19 - Cerita Daun dan Bumi

3.7K 531 17
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa untuk pencet tanda bintang di sudut kiri bawah layar ponselmu dan selalu beri dukungan untuk Leobra! Ayaflu!

=== Leobra===

Bara merasakan genggaman di tangannya menguat, membuat lelaki itu memindahkan fokus pada Benadra yang sedang tertidur di bangku penumpang. Ia memperhatikan wajah Benadra yang terlihat jauh lebih tenang dibanding saat menangis sesegukan tadi. Tangan Bara yang bebas terulur untuk mengusap dahi Benadra, merapikan rambut yang berjatuhan di sana.

Sudah cukup lama Benadra tertidur, mungkin gadis itu kelelahan usai menangis tanpa henti di pelukan Bara. Bara lebih memilih untuk membiarkan Benadra tidur di mobil, menunggu gadis itu terbangun sambil mendengar deru mesin mobil yang makin lama makin terasa membosankan.

Usapan Bara turun ke pelipis Benadra, hampir menyentuh bagian bawah mata yang memerah. Lelaki itu memajukan kepala untuk menatap Benadra lebih dekat, memperhatikan mata sembab milik gadis itu yang tampak kontras dengan kulit putihnya. Bara dapat melihat Benadra mengerjap, sebelum mata gadis itu terbuka lebar, membuat Bara tersenyum.

Benadra menatap Bara tanpa berkedip. Waktu seakan berhenti, membiarkan mereka menatap satu sama lain, membiarkan napas halus mereka saling beradu, membiarkan mereka bercerita lewat pandangan satu sama lain.

"Udah mendingan?" tanya Bara.

Benadra tersenyum sambil mengangguk. "Maaf ... malah bikin kamu kaget." Benadra melepaskan genggamannya pada tangan Bara. "Aku semalem mimpi buruk."

"Seburuk itu sampe kamu nangis separah tadi?"

"Emang parah banget ya?"

"Kamu nggak mau coba ngaca?" Bara mengarahkan spion dalam mobil pada Benadra. "Sampe jadi jelek kayak gitu mukanya."

Benarda mengerjap beberapa kali saat melihat pantulan wajahnya. Bahkan ukuran matanya sekarang menjadi lebih kecil dari mata sipit milik Bara. "Jelek banget. Kok bisa, ya?" Gadis itu terkekeh.

"Kamu tau nggak, aku sampe harus ngipas-ngipas baju lima menit di depan AC biar kering. Mana ada ingusnya lagi."

Perkataan Bara membuat Benadra menatap tajam wajah lelaki itu. "Bisa nggak yang bagian itu jangan diperjelas?"

"Wah, nggak bisa dong. Ini kan suatu kebanggaan buat aku." Kedua tangan Bara terulur untuk mengacak rambut Benadra, membuat rambut gadis itu yang terkucir longgar menjadi berantakan sebelum berbisik, "Biar maksimal jeleknya."

"Bara!"

Tangan Bara turun untuk menangkup pipi Benadra, mebuat gadis itu untuk fokus menatapnya. "Kalo bisa, jangan nangis kayak gitu lagi, dan jangan nangis sendirian. Seburuk apapun mimpi kamu, itu cuma mimpi." Lalu tangan Bara berpindah untuk menangkup wajahnya sendiri seraya tersenyum lebar. "Kalo yang ini baru kenyataan."

Benadra langsung menyentil dahi Bara sekuat tenaga.

"Kamu kalo dihibur suka gitu, sih. Aku salah terus jadinya." Bara menunduk, tangannya sibuk menggosok dahi yang terasa retak akibat ulah jari Benadra.

Benadra tertawa, tangannya terulur untuk mengusap dahi Bara beberapa kali, berharap bisa menghapus rasa sakit akibat ulahnya tadi. "Makasih, ya. Maafin juga buat yang ini, hehehe ...." Benadra masih tertawa geli saat mendapat lirikan tajam dari Bara, membuatnya tak dapat menahan diri untuk mengacak puncak kepala Bara.

"Traktir aku makan." Bara bersedekap, berusaha untuk berpura-pura marah dengan Benadra. "Kamu nggak tau, 'kan, aku belum makan sebelum OTW dari Jakarta tadi. Pas sampe sini langsung ketemu kamu, dan harus nungguin kamu tidur. Kamu pikir aja gimana aku nahan laper."

Leobra ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang