4: Teman Chat?

1.7K 49 0
                                    

Chat pertama:

"Lg ap Pelangi?"

Satu nomor baru masuk. Ni orang siapa? Dapat nomorku dari mana?

"Misterius amat, mana fotonya enggak ada, nama idnya juga nggak ada"
Aku mengoceh menatap layar handphone.

"Ini Arman, Pelangi"
"Oh, Arman, kirain siapa  😅"
"Lg ap Pelangi?"
"lgi dutai aja"

***

"Pelangi, lo kenapa balas chat gue lama amat kayak siput sih..?"

Dana protes, tapi matanya asyik menatap ke depan.

Kami bertiga duduk di kursi panjang yang sengaja disiapin di depan-depan kelas. Sekarang masih pagi, bahkan masih pagi untuk mengamati suasana Sekolah yang masih cukup sepi, hanya ada beberapa motor yang baru terparkir di lapangan parkir. Rumput yang hijau masih tampak begitu jelas disana.

"Iya nih, aku juga"
Kali ini Alexa juga ikut-ikutan.

Aku tertawa geli,
"Eh, gue ini manusia yang hidupnya di dunia nyata. Masak iya harus melototin layar handphone terus.. Ya sorry deh, gue sering lelet balas chat kalian"

Kali ini aku menoleh ke arah mereka berdua. Aku menarik pipi Dana dan Alexa secara bergantian.

"Aww sakit tau!"
Dana menimpuk lenganku.

"Berani ya sama orang tua.. "
Alexa juga menimpuk lenganku.

Giliran aku yang menjerit.
"Awww..!!!"

"Lo chat sama siapa aja sih Pelangi?"
Alexa mengelus-ngelus bagian lenganku yang ia timpuk barusan.

"Kalian, Edo, sama Meix"
Aku menjawab seadanya. Memang mereka yang ontime ngechat tiap malam kayak kelelawar, tiap hari sampai nggak kenal hari minggu.

"Kalo lo Sa, Na?"
Aku balas nanya,

"Sama!"

"Iya, sama aja"

"Eh, emm.. Tapi.. Arman juga pernah ngechat, tapi baru sekali"

"Tumben tu anak, gue gak pernah tu dichat sama dia, dia kan sok misterius gitu orangnya, mungkin ada sesuatu kali..."
Alexa menatapku penuh tanya. 

Aku menarik napas dalam-dalam menghirup udara pagi yang menyejukkan. Entahlah.. Aku tak begitu mempermasalahkan status ataupun perasaanku sekarang. Biarlah mereka datang sesukanya.

Mataku kembali menatap ke depan, ada sosok yang membuatku enggan berkedip.

Dari warna motornya, Sport merahnya, dan lekuk tubuhnya, aku bisa menduga itu siapa.

Arga..!

Iya benar, dia Arga.
Kakak tingkat yang membuat jantungku berdetak tak karuan tiap kali menatapnya.
Dia semakin hari semakin berbeda, dulu dia selalu tampil dengan rambut acak, sekarang dia tampil dengan gaya pomade dan lebih merhatiin fashion.. Tapi wajah manisnya tetap nggak berubah sama sekali. Arga beranjak dari jok motornya, meletakkan helm, lalu melenggang berjalan menuju coridor khusus kelas 3.

Aku terpaku menatapnya,
"Arga.. Ada seseorang yang sangat mengagumimu di sini. Tolong melirik ke sini sedetik saja"

"Itu Arga, dia kakak kelas yang cukup ganteng, gue sering liat dia tanding Voli"
Dana ternyata menatap sosok serupa.

"Dia kakak tingkatku dan Alexa waktu SMP"
"Oh ya?"
....

"Hei.. "
Sosok cowok berprawakan cukup tinggi menyapa sembari menyunggingkan senyuman ala Naruto. Membuat lesung pipi sebelahnya melekuk. 

Arman.

Dia melangkah mendekati kami bertiga, sambil membawa gitar coklatnya.

"Boleh gue ikut duduk?"

"Silakan"

Arman menyelip di antara aku dan Dana. Aku langsung menggeser tempat dudukku, takut bersentuhan dengan Arman.

"Bukannya di samping Dana luas ya?" Aku melongok ke arah ujung kursi yang masih kosong.

"Request dong Ar"
Alexa menyondongkan setengah badannya.

"Boleh, lagu apa?"

"You Are The Reason, Calum Scott"

"Oke.. "

Tanpa membuat kami menunggu, Arman langsung dengan mahir memetik senar gitarnya, suaranya begitu merdu, sampai kulitku merinding dibuatnya. Ini kali pertama aku melihat Arman begini. Biasanya di kelas dia sering menyudut sibuk sendiri dengan earphone di telinganya.

"Lagu kedua, kali ini lagu yang paling fenomenal sepanjang masa"
Arman menghentikan petikan gitarnya.

"My Heart Will Go On, Celine Dion!!"

Aku ceplos bersamaan dengan suara Arman.
Aku dan Arman saling menoleh satu sama lain. Tanpa sengaja, kami saling menatap beberapa detik di garis yang sama, aku bahkan dapat melihat jelas bola matanya yang ternyata kecoklatan.
Aku menunduk, memalingkan tatapanku. Ada getaran yang menyala di hatiku.

"Favorit?"
Aku mengangguk, kali ini Arman kembali menatapku, tapi aku tak berani membalasnya lagi,

"Kalo gitu, ini lagu khusus buat Pelangi"
Arman kembali memetikan jemarinya, aku seketika mendongak. Menoleh ke arah Arman. Dia begitu menjiwai lagunya, entah kenapa sekarang aku gugup untuk menatapnya. 

"Ehem"
Alexa berdeham palsu, sementara Dana memainkan alisnya.

Aku kikuk, salah tingkah,
"Perasaan apa ini..?"

Chat ke-2:
"Malam pelangi"
"Malam Arman"
"Loh jarang muncul, kemana aja?"
"Kenapa nanyain, lo nunggu ya? Sorry ya.. "

Aku bingung mau jawab apa, di satu sisi aku memang menunggu chatnya Arman. 

"Iya, kayaknya lo benar. Aku memang menunggu lo ngechat man".

"GR lo"
"Gue bercanda kok"
"😄"
"Pelangi, seandainya ada yang cinta sama kamu dalam diam gimana? Misalnya dia berniat untuk nembak kamu gimana?"

Aku bingung kepalang,
"Maksud Arman nanya begini apa coba. Apa dia memberi kode, apa yang dimaksud itu adalah dia sendiri?"

Aku cukup gugup untuk membalas, aku mengetikkan beberapa huruf lalu menghapusnya lagi. Aku berusaha menyusun kalimat sebaik mungkin..
5 menit kemudian..

"Maksudnya man? Kalo memang ada yang seperti itu harusnya dia berterus terang, lagi pula aku belum siap untuk pacaran sekarang. Emangnya kenapa Man nanya kayak gitu?"

"Sial.. Kenapa yang muncul di otakku malah kalimat itu.. Kenapa? Arman.. Maaf ya.."

Aku terus mengamati layar handphoneku, membaca ulang pesan yang sudah terlanjur ku kirim, terlanjur dibaca Arman.
Tapi Arman tidak pernah balas pesan itu dengan sehuruf pun.

"Apakah Arman marah padaku?"


Lanjut>>>> 

Oh ya sahabat readers, biar gak bingung, part di atas & part 5 itu ..
👇
part sebelum Pelangi menjatuhkan cincin perak ke tangan Arman ya.

Novel Remaja: R Kuadrat (Completed)Where stories live. Discover now