Dua

2.3K 170 4
                                    

Keenan

Aku tidak pernah sesemangat pagi ini untuk berangkat kerja. Pukul 6.30, aku sudah berada di dalam mobil menuju ke kantor. Jarak apartemen baru dan kantor tidak terlalu jauh sehingga dalam waktu lima belas menit aku akan sampai di kantor. Aku melihat ke layar ponselku dan melihat beberapa pesan yang masuk. Beberapa hanya mengucapkan selamat atas posisiku yang baru selebihnya hanyalah sms spam dari provider. Sesuatu menggelitikku dengan ucapan-ucapan selamat itu. Kenapa harus mengucapkan selamat sementara aku sama sekali tidak mendapatkan kenaikan pangkat ataupun gaji? Aku hanya berpindah tempat kerja. Satu hal yang aku syukuri dari kepindahan ini adalah aku bisa bertemu dengan Irene. Dia adalah perempuan pertama yang membuat hatiku bergetar.

Mobil berhenti di pintu belakang kantor dan aku melangkah turun. Satu tanganku merapikan dasi yang menggantung di leherku. Sejak pagi, aku sudah memilih beberapa baju dan dasi yang cocok aku pakai hari ini.

"Pagi, Pak." Sebuah suara membuatku menoleh. Mataku langsung berbinar saat melihat Irene yang tampak cantik dengan blazer warna mocca. Rambutnya digerai namun terlihat rapi.

"Pagi, Ren." Aku menyeimbangkan langkahku sehingga bisa berjalan bersisihan dengan Irene.

"Bapak pagi sekali?" tanya Irene.

"Kebiasaan berangkat pagi. Ternyata di sini kalau pagi begini masih sepi." Jawabku dengan senyum lebar. Aku sendiri juga tidak tahu kenapa bibir ini harus tersenyum, padahal tidak ada yang harus disenyumi kecuali wajah Irene yang sangat mempesona.

"Bagaimana apartemennya, Pak?"

"So far, nyaman sih, Ren. Mau ke kantor juga deket. Oh, ya, bagaimana kalau nanti malam kita adakan welcome party di apartemenku?"

Irene tampak bingung. Ia mungkin belum pernah memiliki pimpinan seperti aku.

"Nanti kamu siapin ya." Sebelum Irene sempat bertanya apapun, aku sudah memutuskan.

Akhirnya Irene mengangguk. Bukankah ucapan pimpinan adalah perintah? Aku tersenyum lalu berjalan mendahuluinya. Bahkan hingga aku sudah berada di dalam ruanganku, bibirku masih tidak bisa berhenti tersenyum. Otakku sudah mengajakku untuk membayangkan acara nanti malam. Tujuanku hanyalah ingin berlama-lama bersama Irene.

-00-

Irene

Aku membaca lagi pesan yang masuk ke ponselku. Sebuah password yang dikirimkan oleh Keenan padaku. Setelah membacanya, aku menekan password pintu dan membuka pintunya setelah terdengar bunyi beep. Kedua tanganku dipenuhi beberapa barang yang aku belanjakan untuk welcome party yang digagas Keenan. Semakin lama, aku semakin merasa kalau pekerjaanku melebihi pekerjaan seorang sekretaris. Kenapa dia tidak menyuruh sekretarisnya saja untuk mempersiapkan semua ini dan malah menyuruhku? Aku menggerutu di dalam hati.

Pandanganku mengitari ruangan apartemen yang tampak luas meski sudah ada beberapa barang di dalamnya. Terakhir, aku masuk kesini adalah beberapa hari yang lalu saat Keenan menyetujui untuk menyewa apartemen ini. Ternyata, ia memiliki selera yang bagus tentang penataan ruangan. Terbukti kalau penempatan barang-barangnya sangat pas dan membuat ruangan yang sebenarnya kecil ini masih terasa luas.

Aku meletakkan barang-barang yang aku bawa dan meletakkannya di atas kitchen island. Sebenarnya ini hanya beberapa snack dan minuman kaleng. Aku juga membeli beberapa kotak tempat snack karena menurut Keenan, dia tidak memilikinya. Mataku melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul lima sore. Sebentar lagi, katering makanan akan datang. Aku mulai mengambil kaleng-kaleng minuman dan memasukkannya ke dalam kulkas. Aku tertegun sendiri saat melihat di dalam kulkas hanya berisi air mineral dan beberapa kaleng bir.

In Between [END] [The Wattys 2020]Where stories live. Discover now