Part 32 ( Rasa )

25.2K 1K 46
                                    

Seorang lelaki kini tengah berdiri didepan rumah kekasihnya. Dengan senyum yang mengembang diwajah dari awal ia bangun tidur, bertahan sampai saat ini.

"Assalamualaikum..." salam Deon seraya mengetuk-ngetuk pintu rumah Caca.

Clek

Runi tersenyum, "Waalaikumsalam, mari masuk. Cari Caca ya?"

Deon membuntuti Runi yang memasuki rumah. Dan berakhir dengan duduk disofa empuk. "Iya, Tan."

"Panggil Mama aja."

"Gak papa?" Tanya Deon kurang yakin.

Runi tertawa, "Gak papalah, Deon. Mama malah seneng. Jadi, panggil 'Mama' aja ya?"

Mendengar ucapan Runi, membuat Deon mengangguk antusias. Deon senang bisa diterima baik keberadaannya pada Mama Caca. Membuat jalan 'restu' semakin terbuka lebar.

"Sebentar ya, Mama panggilin dulu."

"Iya, Ma."

Runi melangkah meninggalkan Deon.

Ya, hari ini hari Minggu. Hari dimana para pelajar meliburkan diri. Kenapa tidak sabtu? Karena memang, sekolah SMA Bakti Sakti tidak menerapkan fullday.

Tangan lembut Runi terulur mengelus puncak kepala Caca. "Bangun, ada Deon dibawah."

"Emgh...Masih pagi, Ma. Suruh pulang dulu aja. Caca masih ngantuk." Ujar Caca dengan suara serak. Khas bangun tidur.

Mengapa Deon menjemputnya sepagi ini? Bahkan tadi Caca sudah menengok ke arah jam. Dan jarum jam menunjukkan pukul 07.00. Masih pagi bukan? Kalau menurut kalian sudah siang, lain halnya dengan Caca.

Karena dihari minggu, Caca akan bangun lebih siang lagi. Tidak akan menyiayiakan istirahatnya. Tapi kali ini Deon mengganggunya. Uh, sangat menyebalkan.

"Bangun, gak enak nanti. Deon udah nunggu. Ayo bangun!" Titah Runi, mengguncang-guncangkan tubuh Caca.

Caca mendengus kesal, "Ish Mama!" Duduk dengan mata yang masih memejam.

"Pokoknya bangun! Mandi sana! Mama tunggu dibawah! Jangan lama-lama ya!"

"Iya iya..."

Caca bangun dari kasurnya, dan langsung menuju kamar mandi. Deon masih setia menunggu Caca. Dengan sesekali melihat beberapa foto yang terpajang didinding.

Di sana, didinding itu, terdapat foto Caca yang masih kecil. Sepertinya berumur lima tahun. Lalu, ada foto Zigas yang sedang menaiki sepedanya dan tersenyum manis. Tidak lupa dengan adanya foto keluarga yang terpampang jelas di ruang tamu itu.

Deon tersenyum getir, mengapa keluarganya tidak seperti keluarga gadisnya? Apa ini yang dibilang 'Tuhan itu Maha Adil' ? Mengapa Deon belum bisa merasakan keluarga yang hangat akan sentuhan? Mengapa? Agh, terlalu banyak kata 'mengapa' dibenaknya kini.

"Eh, ada calon adek ipar. Udah lama?" Zigas, yang datang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Lamunan Deon seketika membuyar, "Enggak Bang, baru kok."

Zigas duduk dihadapan Deon. Kemudian, mengambil cemilan yang berada diatas meja. Tadi, setelah membangunkan Caca, Runi memberi Deon beberapa cemilan dan teh hangat.

"Mau kemana?" Tanya Zigas agak sedikit kepo.

"Keluar bentar, emm... gak papa kan Bang?"

Zigas tertawa setelah mendengar pertanyaan Deon, "Gak usah gugup, santai aja."

Deon tersenyum kikuk, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Pesen gue cuma satu. Jangan buat adek gue nangis gara-gara kelakuan bejat lo." Ungkap Zigas serius. Terlihat dari raut mukanya yang mengkhawatirkan Caca. Zigas tak mau adiknya menangis hanya untuk laki-laki brengsek.

Possesive! [ TAMAT ] ✔Onde as histórias ganham vida. Descobre agora