27 - The Blower's Daughter (2)

3.4K 486 41
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa untuk pencet tanda bintang di sudut kiri bawah layar ponselmu dan selalu beri dukungan untuk Leobra! Ayaflu!

=== Leobra===

 "Kak Tamara!" panggil Bara, membuat gadis berambut sebahu berjalan tergesa-gesa mengahampirinya. Bara tahu gadis itu, gadis yang dulu pernah meminta nomor ponselnya dan belakangan ini Tamara mulai sering nongkrong di kafe milik Fikri. Bukannya Bara terlalu percaya diri, tapi Bara rasa gadis ini sedang memperhatikannya.

"Caramel macchiato lagi?" Bara menampilkan senyum khasnya membuatnya dapat melihat pipi Tamara bersemu merah.

Tamara mengangguk. "Sama tadi aku pesen oreo cheesecake, tapi belum dikasih."

"Oh, oreo cheesecake ya? Tunggu, aku ambil sebentar." Bara bergerak untuk mengambil sepotong oreo cheesecake yang berada di dalam chiller dan memberikannya pada Tamara. "Ada lagi yang bisa aku bantu?"

"Hm ...." Tamara menggigit bibirnya, rona merah di pipinya terlihat lebih jelas. "Kalo sekarang, aku udah boleh minta nomornya mas Bara? Mas Bara lagi jomblo kan sekarang?"

Bara tertawa. Di keadaan terpojok seperti ini, menolak bukan jawaban yang baik. "Ya udah kalo gitu." Bara menyerahkan ponselnya pada Tamara. Bara bisa melihat wajah semringah milik gadis itu ketika menerima ponsel Bara, tapi raut bahagia milik gadis itu langsung sirna saat melihat wallpaper ponsel Bara. Foto selfie-nya dengan Benadra.

"Masnya ... belum move on?" lirih gadis itu.

Bara tersenyum. "Justru aku yang rugi kalo move on."

Tamara mengulum bibirnya sejenak sebelum mengembalikan ponsel itu pada Bara. "Kalo gitu, aku nggak jadi minta nomor Masnya."

Bara menghela napas panjang, lega. Ia memperhatikan gadis itu membawa pesanannya seraya tertunduk lesu. Bara tidak bermaksud untuk membuat gadis itu sakit hati, hanya saja, kali ini Bara tidak bisa membuka pintu hatinya untuk orang lain lagi.

Mungkin Bara sudah menemukan orang yang tepat, tinggal menunggu waktu agar kondisinya lebih tepat lagi.

Bara menatap layar ponselnya sendu. Ia memperhatikan wajah Benadra yang tersenyum lebar. Entah sudah berapa malam yang Bara lewati dengan berdoa penuh harap agar Benadra segera kembali.

"Wah, parah lo."

Suara itu membuat Bara menolehkan kepalanya dan menemukan Qori yang duduk di meja bar yang berada di samping meja kasir.

Mata Bara melebar. "Qoi?"

Sudah tiga bulan lebih berlalu sejak terakhir Bara bertemu lelaki itu. Bahkan Qori tidak pernah menghubunginya sama sekali, membuat Bara juga kehilangan keberanian untuk menghubungi Qori setelah perkelahian waktu itu.

Qori tersenyum miring menatap Bara. "Nolaknya lebih sakit daripada Benadra."

And so it is just like you said it should be

We'll both forget the breeze

Most of the time

***

Bara membawa dua gelas iced americano di tangannya. Sekarang lelaki itu sudah melepas apron dan lengan kemeja biru tuanya sudah digulung sampai siku. Lelaki itu berjalan menuju teras kafe, menuju Qori yang sudah duduk di salah satu meja.

Bara tidak tahu apa yang membawa Qori ke Bandung hari ini, yang jelas hal itu membuat Bara sedikit gugup. Firasatnya mengatakan kalau Qori pasti berhubungan dengan Benadra, terlebih lagi setelah ia melihat Qori menyatakan perasaan hari itu.

Leobra ✔️Where stories live. Discover now