20: Ketika Harus Memilih

948 33 0
                                    

Semenjak aku mengembalikan buku diary itu.. Aku sadar jika sekarang ada yang berubah di antara aku dan Aji.

Aku menatap selembar kertas yang diberikan Aji tiga bulan yang lalu, hanya ada beberapa kalimat disana yang bisa ku baca dengan jelas.

Selebihnya.. Huhh..  Coretan lagi. Aku enggak habis pikir, apa Aji segugup itukah tiap nulis selalu berujung dengan coretan.

Aku tertawa geli, "Aji.. Aji.."

Balasan untuk Pelangi,
Terima kasih.. Kamu benar Pelangi, dan aku memang tak peduli jawabannya lagi, karena yang terpenting, aku sudah tahu caranya untuk menepi.

Tentang pungguk,
"Terima kasih bulan, pungguk akan tetap menunggumu sampai kapan pun."

Sampai kapan pun, Aji enggak salah? Dia enggak tahu apa gimana rasanya menunggu lama?

Tapi entah kenapa, perasaanku tiap hari seperti ada yang aneh dengannya. Walaupun di kelas dia sama cueknya. Tapi aku sadar kalo di belakangku Aji selalu memperhatikanku.

Pernah dia tertangkap basah ketika menatapku, dan dia pun langsung membuang mukanya ke arah lain.

Tapi selama tiga bulan ini juga. Seluruh anak kelas kompak jodoh-jodohin aku sama Aji, padahal mereka juga tahu kalo Meix waktu itu nembak terang-terangan di hadapanku.

Eh, tentu saja anak kelas tahu,
Pertama mungkin bukan hanya aku yang sadar ada yang berubah antara sikapku dengan Aji.

Semua orang tahu kalo Aji anak yang super pendiem, cuek sama cewek,

Aji pernah duduk di dekatku, salah tingkah kalo lagi bayar duit kas, dan Aji juga pernah ngasih gelang.
Padahal dia ngasih gelang itu tanpa mengucap sepatah kata pun, dia selalu bertingkah canggung,

Seperti kejadian siang tadi di tengah pelajaran pak Erwin,

Pak Erwin memberikan beberapa soal di papan tulis,
"Sekarang, ada yang bisa langsung ngerjain soal di depan?"
Pak Erwin mengacungkan spidolnya.

Meix maju dengan santai, berjalan ke depan, dan berseru
"Saya pak"

Pak Erwin tersenyum bangga, dengan cepat mengulurkan spidol itu ke tangan Meix, anak kesayangannya.
Tapi beberapa detik kemudian, pak Erwin mengambil spidol lagi,

"Ada spidol satu lagi, Sekarang siapa yang berani?"

Tiba-tiba Aji maju.

Hahh Aji?
Selama ini Aji jarang maju, tumben dia berani.

Jadi mereka berdua maju ke depan.

Dan kejadian itu tentu saja membuat anak-anak kelas berseru gaduh..

Apalagi Dana dan Alexa.. Mereka seperti provokator kelas kakap

"Meix.. Meix.. Meix..! "

"Nah Pelangi bingung harus pilih siapa"

"Ayo Meix.. Kalahkan Aji"

"Ayo.. Ji lo jangan kalah"

"Pelangi lo pilih siapa?"

"Udah, pilih dua-duanya aja!"

Suara riuh anak-anak kelas lengkap dengan tepukan tangan persis lagi nonton pertandingan.

Entah apa perasaan mereka berdua di depan sana aku enggak peduli.

Rasanya tadi yang kupikirkan aku mau minjam pintu kemana saja milik Doraemon. Dan menghilang dari kelas secepatnya.

"Kenapa kalian ribut..?"

Pak Erwin menatap anak-anak dengan tatapan bingung. Untung pak Erwin enggak dengar permasalahannya.
Kalo dengar gimana?

Novel Remaja: R Kuadrat (Completed)Where stories live. Discover now