5: Mungkinkah Suka?

1.4K 46 0
                                    

Pagi ini,
Aku tak henti mikirin chat Arman semalam.

"Apakah dia suka padaku?" 

"Walaupun suka dan lo punya perasaan sedikit sama dia, lo nggak mungkin nerimanya Pelangi. Lelaki macam apa yang berani nembak cewek lewat chat doang? Kalo dia bener suka sama lo, dia pasti perjuangin lo, nggak cuma sebatas rasa yang MAMPIR."

"Iya, bener juga. Lagi pula aku kan sudah bertekad untuk nggak mikirin pacaran dulu sampai lulus SMA"

"Oke, setelah hati sama otak gue musyawarah di waktu sepagi ini, di tengah kelas yang masih kosong ini. Sekarang aku sudah memutuskan untuk tidak memikirkan chat Arman semalam!"

Aku bicara sendiri.

"Pagi Pelangi"
Suara bass Edo mengagetkanku.

"Pagi juga Do"

Aku menatap Edo, salfok sama kancing bajunya yang selalu di kancing sampai ke atas. Ketua kelas yang selalu mikirin penampilannya termasuk gaya rambutnya yang di sisir licin.

Edo duduk meletakkan tas di kursinya lalu duduk di sebelahku.

"Kenapa lo natap gue dalam amat?"

"GR, Biasa aja kali"

Edo tertawa sok Cool.
"Habis lo natap gue kayak ada love lovenya gitu"

Aku menarik bibir atasku.
"IDIHHH"

"Gimana?"

"Hah apanya yang gimana?"

"Yaelah, gue kan ketua kelas yang rajin, yang baik, yang perhatian, yang terlah pokoknya.. Gimana, duit kas minggu ini banyak yang nunggak?"

"Oh.. Gue kiraian apa, kayak biasa.. !"
Aku merogoh tasku, mencari sesuatu yang dimaksud Edo. Apa lagi kalau bukan buku kas kelas plus pena. Untung Edo ketua kelas yang bisa diandalin.

"Nih.. "
Aku membuka lembar demi lembar kertas yang sudah aku garis serapi mungkin berisi tanda centang persis buku arisan.

Edo mengambilnya, manggut-manggut, matanya fokus mendaftar urutan nama dan mencari kotak yang masih kosong.

"Ari, Dedi, Dion, E.. "
Edo berhenti, dia tertawa nyengir.

"Eh lo, lo aja nunggak, mana sini bayar?" aku sadar di balik tawa palsunya.

"Iya iya sabar, nanti gue bayar, gue cuma lupa"
Edo tertawa kikuk sambil menggaruk belakang lehernya.

"Nanti kalo anak kelas udah masuk semua, gue tagih"

"Oke, lo memang ketua kelas paling top deh"

"Iya dung.. "

Tiba-tiba di tengah obrolan aku sama Edo. Alexa dan Dana masuk.

"Pagi.. "
Mereka serempak. Mungkin karena selalu berangkat sekolah bareng mereka berdua lama-kelamaan mulai menunjukkan kemiripan. Mata Alexa menurutku sekarang hampir sama sipitnya dengan mata Dana. 

"Eh pak ketua kelas sama ibuk sekretaris, lagi diskusi masalah duit ya.. ?"
Dana menaruh tasnya di belakang Edo.

"Iya, kalian udah bayar apa belum, mana sini"
Edo membuka telapak tangannya.

"Ih, enak aja. Kami selalu bayar tepat waktu, nggak pernah nunggak!"
Dana mengacakan pinggang.

Edo tertawa melihat ekspresi Dana.
"Bercanda kali, udah gue mau ke luar dulu, kalian tiga serangkai mau ikut gak? Laper, belum sarapan!"

"Lo mau nraktir?"
Tanya Alexa.

"Bayar sendirilah..! "
Edo kali ini tertawa tengil, sok coolnya jadi hilang seketika.

"Is.. "

.....

"Perhatian-perhatian.. "
Edo berdiri naik di atas kursinya.
Anak-anak yang lagi ribut langsung terdiam, serentak menoleh ke sumber suara.

"Bagi yang belum bayar duit kas senin kemarin, ayo bayar sebelum gue laporin ke Dady Mr. Ganteng"
Edo kali ini menunduk, menyebut nama-nama anak yang nunggak.

"Gue gapapa di laporin Do sama Mr. Ganteng. Gue rela" celetuk Putri.

Sontak anak-anak kelas ketawa.

"Diam-diam!, ayo yang tadi gue sebutin namanya. Mana sini duitnya?"
Edo menurunkan tubuhnya, meniup-niup kursinya sebentar lalu duduk seolah pak Rentenir yang lagi nagih utang.
Aku geleng-geleng melihat tingkah Edo, sekali lagi untung ada Edo. Pekerjaanku sebagai sekretaris harus merangkap jadi bendahara. Aku kadang kerepotan, anak-anak yang lain mana ada yang mau berbagi tugas.

"Sorry, bukannya gue nggak mau jadi bendahara ngi, gue takut duitnya abis gue pakai"

"Maaf, gue gak bisa jadi bendahara!"
Ini alasan yang tidak masuk akal, bilang nggak bisa padahal belum dicoba.

Ada lagi yang lebih parah.
"Ya ngi, ngitung duit sampe 10 ribu aja gue kadang salah, apalagi ngitung duit yang ratusan.. Enggak deh!"

...
Aku menoleh ke belakang, mencari sosok yang membuatku tak enak semalam. Arman. Dia duduk di sudut menghiraukan keramaian, duduk menyenderkan tubuhnya, kedua kakinya diletakkan di kursi, earphone hitam menancap di lubang telinganya.

Aku menarik napas,
Sepertinya saat ini hatiku keliru, bingung membagi rasa, Setengah untuk Arga, seperempat untuk Arman, dan sisanya kosong.

"Aku bingung, aku benar-benar suka sama Arman? Atau aku hanya sekedar baper? Iya, Arman memang membuatku gugup, tapi tidak pernah segugup bertemu Arga."

-------------

Ini masih kelanjutan part yang tadi ya. >>>>

Novel Remaja: R Kuadrat (Completed)Where stories live. Discover now