10 - Not in That Way

4.6K 648 29
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa untuk pencet tanda bintang di sudut kiri bawah layar ponselmu dan selalu beri dukungan untuk Leobra! Ayaflu!

=== Leobra===

"Zodiak terakhir untuk Fortune Teller kali ini adalah taurus! Kayaknya di minggu ini para taurus akan mendapat goncangan emosi dan gangguan dalam hubungan asmara. Di minggu ini, mereka membutuhkan dukungan dan kasih sayang yang banyak. Kumpul-kumpul dan cerita sama temen-temen bisa jadi solusi buat membawa pikiran negatif lepas dari otak, nih. Berarti di minggu ini taurus harus banyak nongkrong ya. Dan seperti biasa, sebelum berpisah Ben akan puterin tembang penutup untuk Fortune Teller hari ini. Ini dia, Sam Smith dengan Not in That Way."

Fikri mengacungkan jempol kepada Benadra yang berada di dalam ruang siaran. Gadis itu membalas dengan menunjukkan senyum dan mulai membereskan naskah yang ia letakkan di atas meja.

Pintu ruang siaran itu terbuka, menampakkan Benadra yang tersenyum lebar. Gadis itu dengan cepat menutup pintu ruang siaran dan mengambil tas yang berada di samping tempat duduk Fikri sekarang.

"Tumben, Be. Lo sekarang kalo siaran pake dress mulu, terus rambutnya digerai, rapi. Ada pacar, ya, lo sekarang?" tebak Fikri.

Benadra tertawa geli. "Gue dari rumah sakit soalnya, Bang."

Fikri berjalan keluar dari ruangan siaran itu, diikuti oleh Benadra yang berjalan di sampingnya. "Loh, nyokap lo sakit?" Fikri bertanya dengan nada panik. Lelaki itu tahu kalau satu-satunya orang tua yang dimiliki Benadra adalah ibunya.

"Enggak, bukan nyokap gue, Bang. Mama masih sehat, kok."

Fikri memberhentikan langkahnya. Ia menatap Benadra, wajah gadis itu terlihat lebih cerah sekarang. Mungkin karena langit malam yang gelap atau cahaya lampu lobby ZRadio yang mulai temaram. "Lo beneran punya pacar, ya?"

Benadra hanya tersenyum kecil. Membuat wajahnya dihiasi rona merah yang tak terlalu kentara.

Fikri balas tersenyum ke arah gadis itu. "Baguslah, akhirnya, ya, Be."

Akhirnya ada titik terang buat jadi alesan gue nyerah.

Benadra tertawa kecil. "Akhirnya."

"Baguslah, biar lo nggak perlu mikirin jawaban aneh lagi buat nolak cowok."

Benadra memperhatikan lelaki di depannya. Merasa sedikit tidak enak dengan suasana di antara mereka. "Anyway, Bang Fikri nggak mau coba serius aja sama Rena? Anaknya udah terang-terangan loh, Bang." Benadra mencoba mengganti topik pembicaraan.

"Temen lo itu?" Fikri tertawa. "Mungkin nanti gue coba."

Karena udah jelas nggak ada hal yang harus ditunggu lagi.

"Nah, gitu dong." Ponsel Benadra bergetar, menampilkan notifikasi dari aplikasi ojek daring langganannya. "Bang Fikri, ojol gue udah sampe. Gue duluan ya."

"Oh, iya, Be." Fikri menahan pundak gadis itu dan menepuknya lembut. "Sukses, ya."

Benadra tersenyum kecil sebelum berlalu. Sementara Fikri masih berdiri mematung di lobby, memperhatikan Benadra yang berjalan menjauh. Juga harapannya.

***

Bara mengumpulkan lembar ujian dengan terburu-buru. Saat itu, ujian baru berjalan tiga puluh menit dan Bara sudah menyelesaikan semua jawabannya. Lelaki itu sudah tidak sabar untuk pergi ke Bandung secepatnya.

Bara langsung mencari ponsel yang ia letakkan di ransel. Kemudian tangannya dengan lincah memulai panggilan dengan Benadra.

"Be—" ucapan Bara terhenti karena Benadra lebih dulu mengeluarkan suara terkejutnya.

"Lo udah selesai ujian? Perasaan tadi lo bilang baru masuk ruangan."

Bara mendegkus geli. Pasti gadis di seberang sana tidak tau kalau otak Bara bergerak lima kali lebih cepat saat ujian tadi. "Udah, dong. Kan gue pinter." Bara tertawa saat mendengar umpatan halus dari seberang sana. "Gue langsung OTW ke Bandung sekarang, ya."

"Iya, gue juga baru kelar ngurus ADM. Harusnya sih sekarang bokap lo udah beres-beres terus nanti bisa pulang."

"Hm ... kalo gitu, kita bakal ketemu di rumah?"

"Iya, kalo lo datangnya cepet. Kalo lama ... gue nggak enak stay kelamaan di rumah lo. Apalagi kayanya Tante Sarah masih harus ngurusin bokap lo, 'kan?

Bara tertawa kecil. "Kalo gitu, nyokap gue yang bakal nahan lo, sih. Pokoknya, gue bakal cepet sampe, kok."

"Iya ... lo juga nggak usah buru-buru banget. Nanti malah kenapa-napa."

Bara bisa menangkap Qori yang sedang duduk di kursi koridor, membuat Bara bergegas menghampiri lelaki itu. "Be, gue matiin ya teleponnya. Nanti kita ketemu di rumah."

Qori yang sadar Bara melangkah ke arahnya langsung menyapa lelaki itu sambil tersenyum simpul. "Gimana bokap lo?"

"Sekarang udah better kok." Bara dapat melihat kelegaan di wajah Qori. Bara tahu, pada dasarnya Qori adalah orang yang perhatian. Bukan hanya dengan Benadra, tapi Qori selalu perhatian dengan semua orang yang dekat dengan lelaki itu. "Untungnya Benadra bisa bantuin gue."

Raut wajah Qori berubah. Bara tahu, ada sedikit rasa kecewa di sana.

"Ah, gue lupa kalo ada Benadra. Tapi bagus, deh, biar lo nggak repot juga."

"Iya, nyokap juga kayaknya nyaman sama Ben." Bara berusaha untuk memancing emosi Qori lagi. "Soalnya nyokap kan panikan, gue takut dia di sana malah panik duluan dan nggak bisa ngapa-ngapain karena panik."

"Baguslah." Kali ini nada sarkas dari suara Qori terdengar. Lelaki itu menaikkan salah satu sudut bibirnya kemudian memalingkan wajahnya untuk menatap layar ponsel.

Bara terkekeh kemudian mengambil posisi untuk duduk di depan lelaki itu. "Qoi, lo ... bener-bener nggak ngerasa suka sama Benadra, kayak yang gue rasain ke dia, 'kan?"

Qori tertawa sebentar sebelum menjawab Bara. "Lo kenapa, sih?"

"Nanya aja." Bara menatap Qori serius. Sejauh ini dia sudah berhasil meluruskan segala hal dengan Benadra, sekarang tinggal meluruskan semua hal dengan lelaki di depannya ini. Bara harus menganggap Qori sebagai teman yang mendukungnya dengan Benadra, atau malah Qori bisa jadi pesaingnya.

Kadang hal sederhana seperti ini bisa membuat pikiran Bara terganggu. Entah karena Bara terlalu cepat khawatir atau dia tak suka ada persaingan secara diam-diam.

Qori tertawa, menyadari sifat Bara yang mulai posesif saat ini. "Bohong kalo gue bilang gue nggak suka Benadra sebagai perempuan. Bohong juga kalo gue bilang gue pengen Benadra buat jadi sekedar teman."

Bara menatap wajah Qori, ia tak dapat menemukan kebohongan di sana. Lelaki itu mengeluarkan kotak rokok yang ada di saku, membuat Qori tertawa lagi. Awalnya Bara memang memancing Qori, tapi sekarang malah lelaki itu yang takut sendiri.

"Gue nggak pernah kepikir kalo Benadra malah bakal kecantol sama lo. Tapi di satu sisi, gue juga lega karena orang yang bikin Benadra luluh itu adalah lo," jelas Qori.

"Lo nggak ada kepikiran buat nyoba sama Benadra? Toh lo punya banyak kesempatan, 'kan? Apalagi sebelum gue se-serius ini sama dia."

"Gue udah milih buat nyerah, sebelum gue nyoba. Benadra udah terlalu terang-terangan kalo gue cuma temen dia." Qori beralih menatap Bara tajam. "Kecuali, kalo Benadra ngerasa kecewa sama lo. Berarti itu kesempatan gue buat motong jalur."

Bara tertawa. "Kalo gitu, gue nggak akan buat kesempatan itu ada."

Qori berdiri dan menyampirkan ransel di punggung. "Tapi lo jangan pernah lupa. Gimana posisi lo dan gue di hati Benadra. It won't be that easy to throw me off."

I'd never ask you cause deep down

I'm certain I know what you'd say

You'd say I'm sorry believe me

I love you but not in that way

***

Lagu : Sam Smith - Not in That Way

Leobra ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang