11: Kehilangan

1.1K 48 1
                                    

Aku berdiri di depan kaca yang tingginya melebihi tinggiku, tubuhku sudah memantul seluruhnya disana.

Pagi ini aku memang sengaja bangun lebih cepat dari biasanya. 

Aku memoleskan secuil bedak di pipiku.

Kejadian langka yang ku lakukan di perguruan anti make up, kecuali kalau hari-hari tertentu, hari ini misalnya,

aku paling tidak suka pake make up. Ribett, lama, kalo kena keringat rusak,  harus dipupuk lagi dengan ketelitian extra, habis makan cilok bang Udin, udah, berantakan.
Makanya aku enggak suka.

Entah kenapa aku sering bingung, di Sekolah banyak sekali anak cewek yang tampil dengan make up mereka yang begitu tebal. Padahal sudah sering kedapatan oleh guru tapi tetap saja peringatan itu gak ngaruh. Menurutku pake make up sih boleh, tapi seadanya saja. Kecuali kalo sudah kuliah atau kerja nggak ada yang ngelarang. Kalo masih Sekolah mau make upan? Jangan marah kalo dibilang cabe beneran oleh warga satu kecamatan.

Tapi bukan pula secuil sepertiku. Hehe

Saking malasnya aku pake make up mama sering bilang gini,

"Pelangi pasti nggak pake bedak ya?"

"Pake kok ma!"

"Jangan bohong sama mama, ayo pake, kening item gara-gara terbakar matahari sampe mengkilat gitu gak malu apa? Anak gadis mama kok malas pake make up"

"Iya deh mamaku sayang.. "

Aku menyengir,
Biasanya kalo mama udah cerewet gitu, aku langsung berlari ke kamar, memoleskan secuil bedak, secuil..?  Tapi mama ada benarnya juga sih.

Bedakan sudah, lip gloss?
Pake dikit aja biar gak keliatan pucat amat, di emut sebentar biar gak menumpuk di tengah kayak jeng Kely, pokoknya hari ini harus lebih cerah dari biasanya.

Aku sengaja memilih baju batik biru bermotif bunga, sepatu dan rok warna senada.

Oke, selesai.. Aku berputar beberapa kali, sampai bagiku nggak ada yang kurang sedikit pun.

Aku menyunggingkan senyum, siap untuk menjalankan tugas. Tugas sebagai panitia di hari perpisahan kakak tingkat yang sudah selesai mengikuti Ujian Nasional.

...............

Aku takjub melihat panggung yang sudah didesain sedemikian rupa, pita besar di sudut-sudut panggung, lengkap bunga warna-warni di sekelilingnya, dan juga kursi-kursi yang ditata rapi. Tahun depan, kami juga seperti ini, nggak terasa, ternyata waktuku di sekolah ini hanya beberapa bulan lagi.

Masih cukup sepi,

Aku dan beberapa panitia yang baru datang menyiapkan beberapa perlengkapan yang masih kurang, kudapan untuk tamu undangan, air mineral, dan juga buah-buahan.

Tak lama, pemusik sudah naik ke atas panggung, suasana mulai berbeda ketika musik mulai diputar, kursi yang kosong mulai terisi, lampu-lampu tumbler mulai di nyalakan.

Aku terkesima melihat kakak tingkat yang hari ini nampak berseri,
Begitu bahagianya mereka.

Yang cewek tampak anggun dibalut baju kebaya, sepatu high heels, wajah mereka dipoles make up sampai sulit dikenali saking cantiknya, rambut mereka tersasak rapi berhias mahkota, begitu juga yang pakai jilbab, jilbab mereka tergelung rapi anggun dengan simpul yang unik.

Aku tidak bisa membayangkan kalo aku sekarang ikut di tengah mereka. Apa aku bakal secantik mereka? Kira-kira aku pake kebaya warna apa ya?
Aku senyum sendiri sibuk menghayal.

Sementara yang cowok juga tak kalah ganteng, meski tidak memakai pernak pernik yang begitu berlebihan, tapi mereka tetap saja beda dari biasanya.

Busana mereka lebih rapi dengan kemeja dipadu jas hitam yang dikancing lengkap dasi panjangnya, sepatu pantofel, dan juga kuncup bunga mawar merah mungil di dada mereka, rambut mereka juga di sisir licin,

Tapi sama seperti cewek, ada-ada saja yang berlebihan, yang bedaknya ketebalan jadi gimana gitu kalo diliat. Muka dan leher, mirip kue lapis..

Semua tugas sudah selesai, tinggal menunggu acara sampai makan siang, setelah itu kami harus bertempur lagi menjalankan tugas membagikan nasi kotak.

Aku duduk di tengah rombongan panitia yang lain, menyaksikan penampilan kakak tingkat yang mempersembahkan beberapa lagu sebagai pembuka acara.
Eh ternyata Dana dan Alexa lagi duduk tak jauh dari panggung, aku melambaikan tangan, Alexa dan Dana menampilkan jempol.

Aku melirik ke arah kursi khusus  cowok, Arga belum kelihatan batang hidungnya, aku mendengus.

Tapi ketika aku baru saja melempar tatapanku, mataku langsung tertuju pada sosok Arga yang kini tengah berjalan di tengah barisan kursi..

Arga, ia berjalan bersama ayahnya.
Pantas saja anaknya ganteng, ayahnya aja maksimal.

Arga hari ini lebih, lebih.. memukau dari biasanya, dia terlihat dewasa, tatapannya, senyumnya.. Memesona.

Aku tak bisa melepas tatapanku darinya, dia duduk setelah ayahnya duduk di sampingnya, dia merapikan jasnya, lalu menatap ke arah panggung. Sesekali dia tersenyum seraya membalas temannya yang mengajak ia bersalaman.

Aku terus menatapnya, kali ini bukan dengan harapan supaya ia melirikku bukan pula dengan harapan supaya ia tahu namaku. Dia sudah tahu namaku waktu itu, itu udah cukup. Seperti dejavu, dulu ketika perpisahan SMP aku menatapnya dengan harapan bisa dipertemukan kembali di SMA yang sama. Tapi kali ini.. Aku tidak akan berharap dipertemukan di Kampus yang sama. Aku sadar aku tak bisa memilikimu Arga.

Aku hanya bahagia melihat wajah bahagianya.. Apakah cinta sesederhana ini? Bahagia melihat ia bahagia.

........

Menjelang siang, kesibukan pun dimulai, kami bergerak cepat menjalankan tugas. Terakhir, membersihkan sampah yang berserakan.

Aku memunguti sisa sampah di tengah barisan kursi, aku melirik ke arah kursi yang tadi pagi Arga duduki, disini.

Aku melangkah kemudian memegang kursi itu seolah Arga ada di sana, aku tersenyum seolah dia juga masih tersenyum di sana.

Tapi Arga sekarang pasti sedang merayakan perpisahannya di luar sana, mengabaikan cinta sendiriku.

Iya, berbahagialah Arga, hari ini, mungkin hari terakhir aku bisa bertemu denganmu, jikapun dipertemukan sekali lagi itu pun hanya sebuah kebetulan.

......
Hari ini, Arga bahagia di hari perpisahannya, ia akan melanjutkan impiannya,

Tapi hari ini, artinya aku akan kehilangan, benar-benar kehilangan.

Aku akan kehilangan orang yang selama ini aku kagumi, Setelah ini, tidak akan ada rasanya gugup setengah mati, salah tingkah sendiri ketika dia lewat, atau terpaku ketika menatapnya. 

Mungkin cukup sampai disini rasa ini ada, jikapun masih sama, biarlah hanya hati kecilku saja yang menyimpannya.

"Good bye Arga,"

-------------
Selalu ada Pelangi yang indah seusai badai tiba.
Pelangi, bersabarlah..

>>>>>

Novel Remaja: R Kuadrat (Completed)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt