19: Aku (√)

971 32 0
                                    

Sabtu siang.

"Lo dari mana? Gue nyariin dari tadi"

"Sorry bro, habis ngobrol sama pelangi"

"Lo nggak bilang yang aneh-aneh kan"

"Ji Ji.. , lo enggak boleh diam terus begini, lo harus jujur"

"----- "

"Bro, gue ini sahabat lo, gue ngerti lo sifatnya gimana. Tapi lo juga gak bisa biarin, lo harus bicara, lo harus jelasin kata hati lo sama dia"

"Gue belum siap Vin"

"Kapan lagi? Lo nunggu dia jatuh ke tangan orang itu?"

"Enggak, gue enggak akan biarin"

"Udah, gue percaya lo bisa turutin kata hati lo bro. Sebelum lo nyesal dua kali dibanding sekarang, oh iya ngomong-ngomong, buku diary lo.. sorry... Gue ambil"

"Lo ambil?, kok kagak bilang-bilang sama gue"

"Gue cuma mau bantu lo.."

"Lo udah bilang kalo itu buku gue?"

Vino menggeleng.

"Makanya.. Ini saatnya lo yang bilang sama dia bro"

Gawat.. Aku harus gimana? Semua berjalan tanpa dugaanku, apa memang sekarang sudah waktunya aku ngomong?

Apa iya sekarang?
......

Aku mengamati handphoneku, pikiranku rasanya kusut, bingung harus mulai dari mana.

Tanganku kembali gemetar hebat apalagi melihat nomor itu di kontakku dan sekarang harus lebih dari sekedar menatapnya.

Malam ini.. aku harus berterus terang, aku harus menepati janjiku..

Aku harus mengetik sesuatu,

Aku menarik napasku yang entah kenapa terasa berat,
Keringat dinginku pun mulai mengalir, dadaku naik turun, sementara jemariku mulai terasa kaku,

Tidak, aku tidak bisa melakukannya..

Tapi sepuluh menit kemudian,
Aku pun berusaha mulai mengetik sesuatu..

"Malam pelangi, ini aku Aji."

Aku menatap ketikanku berulang-ulang,
kelihatan sekali kalo itu cuma modus.

"Malam pelangi.. Lo udah baca buku diary itu ya?"

Ganti..  Enggak. Bukan seperti ini..

Aku menarik napas lagi lalu menghembuskannya perlahan.
Aku harus berpikir, tapi kenapa rasanya kata-kata di otakku kosong. 

Apakah aku begitu payah, sampai ngetik satu kalimat pun sesulit ini.

Aku memang payah!

Sejam berlalu, masih sama.
Aku masih berkutat dengan jemariku,

"Malam Pelangi,
Ada nomor Dana? Kirim ya kalo ada"

Aku memang payah.. Kenapa aku pura-pura minta nomor Dana. Bodoh.

"Ada kok ji, dengan senang hati"

Dibalas?
Jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat bahkan lebih cepat dibanding detak jantungku sewaktu olahraga.

"Terima kasih ya"
Duh.. Kenapa kata-kata ini yang muncul..

"Ok, sama2"

Jangan, aku enggak boleh biarin obrolan ini terhenti. Tapi kan salah sendiri, aku yang mulai, malah salah topik lagi.

Aku harus cari basa-basi, tapi apa? Aku enggak seasyik cowok lain. Aku memang payah..
Aku harus ngetik apa lagi? Ayo Aji.. Lo harus ungkapin..

30 menit sudah berlalu, mataku masih terpaku, tubuhku kembali seperti dikutuk, aku menjambak rambutku, kini rasa bersalah dengan diriku sekaligus hatiku sudah menjelma layaknya sembilu. Menyiksaku dengan semua ketidakberdayaanku.
Membuatku enggan menutup mata lagi malam ini,

Ku harap, setelah mentari bersinar, aku punya setitik keberanian untuk mengungkapkan semua.

Besok pagi aku harus jujur tentang perasaanku,
......
****

08:10, minggu
A

ku harus mengalahkan ketakutanku, pagi ini aku akan bilang yang sebenarnya.

Aku pun menyambar handphoneku, ku paksakan jemariku yang gemetar, ku paksakan meski harus berkali-kali salah ketik, ku paksakan meski rasanya otakku berhenti seketika, ku paksakan meski dadaku rasanya sudah mau pecah.
Kupaksakan itu semua.

"Ngi, sebenarnya gue suka sama lo, lo udah baca buku itu ya? itu buku gue"

Aku mencoba mengatur napasku,

Terkirim,

Ku mohon pelangi..  kamu balas secepatnya, karena di sini ada seseorang yang dari tadi menunggu handphonenya bergetar dengan perasaan gugup setengah mati.

Sudah lima belas menit, belum dibalas. Padahal sudah dibaca, apa Pelangi enggak peduli sama sekali denganku?

Satu jam juga sudah berlalu, aku masih terpaku, aku mengetuk-ngetuk lesu layar handphoneku, berharap ia bergetar dan getaran itu adalah chat dari pelangi.

Ding,,

Secepat kilat, aku pun segera mengangkat handphoneku. Aku menyeka keringatku, lalu menutup kedua mataku, semoga dia menerimaku..

Aku pun membuka mataku kembali dan..

"Oh ternyata itu buku lo ji, gue baru tau, btw yang ngechat ini Aji ya? 😅maaf ji.. gue belum bisa buat pacaran dulu sekarang, maaf ya.. Kita sahabatan aja ya 😊"

Aku tersenyum canggung, rasa gugupku entah hilang ke mana.

Dia lucu sekali, pasti dia syok dengan chatku begitu. Aku dengan lancang menembaknya, padahal selama ini dia tidak cukup mengenalku. Iya bagaimana bisa dia mengenalku kalo aku saja tidak pernah berani untuk menatap matanya, kalo mulutku saja langsung kaku tiap kali dia bicara denganku..

Karena aku selalu menghindar, ku kira dengan menghindar perasaan ini bisa menghilang, tapi nayatanya tidak.

Maaf Pelangi..

Secuek dan seasing itukah aku selama ini sampai kamu bilang "Sahabatan aja".

"😊"
"Terima kasih aku menghargai keputusanmu pelangi"

"Maaf ya ji, gue dengan mudahnya bilang Kita sahabatan aja"

Nggak perlu minta maaf, aku mengerti,

Kayaknya jangan dibalas, kalo dibalas Pelangi pasti tambah merasa enggak enakan, aku tahu kamu orangnya gimana ngi.

Tapi entah kenapa hatiku rasanya lega. Walaupun Pelangi tidak menerimaku, itu artinya.. Dia juga tidak menerima siapa-siapa sekarang.

Iya, aku setuju dengan keputusanmu Pelangi, aku lega, karena kamu enggak jatuh ke tangan Meix.

Karena asal kamu tahu, ketika aku tidak sengaja melihat Meix menggenggam tangan lo ngi, aku saat itu rasanya mau marah, marah pada diriku sendiri, marah karena ketidakberdayaanku, jujur aku cemburu, tapi aku tahu aku tak punya hak untuk itu.

Terima kasih sudah membalas chatku, aku sudah cukup bahagia menerimanya. Terima kasih karena hari ini kutukan rasa bersalah pada diriku sudah menghilang.

Tapi, entah gimana waktu bertemu denganmu di kelas besok? Apa aku masih bersikap seperti biasanya? Mengamatimu dengan sikap cuekku.

Oh kali ini bukan cuma mengamatimu, tapi melindungimu dari godaan si Meix.

"Thanks Pelangi"

Novel Remaja: R Kuadrat (Completed)Where stories live. Discover now