17: Diary bersampul kuning

950 37 0
                                    

"Pelangi!"

Aku menghentikan langkahku, menoleh ke arah suara,

Vino?

Vino menyelip di antara beberapa teman kelas yang berebut lebih dulu tiba di depan pintu,

"Ngi duluan ya"

"Dah... "

Aku membalas lambaian tangan dari Alexa dan Dana seraya mengangguk.

Vino berhenti, kemudian mengatur napasnya,
"Nih!"

Mataku melebar, kebingungan menatap ke arah benda yang kini ditaruh paksa ke genggamanku

"Apa?"

Sebenarnya pertanyaanku belum selesai, tapi Vino sudah terburu-buru pergi.
"Ini apa? Untuk siapa?"

"Sudah, lo baca aja. Jangan enggak!"
Vino memutar tubuhnya sepintas, seraya menyimpul senyum kecil sebelum ia benar-benar menghilang dari tatapanku.
.......

Akhirnya buku kumpulan puisiku sudah penuh. Aku menatap lega hasil tulisanku, mengamati covernya sejenak beberapa pita mini yang sengaja ku tempel di sana. Aku pun menutupnya, lalu menyimpannya di sela buku yang masih kosong.

Aku beranjak, berniat untuk meluruskan kembali tulang punggungku. Tapi aku sadar jika ada sesuatu yang ku lupakan.

Aku baru ingat buku dari Vino sepulang dari Sekolah tadi. Aku pun segera mencari buku itu di antara buku-buku yang ku tumpuk.

Dapat.

Aku menatap kosong buku itu beberapa detik,

"Kenapa buku ini harus dibaca? Kenapa Vino memaksaku untuk membacanya, tapi.. Ya sudah aku baca aja."

Ujung jariku mulai menarik lembar pertama.

handphone tiba-tiba saja bergetar, aku pun segera menarik tanganku lantas mengusap layar datar itu.

Vn dari Vino

"Ngi, udah lo baca isinya?"

"Belum"

"Kok belum?"

"Ini baru aja otw baca"

"Oh oke"

Aku meletakkan handphoneku kembali, lalu mulai membalik lembar demi lembar buku itu.

Lembar pertama, cuma ada beberapa kata dengan coretan penuh, aku mencoba menerawang kata itu tapi usahaku gagal.

Lembar kedua, ada semacam curhatan, sepertinya ada dua orang yang saling curhat. Tapi aku tak mengerti maksudnya. Hanya ada dua kalimat, dan kalimat di atas sengaja dicoret.

Tunggu apa lagi?

Aku berbisik, "apanya yang harus ditunggu"

Lembar ketiga, masih dengan beberapa coretan, tapi di bagian bawah ada pribahasa yang sering ku baca bahkan aku dengar semenjak zaman ingusan.

Bagaikan pungguk yang merindukan bulan

Aku mulai tersenyum ketus, "apa nggak ada kata-kata lain selain ini?"

Lembar ke empat, sepertinya aku mulai tahu arah dari isi buku ini, dan apa maksud Vino memberikannya padaku.

Aku tak tahu bagaimana caranya berlabuh, rasa ini ibarat lautan tak bertepi, sementara aku terombang di tengahnya.

Alisku menaut, bingung, ke mana muara dari semua lelucon ini. Aku membuka lembar yang lain, tapi kosong. Vino sepertinya sengaja mempermainkanku, dia menyuruhku membacanya, tapi malah kebanyakan coretan di sana.

Tunggu, sepertinya tulisan tangan ini tidak asing. Tapi siapa..? Aku segera menarik handphoneku, bermaksud mengintrogasi Vino kali ini. Tapi Vino lebih dulu menghubungiku.

"Udah?"

"Iya, tapi gue nggak ngerti, ini maksudnya apa sih Vin? lagian untuk apa sih buku ini dikasih ke gue, gue lagi males buat jawab teka-teki payah lo tau gak"

Aku mengoceh kesal. Sedangkan Vino tertawa santai di sana.

"Udah, galak amat sih, yang penting lo udah baca, makasih ya"

Aku membuka mulutku tapi tercekat karena Vino menutup telponnya lebih dulu.

"Ih.. Ni anak seenaknya aja."

Aku coba menghubungi Vino beberapa kali, tapi enggak diangkat sama sekali. Terpaksa, aku pun mengetik kekesalanku.

"Vin. Kan udah gue bilang, gue lagi males buat main teka-teki, lo jangan bercanda deh ah, ngeselin tau gak!"

"😄 gue kira lo gak bisa marah ngi"

"Loh?"

"😄, Lo penasaran?"

"Ya iyalah, pake nanya lagi"

"Udah, besok pagi gue jelasin"

"Sekarang... Vino!"

"Besok, tidur sana, udah malem"

"SEKARANG"

"BESOK"

"Ihhhh Vino kok ngeselinn"

Aku melempar handphoneku ke kasur, Vino sudah berhasil membuat moodku jadi pecah malam ini, dia menyuruhku tidur, tapi dia juga yang sudah berhasil membuatku begadang semalaman.

Seandainya saja ada sanksi bagi pembuat penasaran orang lain. Vino udah lama aku laporin.

****

Vino berjongkok di dekatku, sengaja mendekatkan kepalanya ke arahku.

"Sebenarnya.. Buku itu bukan punya gue"

Vino tertawa lalu menghentikan paksa tawanya, matanya tak henti bergerak, mungkin takut ada yang curiga dengan gerak-geriknya.

Aku menatap aneh wajahnya,

Vino berbisik lagi

"Sebenarnya.. Gue mengambil buku itu tanpa sepengetahuannya"

Aku terkejut,

"Siapa..? Maksudnya?"
Kali ini penasaranku menaik dua kali lipat. Kalo bukan karena terperangkap mengikuti permainan Vino, aku pun tidak akan sepenasaran ini.

"Dia, Sahabat gue"

"Ngomong yang jelas Vino.. Tinggal bilang nama aja kok susah amat"

Aku mulai jengkel meladeni Vino, rasanya pengen beranjak lalu pergi dari hadapannya sekarang juga.

Vino tersenyum,

"Lo gak tau sahabat gue?"

"Gue kurang kerjaan amat buat merhatiin siapa sahabat lo Vino, yang gue tau lo itu kemana-kemana selalu bergerombol kayak boyband"

Vino tertawa, kemudian mengibaskan tangan kanannya,

"Udah udah kalo lo nggak tau, besok deh gue kasih tau"
Vino beranjak, tanpa rasa bersalah setitik pun dia tega meninggalkan wajahku yang sudah memerah.

"Vinoo.."

Novel Remaja: R Kuadrat (Completed)Kde žijí příběhy. Začni objevovat