di rekeningnya hanya cukup untuk makan, dan gajian masih seminggu lagi.

"Woi." Teguran itu bersamaan dengan jatuhnya tepukan di pundak Rana. "Tumben ngelamun di sini." Bara mengambil posisi bersisian.

Rana bahkan tidak menoleh, meski tadinya ia agak tersentak.

"Kenapa?" tanya Bara lagi setelah menemukan ketidakberesan di wajah Rana, yang malam ini dibingkai jilbab berwarna biru muda.

"Adikku masuk rumah sakit."

Mendengar jawaban itu, muka jail Bara berganti prihatin.

"Ibumu minta dikirimi uang, ya?" tanya Bara hati-hati.

Rana menggeleng, lalu menengadah sambil menghela napas panjang. Ia berusaha menepis pikiran buruk dalam kepalanya. "Ibu tahu kondisiku di sini. Meski sangat butuh, ia pasti sangat berat mengatakannya."

"Kalau gitu, kamu pakai uangku aja dulu."

"Eh, nggak usah, Bar. Lagian seminggu lagi gajian, kok."

"Tapi ibumu pasti butuh sekarang."

"Terus, kamu sendiri?"

"Uang bulanan dari orangtua ditambah honor tulisan-tulisan yang dimuat bulan lalu, untuk pengeluaran rutin sudah aku sisihkan. Alhamdulillah masih ada sisa."

"Serius, nggak apa-apa?"

"Udah, nggak usah terlalu dipikirkan. Untuk saat ini kesembuhan adikmu jauh lebih penting." Bara tersenyum menyemangati.

"Makasih, Bar ...," ucap Rana setulusnya.

"Sama-sama, Ibu Peri."

"Sekarang kamu perinya. Kan, kamu yang nolongin," celetuk Rana. Kesedihan di wajahnya perlahan-lahan berkurang.

Keduanya terkekeh.

"Kita transfer di ATM depan aja, ya."

Rana mengangguk setuju.

"Ya udah, tunggu bentar, aku ambil jaket sama dompet dulu."

Rana kembali mengangguk.

***

Assalamualaikum, Bar ....

Tadi subuh ibuku nelpon, beliau sangat berterima kasih atas kiriman uangnya.

Makasih, ya, Bar ....

Aku beruntung banget punya sahabat sebaik kamu.

Ohya, tadi aku bikin pisang goreng. Kalau kamu mau, silakan ambil sendiri di kamar. Kunci cadangan di tempat biasa.

--Rana

Usai membaca ulang, Rana menyelipkan kertas memonya di celah bawah pintu unit Bara. Berhubung Bara kuliah siang, hari ini ia berangkat sendiri naik angkot.

Cinta yang Tak Pernah Kau PandangWhere stories live. Discover now