6. What Relationship?

2.3K 217 6
                                    


kedua mataku masih menatap lekat wajah  park ahjumma dan pria yang berada disampingnya. aku benar-benar tidak percaya jika pria itu adalah anak laki-laki kecil yang bersalah dari masalalu hidupku. Bahkan aku tidak pernah menduga jika aku dan anak kecil  itu memiliki hubungan khusus. kedua mataku masih melihatnya dengan penuh keheranan.


"Ah—eomma akan meninggalkan kalian, gunakan waktu kalian untuk memberi salam rindu, ahjumma tahun jika Jiyeon lupa dengan jimin, tapi Jimin tidak akan pernah lupa." ujarnya, kemudian ia mulai berdiri  dan menghilang  dibalik pintu besar tua.

Aku membuang nafas pelan.

Canggung.

Aku bingung. Namun dengan perlaham bibirku membentuk senyuman, ku branikan diri untuk  melihat wajah Jimin. Melihat wajahnya mengingatkan ku atas kejadian yang pernah dilakukan olehnya waktu itu.

Aku tidak marah dan benci saat mengingat perkataannya beberapa bulan lalu,  aku  sudah melupakan semuanya dan memaafkannya. Bahkan jika diingat lagi bukan Jimin merasa bersalah, tapi aku.  Jadi, sekarang mari berpura-pura kita tidak pernah mengalami kejadian dulu.

"Eum... senang bertemu denganmu." sapa ku pelan, dengan memperlihatkan senyum simpul milikku kearahnya.

Kedua mata Jimin itu menatapku, dan hanya mengangguk pelan, kemudian tersenyum tipis.

maksud?!!!!

Sangat tidak sopan. aku menahan kekesalan ku. sebisa mungkin. tanpa pikir panjang dan bingung aku melirik jam tangan arlojiku kembali.

"Ah sudah waktunya."

Aku berdiri dan segera meninggalkan Jimin sendiri disana. 

Dengan pikiran yang masih kacau,  aku masih tidak mempercayai ini semua. 

Langkah kakiku mulai berhenti dan duduk diatas bangku. Kedua mataku menunduk kearah sepatu merah yang talinya sama sekali tidak terikat rapi, angin menyentuh kulitku dengan lembutnya, suara aliran air sungai terdengar nyaring ditelinga, burung-burung langit berterbangan kearah lain, langit mulai berubah warna, menandakan sebentar lagi Dewi malam akan segera datang.

Satu kaki mulai ku ayunkan kedepan dan kebelakang, hingga kedua kakiku mulai serasi berayun, mataku menangkap adanya cahaya bulan yang benar-benar akan menyinari penjuru kota ini, kornea mataku menangkap indah bulan dilangit, mengartikan bahwa tidak butuh waktu yang lama lagi, akan ada kebahagiaan yang datang.

"Jiyeon-ah, kau tidak pulang? eomma mencarimu."

Mendengar suara itu membuatku
menoleh kebelakang dan mendapati seorang pria yang sedikit lebih tinggi dariku, berparas tampan dan manis. Ia berjalan mendekat dan duduk disampingku, matanya melihat  kedepan tanpa melirik kesamping sedikitpun, aku melihatnya dengan bingung, kemudian menundukkan mataku kebawah dan memalingkan wajahku kearah lain.

"Kenapa kau mengikutiku?"

"Kau mau kembali?" tanya Jimin.

"Sebentar lagi, saat aku sudah cukup puas menatap bulan." jawabku sesantai mungkin. Walaupun hatiku mengatakan yang sebaliknya, aku hanya mencoba menahan kegugupanku saat disamping Jimin—maksudku aku tidak bisa membiarkan rasa yang dulu kembali tumbuh.

Aku masih mengontrol deru nafasku yang masih tak karuan, sedikit sesak, dan panas jika berada bersama Jimin dibangku yang sama.

"Maaf." ucapku pelan dan samar.

Detik itu juga Jimin menoleh kearahku, begitu denganku yang sudah menatap Jimin, mata kami sempat melihat satu sama lain, tapi dengan gerakan cepat aku memutuskannya.

Overnight[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang