20

7K 354 5
                                    

Adam melepas tautannya. Menatap Wulan yang masih membulatkan matanya bingung.

"Biarkan, gue ngelakuin ini sama lo, merasakan manisnya, enyahkan dari pikiran lo kalau kita sepupu, karna itu gak akan ngaruh sama hubungan kita, ini semua akan tetap sama," Adam mengusap bibir Wulan dengan ibu jarinya. "Tapi, hanya gue yang bisa merasakan manisnya, ngerti?" Adam beralih mengusap rambut Wulan.

Sudah tiga hari berlalu sejak insiden Adam yang menciumnya di mobil. Wulan masih mengingatnya, memikirkannya, dan tak bisa melupakannya.

Jantungnya bahkan berdebar kencang saat mengingatnya. Wulan tak pernah merasa tenang jika itu menyangkut Adam. Jantungnya tak pernah bekerja dengan normal.

Itulah sebabnya, tiga hari belakangan, Wulan berusaha untuk menghindar dari Adam, dimulai dari menginap di rumah temannya, mematikan hp-nya, dan sebisa mungkin berada di area kampus, yang tak bisa Adam menemukannya.

Jika tidak demikian, Wulan tak akan pernah bisa menghapus rasa cintanya pada Adam. Jarang bertemu saja masih sulit melupakannya apalagi jika sering bertemu.

Namun, hari ini. Nasib Wulan tak baik. Di ujung sana, mata tajam yang ia hindari sekaligus rindukan. Sudah menangkap keberadaannya.

Wulan membeku di tempatnya berdiri. Tatapan tajam Adam yang terfokus padanya, seakan menghinoptisnya, seakan orang yang berlalu lalang di koridor tak ada. Hanya ada ia dan Adam. Itulah yang Wulan rasakan.

Pelukan Wulan pada buku-bukunya semakin erat kala langkah Adam semakin mendekat. Jantungnya tak lagi berdetak normal. Jantungnya berpacu dengan cepat, entah sejak kapan kini banyak peluh keringatnya.

"Wulan, ikut gue,"

Tangan Wulan langsung ditarik, membuat gadis itu tersentak, dan hampir menjatuhkan buku-buku di tangannya.

Bukan, bukan Adam yang menariknya, melainkan Bintang.

Adam menggempalkan tangannya, mempercepat langkahnya, dan langsung menarik pundak Bintang.

"Beraninya!"

Bugh

Bugh

Bugh

"ADAM!" Wulan melepaskan buku-buku dalam pelukannya dan menghalau Adam yang hendak memukul Bintang lagi.

"Stop! Berhenti Dam!" Wulan memegang kedua lengan Adam, menatap lelaki itu tajam.

Entah sejak kapan, kini sudah banyak mahasiswa yang mengerumuni ketiganya.

Termasuk Kanya, yang kini membantu Bintang berdiri.

"Kenapa dia masih deket sama lo?!" Bentak Adam, wajahnya memerah menahan amarah.

"Kenapa? Dia teman gue! Toh, dia bahkan lebih dulu dekat sama gue!" Wulan berujar dengan nada tinggi.

"Lo ngebela dia? Lelaki yang jelas-jelas udah punya pacar?! Wow, Wulan jelas-jelas ada gue yang mencintai lo, dan lo dengan murahannya ngedeketin pacar orang?!"

Plak.

Wulan menatap tajam ke arah Adam. "Jaga mulut lo! Gue sama Bintang emang dekat dari dulu, jauh sebelum Bintang mengenal Kanya, atau mungkin gue ngenal lo!"

Wulan memungut buku-bukunya yang terjatuh tadi. Kemudian melangkah pergi dari sana, setelah matanya bertemu dengan Kanya dan Bintang.

Wulan berjalan dengan langkah cepat, amarahnya memuncak. Hingga entah sejak kapan, air matanya mulai mengalir membasahi pipinya.

Langkahnya membawa Wulan terduduk di salah satu kursi panjang, yang berada di taman kampus.

Wulan menangis dalam diam di sana. Mengabaikan beberapa tatapan aneh dari beberapa orang yang melihatnya.

"Nih,"

Hingga sebuah sapu tangan berwarna putih berada di depan wajah Wulan yang kini menunduk.

Merasakan ada yang duduk di sampingnya, membuat Wulan menoleh.

"Gara?"

"Hapus air mata lo. Lo jelek kalau nangis."

Wulan diam. Tak menanggapi. Gadis itu hanya menatap kosong sapu tangan putih yang diulurkan Gara.

"Apa gue salah, udah nampar Adam?" Gumam Wulan, yang masih di dengar oleh Gara.

"Masalah lo sama Adam, banyak banget yah?" Tanya Gara to the point, yang sayangnya sepertinya Wulan tak menanggapinya, terlihat dari gadis itu yang bangkit dari duduknya.

"Gara, gue duluan, yah, makasih atas tawaran sapu tangan,"  tanpa menunggu tanggapan dari Gara, Wulan berjalan pergi dari sana. Tak lupa menghapus jejak-jejak air matanya.

"Aww!" Wulan memekik kala tangannya tiba-tiba ditarik dengan kasar, beruntung bukunya tak terjatuh.

Cengkraman yang begitu kuat pada pergelangan tangannya. Membuat Wulan meringis.

"Adam, pelan-pelan!" Ujar Wulan dengan napas yang memburu karna langkahnya yang terkesan cepat, yang tentunya sudah beberapa kali hampir terjatuh, karna kesusahan mengimbangi langkah Adam.

Adam terlalu dikuasai oleh amarahnya, hingga tak menggubris kalimat Wulan.

Hingga Adam sampai di depan mobilnya.

"Masuk ke dalam mobil!" Adam melepas pergelangan tangan Wulan.

Wulan melihat Adam. Ada pancaran amarah yang teramat di mata lelaki itu.

"Gue minta maaf Dam." Wulan masih menatap lekat Adam dari samping.

"Kelakuan lo buat gue frustasi Wulan," Adam menoleh ke arah Wulan menatap lekat gadis itu. "Lo ngehindarin gue selama tiga hari, dan lo tahu betapa kacaunya gue? Sangat Wulan, sangat! Kalau gue bisa memilih gue lebih memilih hidup tanpa cinta! Tapi gak bisa, lo itu bagai candu buat gue! Semua yang ada sama lo buat gue candu Wulan, sangat!"

Wulan menatap Adam sendu, tangannya terulur untuk menyentuh pipi Adam. "Maaf udah nampar lo tadi, gue gak maksud Dam. Tapi kata-kata lo buat gue sakit hati. Lo tahu? Gue juga cinta sama lo. Tapi rasa itu terlarang untuk kita Dam. Gue gak bisa. Maaf."

Wulan ingin melangkah pergi dari sana, sebelum tangannya kembali ditahan oleh Adam. "Masuk sendiri ke dalam mobil atau gue buat kita jadi tontonan, mahasiswa lain, di sini?!" Adam berujar penuh penekanan, membuat Wulan seketika menegang.


TBC

My Childish Bad BoyWhere stories live. Discover now