Aksara Nata || 24. Tentang Ibunda

175 21 74
                                    

"Bukan tentang siapa yang melahirkan, namun tentang siapa yang menjaga, merawat, dan mencintaimu, dari langkahmu kaku sampai tegap badanmu."

-Aksara Nata

· · • • • ✤ • • • · ·

"SHUT!"

Bola orange itu terlihat memutar dan mencelos ke bawah. Pelempar pun menangkap kembali benda tersebut, memantul-mantulkannya. Melebarkan kaki sebelum ia kembali menerka tenaga untuk memasukkan bola.

"Katanya, Oma tuh sesek dada gara-gara pembuluh darahnya nggak lancar."

Dengan gancang ia pertahankan gerakan kakinya, meraih bola, kemudian menembakkan lagi benda tersebut ke dalam ring.

"Harus kurangin nakalnya, tidur jangan malem-malem, jangan makan terlambat, biar nanti kalo Omanya nggak ada, kamu selalu sehat."

Laki-laki itu menyibak rambutnya yang basah akibat peluh, dalam detik ketiga ia pun berlari cepat ke arah bola. Kakinya berdecit ketika seseorang memotong pijaknya.

Menangkap benda tersebut lebih dulu.

"Lu kenapa Niel? Ada masalah?"

Daniel menggeleng, memandang bola yang melayang ke arah ring, dan masuk.

"Keras juga lu latihan, dari kecil kayak gini? Apa karena bentar lagi turnamen?"

"Dua-duanya." Laki-laki itu tersenyum kecil, memilih untuk pergi dari wilayah lapangan basket. "Duluan, Lang."

"Sukses Niel turnamennya!" seru laki-laki berambut naik itu. "Pura-pura cedera kek biar gua bisa ikut main."

Daniel menoleh sebentar, menyunggingkan senyum terimakasihnya, kalimat Elang terdengar sangat menggelitik baginya.

"Cucu Oma yang kayak batu."

Laki-laki yang tengah berjalan itu menghela napasnya. Mengerenyitkan kening saat hatinya merasa tidak nyaman.

"Oma sayang kamu."

· · • • • ✤ • • • · ·

Bocah kecil itu menggaruk tepi matanya, merasa gatal karena poni yang turun di bawah alisnya. Berkali-kali ia berusaha menyibak rambut, nyatanya helai-helai halus tersebut terjatuh lagi.

Kemudian ia memijakkan kaki perlahan, hendak menuruni tangga. Dengan sebuah pistol mainan di tangan, anak itu berpikir bagaimana caranya agar derap langkahnya tidak terdengar saat memijak tangga.

Bocah kecil itu melebarkan kedua kaki, berpijak di antara ujung kanan-kiri tangga, melangkah ke bawah. Butuh waktu yang lama untuk mengetahui bagaimana cara agar derap langkahnya terpendam.

"Nggak bagus Daniar kalau kamu jauh dari anak."

Bocah itu menggaruk lagi sudut pelipisnya yang gatal, mengacak-ngacak poninya, gemas sendiri.

"Ma, di Indonesia aku bakal gini-gini aja, Mama tau sendiri, kan?"

"Oma?" gumam bocah itu seraya menyatukan alis tidak suka dengan apa yang ia intip sekarang.

Seharusnya ia mengintip Oma yang sedang menonton TV, lalu menembak kaki neneknya dengan peluru mainan.

"Jangan pisah sama anakmu Niar," suara Oma terdengar memelan. "Bukan Mama nggak mau urus Daniel, dari kecil juga kamu udah sering tinggal-tinggal sama Mama. Mama cuma nggak mau dia jauh dari kamu."

Aksara Nata [ SEGERA TERBIT ]Where stories live. Discover now