25 - Kusut (2)

3.3K 487 26
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa untuk pencet tanda bintang di sudut kiri bawah layar ponselmu dan selalu beri dukungan untuk Leobra! Ayaflu!

=== Leobra===

"Lo pikir mudah buat Benadra bilang itu sama lo? Lo pikir mudah buat dia ngomong hal kayak gitu sama cowok yang dia suka? Dia bener-bener sayang sama lo, Bara. Bener-bener sayang sampe dia benci dirinya sendiri yang nggak pernah bisa sempurna buat lo."

Perkataan Qori masih terngiang di kepala Bara. Entah berapa lama ia mengurung dirinya dan menangis seperti orang gila. Dari semua kenyataan terburuk di dunia ini, kenapa Benadra harus mengalami hal seburuk itu? Apa semesta memang suka bercanda?

Kenyataan itu membuat Bara sadar kalau harga dirinya adalah hal terbodoh di dunia ini. Persetan dengan sakit hati dan kecewa, dia yang sekarang merasa pantas untuk dibunuh berkali-kali. Andai dia tahu lebih dulu, andai dia menahan diri lebih kuat lagi, andai dia punya hati yang lebih luas lagi, apakah dia tetap bisa menyelamatkan dirinya sendiri dan Benadra?

Dunia berputar, begitu pula realita. Bara kira, ia bisa menguatkan dirinya sendiri, melindungi dirinya sendiri, sementara meminta jarak dari Benadra untuk saling memperbaiki. Namun kenyataan bahwa Bara sudah menyakiti Benadra, membuat Bara ingin menghukum dirinya sendiri.

Bara gila kalau ia bilang berpisah dengan Benadra itu hal mudah. Awalnya Bara hanya ingin melindungi kepingan terakhir yang ada pada dirinya. Ia sudah terlalu banyak dibohongi, terlalu banyak menemukan kenyataan-kenyataan bodoh yang selalu muncul di akhir cerita, terlalu banyak merasa sakit karena diasingkan, dan terlalu sakit karena merasa tidak cukup dipercaya.

Namun, pada kenyataannya ia salah. Salah karena melampiaskan rasa kecewanya pada Benadra. Salah karena tidak mampu berpikir lebih panjang. Salah karena tidak memiliki hati yang luas. Salah karena mengatakan ingin berpisah. Salah karena menyakiti hati satu-satunya orang yang menguasai hatinya.

Bara menghela napas kasar dan mengusap wajahnya. Bodoh kalau ia tetap duduk dan menyesal seperti sekarang. Ia butuh bertemu dengan Benadra. Ia harus meluruskan semuanya. Jika memang masih ada harapan untuk saling memahami dan memulai dari awal kenapa harus mempersulit?

Lelaki itu memacu mobil secepat yang ia bisa. Otaknya hanya tertuju pada Benadra. Hatinya berharap semua masih bisa diperbaiki. Walau naif, walau bodoh, walau perlu berkorban lebih jauh. Ia hanya ingin memperpanjang waktu lebih lama lagi.

Bara turun dari mobilnya dengan tergesa-gesa. Langkah kakinya melambat saat melihat mobil yang ia kenal sudah terparkir di depan kos, makin melambat ketika melihat Benadra berteriak dan menangis dengan kencang.

"Gue suka sama lo, Benadra!"

Sekarang ia membatu. Entah kemana perginya rasa yang tadi menggebu-gebu. Ia mendengar jelas apa yang Qori teriakkan, juga merasa sakit dengan apa yang ia lihat sekarang.

"Gue bahkan udah suka sama lo, jauh sebelum lo suka diri lo sendiri."

Waktunya melambat, sama seperti kakinya yang sudah rapuh untuk menahan bebannya sendiri. Sekarang, Bara tak punya harapan lain. Semoga belum terlambat.

***

Matahari sudah mulai bersembunyi saat Bara baru keluar dari Pusdik tempat Dimas direhabilitasi. Sudah lewat satu minggu dari hari terakhirnya bertemu Dimas, dan sudah lewat satu minggu juga sejak ia memutuskan hubungannya dengan Benadra.

Lelaki itu menjalankan mobil perlahan, otaknya masih terlalu penuh untuk berpikir. Bahkan lelah yang ia alami karena bekerja seharian hilang begitu saja saat ia menelaah satu per satu kata yang keluar dari mulut Dimas.

Leobra ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora