Lima

1.6K 143 7
                                    

Irene

Langit masih cukup gelap di luar karena matahari belum sepenuhnya menampakkan sinarnya. Aku membuka pintu kamarku dan membiarkan oksigen menembus masuk ke dalam kamar. Setelah melakukan stretching sebentar, aku melirik ke kamar sebelah yang masih tampak gelap. Sudah hampir seminggu dan dia belum juga kembali. Dulu, aku selalu terbiasa dengan kesendirian di rumah ini, tetapi setelah kedatangan Ervin, aku justru merasa kesepian saat dia tidak ada.

Aku menggugah diriku sendiri dari lamunan. Aku berjalan menuju ke pot-pot bunga yang aku gantung di sisi tembok dengan aluminium. Setiap pagi, aku selalu menyempatkan diri untuk menyemprotkan air dan mengambil daun ataupun bunga kering. Sudah bertahun-tahun, aku menanam bunga-bunga ini dan sekarang menjadi semakin banyak. Pada awalnya sisi tembok ini adalah sebuah tembok kosong dan aku terinsipirasi untuk menggantung beberapa pot bunga di sini setelah aku melihat tayangan di televisi. Untuk menanam bunga, tidak harus selalu memerlukan kebun yang luas. Media tanam bisa beragam, termasuk pot-pot kecil yang saling terhubung dengan aluminium ini.

Kepalaku menoleh saat aku mendengar suara mobil berhenti di depan pagar. Aku melongok ke bawah dan melihat Ervin turun dari SUV-nya. Ia membuka bagasi dan menurunkan kopernya. Wajahnya tampak lelah sekali. Rambutnya juga acak-acakan juga kemeja yang dipakainya.

“Hai.” Sapaku saat dia sudah menaiki tangga.

“Oh. Hai.” Balas Ervin. Dia tersenyum sebentar lalu berjalan menuju kamarnya. Dia masuk ke dalam kamarnya dan setelah itu tidak ada suara lagi. Pandanganku masih tertuju pada kamar Ervin. Sepertinya, aku mulai sering memandangi pintu yang tertutup itu.

-00-

Keenan

Just landed at Jakarta. Aku menarik koperku dan berjalan keluar dari pintu kedatangan. Driver sudah menunggu di depan, seperti instruksiku. Aku ingin segera pergi ke kantor, tetapi sayangnya tidak ada pesawat pagi ke Jakarta, sehingga aku baru sampai saat jam menunjukkan pukul 11 siang.

Sebenarnya, aku tidak benar-benar ingin pergi ke kantor. Aku hanya ingin melihat Irene. Rasanya sudah tidak tahan untuk bertemu dengannya. Aku masuk ke dalam mobil dan meminta driver untuk secepat mungkin bisa sampai di kantor.

-00-

Ervin

Rasanya mataku masih ingin terpejam karena semalaman harus begadang di rumah sakit menunggu Raya, tetapi telepon dari firma memaksaku untuk bangun. Big boss sedang ingin melakukan rapat dadakan dan itu membuatku harus pontang-panting. Aku berjalan mengitari kamar untuk mencari kemeja, jam tangan, parfum yang aku sendiri lupa meletakkannya di mana tadi pagi. Tanganku meraih jas yang menggantung di lemari dan berjalan cepat menuju ke pintu. Seketika, aku terkejut saat melihat sebuah meja menghadang jalan keluarku. Ada sebuah kotak makan di atas meja itu dan kertas kecil. Aku meraih kertas itu dan membacanya,
“Shirataki ini adalah ucapan terima kasihku padamu.”

Aku tidak sempat berpikir panjang dan langsung meraih kotak makan itu lalu menyingkirkan meja dari depan pintu kamarku. Langkah kakiku cepat saat menuruni tangga. Aku meletakkan kotak makan di kursi samping dan mengemudikan mobil menuju ke kantor. Semoga saja jalanan tidak macet siang ini.

-00-

Irene

Boyce avenue always makes my day. Dia sedang menyanyikan lagu Lady Gaga dengan Bradley Cooper yang menjadi hits dan memenangkan beberapa penghargaan kelas dunia, Shallow. Aku menyukai lagu ini dan tentu saja filmnya. Saat jam makan siang seperti ini ruangan HRD selalu sepi karena hampir semuanya pasti keluar untuk makan siang. Hanya aku saja yang bertahan di meja dan memilih untuk membuka kotak makan siangku. Shirataki yang aku masak dengan udang dan sayuran hijau menjadi menu makan siangku kali ini. Dan shirataki ini membuatku teringat tentang peristiwa tadi pagi.

In Between [END] [The Wattys 2020]Where stories live. Discover now