Sepuluh

1.2K 129 0
                                    

Irene

7.00 pm. Just landed at Adi Sucipto Airport. Aku menarik koperku dan di sampingku Ervin melakukan hal yang sama. Dia tidak banyak berbicara sejak di pesawat, lebih tepatnya setelah dia membaca pesan di ponselnya sebelum boarding.

“Ayo, Ren. Mobilnya sudah menunggu di sana.” Ervin menunjuk pada mobil sedan hitam yang terparkir di pintu keluar. Aku mengikutinya saja karena aku juga tidak tahu mobil siapa itu. Yang aku tahu dia adalah seorang planner yang baik. Dia berhasil memesan tiket pesawat kelas bisnis meski waktunya sangat sempit dan juga mobil sudah siap menjemput di bandara.

Driver membantu memasukkan koper ke dalam bagasi, lalu aku dan Ervin duduk di kursi penumpang.

“Akhirnya, mas Ervin balik lagi ke Jogja.” Ucap Driver dengan logat khas Jogja. Mereka berdua tampaknya sudah saling kenal.

“Iya, Pak. Tapi kali ini bukan untuk kerja.” Jawab Ervin.

“Mbak Danish titip salam buat Mas Ervin tadi.” Lanjut driver lagi.

Ervin tertawa mendengarnya. “Iya. Salam balik ya Pak buat Danish.”

Aku mengerutkan kening. Siapa lagi si Danish ini? Belum selesai aku mencari tahu tentang Katniss Manantha sekarang ada lagi Danish. Kenapa ada begitu banyak perempuan di sekitar Ervin.

Mataku melirik ke arah Ervin yang memilih untuk menatap keluar jendela. Ada sesuatu yang membebaninya. Dan itu sangat kentara dari wajahnya. Hanya saja aku tidak berani menanyakannya. Ucapan Ervin saat pertama kali bertemu sangat melekat di ingatanku sehingga aku tidak akan mencampuri privasinya.

Mobil melaju cepat menuju ke alamat yang entah kapan Ervin memberitahunya, tetapi driver bisa sampai di rumah Keenan tanpa bertanya.

Rumah yang sangat besar dan mewah. Halaman rumah juga sudah ramai dengan para pelayat. Aku melangkah turun dari mobil dan mengambil koperku di bagasi. Lalu, aku mengikuti Ervin masuk ke dalam ruangan depan. Saat bertemu Keenan, Ervin langsung memeluk sahabatnya itu dengan erat. Keenan tampak mengusap airmatanya.

“Aku turut berduka cita, ya Keen.” Aku menyalami Keenan namun dia malah memelukku.

“Terimakasih, kamu sudah datang, Ren.” Ucap Keenan lalu melepaskan pelukan.

Dia mengajakku dan Ervin masuk. Aku bertemu dengan Papanya Keenan dan seorang gadis kecil yang diperkenalkannya sebagai adik Keenan.

Mamanya Keenan rencananya akan dimakamkan setelah ini. Dan para pelayat sudah bersiap untuk membawa jenazah ke pemakaman.

“Ren, aku bisa titip Nandhi. Aku tidak mungkin mengajaknya ke pemakaman.” Ucap Keenan yang aku jawab dengan anggukan.

Keenan lalu menepuk pundakku lalu berjalan bersama Ervin untuk berbaur bersama dengan pelayat lainnya. Dia tampak tegar meski matanya terlihat merah.

Aku lalu duduk dan memeluk Nandhi yang menangis. Gadis kecil ini tentu saja sudah mengerti jika dia telah ditinggalkan oleh Mamanya untuk selamanya. Aku mengelus-elus rambutnya dan membiarkannya menangis di pelukanku.

-00-

Keenan

Baju dan juga celanaku tampak kotor dengan tanah dan lumpur, namun itu tidaklah lebih menyakitkan daripada melihat Mama terbujur kaku di dalam liang lahat. Aku tidak lagi bisa menahan airmataku setelah satu persatu tanah menutupi Mama. Papa merangkulku dan tampak tegar. Aku harus berkali-kali mengusap air mataku karena rasa pedih yang tercipta di dadaku.

In Between [END] [The Wattys 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang