00

46K 1.4K 32
                                    

"Lo nantangin gue?! Hah?!" Adam mendorong tubuh seorang cowok yang tak kalah tinggi darinya dengan keras. "Yang nyuruh lo nyenggol bahu gue siapa, hah?!" Bentaknya.

"Maaf gue gak maksud nyenggol lo, gue lagi buru-buru," cowok itu menghempaskan tangan Adam kasar. "Dan sekali lagi gue gak ada waktu buat ladenin lo," cowok itu hendak melangkah sebelum Adam menghalangi langkahnya.

"Lo mau nyari ribut sama gue?! Hah?!"

"Sekali lagi gue gak ada waktu buat ladenin lo!"

"Sialan!"

Bugh

Bugh

Cowok yang mendapat pukulan yang tiba-tiba dari Adam, langsung membalasnya. Dan terjadilah perkelahian di antara keduanya. Sementara mahasiswa yang lain hanya bisa melihat perkelahian itu tanpa ada niat memisahkan, mengingat Adam yang seringkali diluar kendali jika sedang marah.

Di sisi lain seorang cewek dengan langkah tergesa dengan kecepatan layaknya sedang berlari marathon menuju ke arah kerumunan manusia yang tengah mengelilingi perkelahian yang tengah berlangsung.

Wulan berada di depan kedua orang yang tengah bergelut itu. "Berhenti!" Teriaknya memisahkan kedua orang itu. "Maaf, bukannya gue mau ganggu, tapi Bintang ada perlu," Wulan menatap Adam dengan napasnya yang berhembus dengan ritme yang begitu cepat.

Wulan menarik Bintang menjauh dari sana. "Gue nungguin lo dari tadi, sekarang kita dalam keadaan genting dan lo sempet-sempetnya buat berantem?!" Wulan bertanya sembari berjalan menuju area parkiran.

"Itu bukan kemauan gue, dia yang mulai duluan," bela Bintang.

"Oke, dia yang mulai, lupakan masalah yang tadi. Sekarang kita ke rumah sakit, ini udah telat Bintang,"

***

"Sialan!" Entah sudah berapa kali Adam mengumpat.

"Lo mau ngomong itu sampai kapan, hah?! Lo makin hari makin gak jelas tau gak?! Lo kalau ada masalah ngomong sama gue!" Ujar Perempuan berkacamata dengan rambut tergerai itu bertolak pinggang.

"Ana, lo gak usah pura-pura gak tau masalah gue apa! Lo itu kakak gue dan lo pasti tau masalah gue!" Kesal Adam.

"Ini masalah ayah?" Tanya Ana memastikan.

"Pikir aja sendiri!" Adam bangkit dan berjalan keluar dari rumah yang begitu besar bagaikan istana itu.

"Hei, Dam lo mau kemana?!"

"Bukan urusan lo!"

Mendengarnya Ana hanya bisa menghela napas kasar, mau sampai kapan adiknya akan seperti ini terus?

***

"Untung kita gak terlambat," Wulan bernapas lega.

"Makasih yah Ulan, kalau gak ada lo, mungkin gue bakal mulai dari awal lagi," ujar Bintang tersenyum ke arah Wulan.

Bintang dan Wulan kini tengah berjalan menyusuri koridor bernuansa putih itu, menuju area parkiran untuk segera pulang.

"Gak usah alay! Lagian gue udah kayak alarm pengingat buat lo Bin, dan itu udah dari lama banget, kok gue yang selalu ingat tapi lo gak sih, lo aneh emang!"

'Karena gue suka diperhatiin sama lo, dan itu udah jadi candu bagi gue Wulan.' Batin Bintang melirik ke arah Wulan sembari tersenyum.

"Oh, iya Bin, itu tadi yang berantem sama lo, siapa?" Tanya Wulan mengingat kejadian yang membuatnya harus khawatir setengah mati menunggu Bintang.

"Gue juga gak tahu, hanya karna gue gak sengaja nyenggol pundaknya, tuh orang udah mau bunuh gue!" Jelas Bintang yang membuat Wulan manggut-manggut. "Emang kenapa?" Lanjut Bintang.

"Kenapa apanya?"

"Kenapa lo tiba-tiba nanyain, siapa yang berantem sama gue?"

"Oh, itu. Gue rada penasaran sih sama dia. Soalnya gue sering banget liat dia berantem,"

"Kali aja dia udah bosan buat hidup," ujar Bintang asal.

Mendengar penuturan Bintang membuat Wulan berpikir sejenak, apakah ia harus melakukan sesuatu?

***

Tak sengaja Wulan melihat di ujung sana, orang yang kemarin berkelahi dengan Bintang, sepertinya tengah terlibat percekcokkan, hingga akhirnya berujung aksi tonjok menonjok.

Dengan cepat Wulan berlari melerai perkelahian, yang lagi-lagi tak ada satupun mahasiswa yang melihatnya berani menghentikannya.

Setelah memisahkan keduanya, Wulan menarik Adam menjauh dari sana, menuju tempat yang aman untuk mempertanyakan keadaan cowok itu.

Sedangkan Adam yang ditarik hanya bisa memperhatikan Wulan yang menariknya.

Setelah sampai di tempat yang aman, Wulan menghentikan langkahnya, "Nama gue Wulan," Wulan mengulurkan tangannya, di depan Adam yang hanya melihat uluran tangannya.

Tak kunjung mendapat balasan dari ulurannya, Wulan menarik kembali tangannya. "Oke, kalau lo gak mau kasih tau gue nama lo siapa," Wulan menjeda kalimatnya. "Tapi, gue narik lo kesini, buat ngomong sama lo buat berhenti---"

"Nama gue Adam," Adam memotong kalimat Wulan dengan penuturan yang terkesan datar. "Dan apapun alasan lo narik gue kesini, gue gak peduli," lanjutnya.

Adam yang hendak pergi, ditahan oleh Wulan. "Lo kenapa sih? Kalau lo gak peduli, seenggaknya lo gak buat hidup orang kacau, dan lo i---"

"Kenapa? Hidup lo kacau, karna suka sama gue, iya?"

"Eh, bukan gitu maksud gue, maksud gue lo itu kalau ada masalah diselesain pake otak, bukan pake otot, kalau gitu lo gak akan buat rusuh hampir setiap hari!"

"Lo gak usah kebanyakan bacot, emang lo tau apa tentang gue?"

"Oke, gue emang gak tau tentang lo, tapi gue ngomong gini sama lo karna gue risih liat lo bikin rusuh terus, lo itu terlalu kekanakan bahkan karna teman gue kemarin cuma nyenggol lo doang, lo udah mau bunuh dia,"

Adam maju, yang membuat Wulan refleks memundurkan langkahnya. "Lo marah karna temen lo gue pukul atau lo cuma jadiin itu alasan biar lo bisa dekat sama gue?" Tanya Adam yang kini sudah menyudutkan Wulan di tembok.

Wulan menahan napasnya. "Maaf, gue cuma prihatin sama lo, gue tau lo pasti punya banyak masalah. Tapi lo gak boleh lampiasin itu semua ke orang-orang yang bahkan gak tau apa-apa!"

"Gimana kalau lo jadi pelampiasan gue? Dan gue akan berhenti lampiasin amarah gue sama orang lain lagi, selama lo mau jadi pengganti mereka sebagai pelampiasan gue, gimana?"

My Childish Bad BoyWhere stories live. Discover now