17 - Hujan di Mimpi (1)

3.8K 536 39
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa untuk pencet tanda bintang di sudut kiri bawah layar ponselmu dan selalu beri dukungan untuk Leobra! Ayaflu!

=== Leobra===

"Benadra," lirih Bara. Ekor mata lelaki itu melirik ke arah Benadra yang duduk diam di kursi penumpang.

Sebelum meninggalkan lokasi wisata tadi, Bara berkata bahwa ia memutuskan untuk berhenti kuliah. Hal itu membuat Benadra hanya diam sepanjang perjalanan, bahkan ia menolak untuk berhenti sejenak di kedai nasi goreng kesukaannya. Benadra lebih memilih untuk membeli makanan melalui drive-thru di sebuah kedai cepat saji.

Mobil Bara berhenti saat lampu lalu lintas mengeluarkan cahaya merah, lelaki itu mengalihkan seluruh perhatiannya pada Benadra yang masih diam sambil memeluk bungkusan makanan yang tadi mereka beli. "Be," panggilnya. Tangannya terulur untuk menyentuh pundak Benadra, membuat gadis itu sedikit tersentak dan menatap Bara. "Kamu nggak mau makan?"

Bara dapat melihat Benadra yang mengulum senyumnya sebelum menggeleng. Kalau Bara ingat-ingat, Benadra belum makan apapun sejak mereka awal mereka pergi tadi. Bara menghela napas. "Kamu kecewa sama aku?"

"Kamu beneran harus pergi?"

Bara terkekeh kecil saat telinganya menangkap suara Benadra. "Iya, tapi nggak akan lama. Aku butuh waktu buat urus semua hal di kampus, kosan, dan beberapa hal lain di Jakarta. Terus aku butuh waktu buat berpikir tentang apa yang harus kulakuin selanjutnya."

Benadra terpejam, ia benci dengan suasana seperti ini. Dia benci saat dirinya sama sekali tidak ingin untuk meninggalkan Bara sendirian, terlebih pada kondisi seperti sekarang. Tangan gadis itu bergerak untuk mencari burger di dalam kantung makanan yang ada di pangkuannya. Gadis itu lebih memilih untuk menyumpal mulutnya dengan makanan dari pada harus berpikir keras dan berakhir menatap Bara dengan mata berkaca-kaca.

Bara terkekeh saat melihat mulut Benadra yang menggembung. "Kayaknya kamu emang punya kebiasaan buat masukin makanan sebanyak-banyaknya ke dalem mulut, ya."

Benadra menoleh dan menatap Bara tajam, sebelum kembali menunduk dan mengunyah burger dalam mulutnya dengan susah payah. "Aku benci sama kamu."

Bara mengeluarkan tawanya. Mobil itu sudah berhenti tepat di depan kos Benadra. Lelaki itu memutar tubuh, menghadap ke arah gadis di sampingnya. "Kalau kamu kepikiran karena aku bilang mau cuti kuliah, aku cuma bisa bilang kalo aku nggak apa-apa. Ini hal terakhir yang menurutku bisa kulakuin buat memperbaiki keadaan. Papa butuh berobat, aku nggak bisa selamanya liat dia tiduran di kamar terus, dan ... soal kak Dimas, kupikir aku bakal ngelakuin kayak apa yang kamu bilang. Yang jelas, aku masih harus cari tau apa yang bisa aku lakuin setelah cuti kuliah. Mungkin aku bakal cari part-time atau gimana."

Tangan Benadra bergerak untuk membungkus kembali burger miliknya, ia sudah tidak bernafsu mengunyah burger sialan itu. Matanya fokus menatap Bara. "Kamu yakin harus pergi sekarang? Enggak bisa besok atau minggu depan gitu?"

"Aku nggak mau situasi kayak gini malah jadi berkepanjangan." Kedua tangan Bara terulur untuk meraih bahu Benadra. "Kamu juga mau kalo ini cepet selesai, 'kan?"

Benadra menunduk, sibuk menautkan jarinya satu sama lain. "Aku nggak mau pisah." Benadra setengah berbisik, membuat kepalanya menunduk semakin dalam.

Pupil mata Bara melebar, sejak kapan Benadra-nya bisa semanis ini?

Bara tertawa. Tangannya bergerak untuk mengacak rambut Benadra, membuat gadis itu menatap tajam. "Ternyata kamu bisa kayak gini juga, ya? Kalo liat kamu kayak gini, bisa-bisa aku bawa kamu ke Jakarta.".

Leobra ✔️Kde žijí příběhy. Začni objevovat