7: Infil

1.2K 53 0
                                    

Aku tak menyangka jika pagi ini aku mendapat kejutan yang tak terduga.

Seperti biasa, aku, Pelangi Anastasya, anak kelas yang sukanya datang lebih awal. Sebenarnya bukan keinginanku sih, tapi kalo aku datang agak siang, bisa-bisa aku ketinggalan taxi.

Eittss bukan taxi berwarna biru yang di dalamnya sejuk karena Ac dan hanya muat beberapa penumpang.
Tapi taxi yang multifungsi, muat untuk menampung puluhan orang, di atas, di bawah, di belakang, dimanaa pun.

Aku turun dari taxi beserta rombongan yang lain. Aku merogoh sakuku lalu memberikan uang dua lembar ke arah Pak supir.

"Makasih pak"

"Sama-sama"

Entah kenapa, pagi ini aku memikirkan cincin yang kemarin diambil Arman, aku bingung nanti harus pasang ekspresi seperti apa.

"Arman kenapa mengambil cincinku sih, mungkin dia sengaja menjailiku"
Hihi aku tertawa sendiri sepanjang jalan di koridor Sekolah.

Aku berharap Arman akan datang lebih pagi, biasanya yang selalu datang awal hanya aku, Alexa, Dana, Edo, dan Arman. Eh ada satu lagi, Aji. Teman kelas yang satu itu tiap kali datang nggak pernah masuk ke kelas, paling cuma meletakkan tasnya lalu pergi ke luar.

Aku melenggang berjalan menyusuri coridor,
Senyumanku langsung terhenti setelah melihat Arman ada di dalam kelas, pirasatku ternyata benar.

Dia memang datang lebih pagi, tapi dia tidak sendiri, ada April di sebelahnya. April anak IPA dari kelas sebelah.

Aku langsung menarik langkahku, takut Arman tahu kalau tadi aku menangkap basah mereka.

Aku terkejut, tak menyangka jika Arman yang aku anggap misterius, polos, ternyata...
Ternyata..!

Aku memegang dadaku, sesak, sakit.. Air mataku jatuh seketika,
"Apakah aku kecewa?"
Aku sekarang hanya bisa menutup mulutku, mematung di balik dinding.

"Sayang.. Sini dong"

"Kamu apaan sih"

"Sini.. Aku kangen sama kamu"

"Ihhh kamu.."

"ARMAN KAMU TEGA!"

Aku berlari, tak kuasa mendengar obrolan mereka di dalam, apakah begini rasanya kecewa?

........
Aku menunduk, mengamati kertas kosong di hadapanku. Buku diary yang selalu ku bawa kemana pun. Tangan kananku memegang pena, berniat menggoreskan sesuatu.
Tapi entah kenapa, otakku kosong, tak ada satu kalimat pun yang muncul untuk ku tulis.

Alexa dan Dana sibuk ngobrol, seru, tapi aku hanya menimpali mereka dengan senyuman, sesekali kalau aku membuka mulut, yang terucap hanya kata "Iya", "enggak", bergantian.

Tak butuh waktu lama, Alexa dan Dana ternyata menyadari perubahan drastis sikapku.

"Pelangi.. Kamu kenapa?"

Aku menoleh, tak enak sudah membuat Dana melontarkan pertanyaan seperti tadi. Harusnya aku tidak mengorbankan kekhawatiran perasaan sahabatku hanya karena masalah tadi.

"Iya, kamu kenapa.. "
Kali ini Alexa berkata pelan

"Ayo cerita dong kalo ada masalah.. "
Aku menggeleng, lalu tersenyum kaku.

"Kalian apaan sih? Aku tadi hanya fokus sama diaryku, nih"

"Yaelah.. Diary itu ditulis kalo lagi sendirian, itu baru pas. Kalo di tengah-tengah keributan begini mana bisa."
Dana mengibaskan tangannya. Sebelah tangannya lagi mengambil diaryku, dilihatnya lembar kosong yang kubuka,

"Ah.. Ini masalah gampang"
Dana menuliskan sesuatu, kini wajahnya begitu dekat dengan diaryku, aku tak bisa melihat apa yang ditulisnya di sana, yang terlihat hanya ujung matanya, yang sesekali menyipit.

"Nih.. "

"Pelangi di hati Alexa dan Nana"

Aku tersenyum, Selalu ada cara dari mereka yang selalu bikin aku ketawa, bikin aku lupa rasanya kecewa.
...
Cincin perakku sekarang berada di hadapanku, di telapak tangan yang jelas aku kenal.

Telapak tangan Arman!.

Aku mendongak, menatap wajah Arman, kali ini ingin rasanya aku menonjok pipinya keras-keras, perasaan kemarin hilang seketika, infil!

"gue enggak nyangka man, lo kayak gitu, gue enggak nyangka man.. "

"Nih Cincin lo yang kemarin"

Seperti biasa, segaris senyum tersungging di wajahnya.

"Sekarang gue infil, cincin perak itu disentuh tangan lo, tangan yang tadi lo gunain buat... "

"Pelangi? Lo ngelamun? Heiii"
Arman membungkuk, mengibas-ngibaskan tangannya, aku tersentak, kali ini aku hanya memilih diam, malas ngobrol sama Arman. Aku berusaha mengembalikan ekspresi wajahku, aku tersenyum cuek. Bahkan sekarang rasanya aku ingin muntah.

"Nggak, makasih"
Aku menadahkan sebelah tangan dengan malas, Arman menjatuhkannya, mungkin tahu kalau aku anti sentuhannya. Bukan anti, lebih tepatnya alergi.

"Sama-sama"
Arman mengangkat tubuhnya, lalu kembali ke tempat duduknya.

Aku memutar cincin perakku, mendorongnya ke jari manisku.
Muat.

"Muat Na, Alexa"
Aku berseru, tak percaya.

Alexa dan Dana juga ikut terkesima.
"Ciyee.. "
"Arman mungkin sengaja menukarnya ama cincin yang ukurannya muat di jari lo"

"Iya bener.. "

"Udah, kalo seandainya dia nembak, terima aja.. "
Alexa mencoba merayu.

Aku membuka mulut, ingin membantah, ingin menceritakan kejadian yang aku liat tadi pagi sama mereka. Tapi ah sudahlah.. Nggak penting juga!

--------

Sahabat readers,
Gimana kalo kalian di posisi Pelangi? Apa kalian akan berpikiran yang sama dengannya?

>>>>>

Novel Remaja: R Kuadrat (Completed)Where stories live. Discover now