Aksara Nata || 4. Dia Daniel

447 132 357
                                    

"Cinta yang paling manis ialah yang dipelihara dengan tangan Rahasia, Bibir yang terkunci, dan Pengorbanan dalam Diam."

-Aksara Nata

· · • • • • • • · ·

"AYAH, kok lama banget sih rapih-rapihnya, nasinya keburu dingin nih." Nata mengerutkan keningnya, sudah hampir setengah jam Ayahnya ada di kamar, daritadi jawabannya hanya, "Bentaarrr, dikit lagi."

Nata menyusun sendok dan garpu dengan rapih, membuat pasangan benda untuk makan itu berada di sisi piring. Sosis goreng ia taruh di tepi piring dengan nasi di tengahnya, "Tiga sosis buat Ayah, dan dua buat Nata." Lafalnya riang.

"Nata, Ayah ganteng nggak?"

Gadis yang terduduk manis di kursi makan itu menengok cepat, matanya membulat melihat Ayahnya, "Woaahh kok Ayah pakai jas?" Nata berdiri, menghampiri Ayahnya. Jas hitam berdasi merah, kumis yang tersisir, sungguh Ayah yang gagah.

"Ayah diterima kerjaa Nataa, di perusahaan besaar!" seru Ayah kegirangan.

"Woaah seriuss?" Nata memastikan, ia diberi anggukan penuh keyakinan. Segera ia pegang kedua tangan Ayahnya, melompat-lompat dengan suka cita, "Yeaay!!"

"Yeaayy juga Nakkk." Ayah ikut melompat-lompat.

"Ayaah nggak usah cari kerja lagii horeeee!"

"Yee horeee!" Ayah tertawa.

"Eh Ayah jangan lompat-lompat, nanti gempa."

Ayah mencubit pipi Nata gemas, "Nih tsunami pipi."

· · • • • • • • · ·

Bola coklat itu memantul kencang, pantulan terdengar berirama karena tenaga kuat yang mendorongnya ke tanah. Kaki laki-laki itu menghentak, ia melompat kecil lalu menembakan bola tersebut ke ring. Bola tersebut tidak masuk, malahan terhempas karena mengenai cincin ring.

"HUUU GIMANA SI DANIEEL CEMEEEN! MAINNYA PELAN-PELAN ITU KAN BOLA SEKOLAH, TINGGAL SATU-SATUNYA."

Daniel menangkap cepat bola yang memantul tak kenal arah, men-dribble bola sembari memandangi gadis yang menyorakinya. "Kayak Nata bisa aja maen." Teriaknya sebelum ia kembali fokus melakukan tehnik lay-up.

Nata memanyunkan bibirnya mendengar kata-kata Daniel, ia menunduk, menggenggam erat botol mineral. Tumben sekali gadis itu melepas almameter sekolahnya, biasanya Nata paling rajin memakai atribut sekolah.

Soal semalam, apa Nata kasih tau aja yah ke Daniel, batin Nata, tangannya sedikit-sedikit melepas perekat dari plastik merk yang melingkar di badan botol yang ia pegang.

"Nat, kenapa lu nggak cari kerja lain?" Vero meletakkan telapak tangannya diatas paha Nata, menatap gadis yang ada di depannya.

Suasana malam yang tenang, diisi oleh gejolak tawa orang-orang. Tempat ini banyak di datangi oleh remaja-remaja laki-laki, ada juga pekerja kantor yang meluangkan waktunya disini sebelum pulang kerumah dengan rekannya.

"Kalau kerja siang, Ayah pasti tau Nata kerja Vero. Kalau misalnya tau, Ayah pasti nggak setuju. Apalagi Daniel pasti nggak setuju." Pandangan Nata beralih pada desain café, dominan coklat dengan warna yang adik-kakak, atau bisa disebut memiliki gradasi warna yang indah. Furniture disini juga sangat cocok dengan ruangan.

Vero mendengus, "Kenapa sih lu takut sama Daniel, dia tengil banget tau, gue kesel."

Fokus Nata terpecah, "Daniel orang baik, kalo Vero tau sisi baik dari Daniel, Nata jamin, suatu hari Vero pasti mengerti tentang Daniel." Nata tersenyum.

Aksara Nata [ SEGERA TERBIT ]Where stories live. Discover now