Aksara Nata || 5. Ingkar

425 107 240
                                    

"Jarak yang paling memilukan sebenarnya bukanlah tentang raga kita yang berjauhan, melainkan dimana kita saling memikirkan cara untuk menyakiti saat mata kita bertemu."

- Aksara Nata.

· · • • • ✤ • • • · ·

"LIMA puluh lima!"

Siapa yang suka dijemur pada saat Matahari tengah memancarkan kegagahannya? Bukan hanya matahari, coba sentuh lapangan sekolahmu saat hari sedang terik, satu kata yang tepat untuk keadaan itu ialah panas. "Kenapa berhenti Daniel?"

Pertanyaan itu sukses membuat Daniel menelan ludahnya kasar. Hitungan Guru Olahraga, Pak Hasan, tidak naik-naik sedari tadi, mungkin ia sudah push-up lebih dari lima ratus kali sejak jam Istirahat selesai.

Udah gila dia, Daniel merutuki pria itu.

"Terlalu mudah untuk kamu ya." Lanjut Pak Hasan, pria berbadan tegap dengan dada bidang itu tersenyum kecut, sudah lama ia ingin menghukum murid yang sering sekali ribut di sekolah, siapa lagi kalau bukan Chakra Daniel Winata. "Bangun." Perintahnya.

Daniel segera bangkit tanpa rasa penat sedikitpun, menutupi kenyataan kalau tenggorokkannya butuh air sekarang. "Lari 50 putaran penuh, di mulai dari sekarang."

Laki-laki itu mengangguk, memulai pijakkan kakinya kencang tanpa memandang wajah gurunya sekilas pun.

Bagaimana dengan Rafael? Mungkin laki-laki itu berada di kelas dan bermain game di bawah kolong meja. Sungguh tidak adil bukan? Mengapa orang selalu menilai dengan rupa luar? Sungguh pemikiran yang dangkal.

Dasar kaum penjilat, jijik. Daniel mempercepat langkahnya, memainkan emosi di dadanya, hingga kakinya dapat berlari dengan cepat.

"Puding murah!"

Daniel meringis, seharusnya ia hancurkan saja wajah Rafael tadi. Bukankah dengan menindas Nata sama saja membuktikan kalau Rafael orang yang lemah? Jika tidak suka dengan Daniel, Ya pukul ae gua-nya, kenapa Nata yang kena.

Sementara itu, di sisi lain. Nata sibuk mengetuk-ngetukan pulpennya ke meja. Ia menaikan kepalanya, menemukan wajah Daniel yang memerah kepanasan di lapangan. Sudah hampir jam pulang, Daniel masih menjalani hukumannya. Hatinya merasa perih melihat pemandangan itu.

Tega ih Pak Hasan, Daniel nanti pusing, Nata membatin, khawatir.

"Have you finish yet?"

"Not Nyet." Sahut salah satu anak, diiringi tawa oleh penghuni kelas. "Shut down woi jangan berisik." Vito malah tambah mengundang cekikikan.

"Vito, get out please." Perintah Miss Ella seraya tersenyum manis.

"Bego dah." Vero menutup separuh wajahnya, ia tidak bisa berhenti tertawa sedari tadi. Namun tetap saja hatinya yang peka, memperhatikan Nata yang termenung dari tadi, "Lo kenapa Nat?"

"Daniel." Jawab Nata seraya menidurkan kepalanya di atas meja.

· · • • • ✤ • • • · ·

"Haah.. haah.." Daniel menekuk lututnya yang mulai bergetar, dadanya juga terasa panas, lehernya sudah sulit menelan liur, begitupula lidahnya yang kelu.

"Cukup, silahkan pulang." Pak Hasan menepuk pundak Daniel dari belakang, tersenyum sebelum benar-benar pergi meninggalkan laki-laki yang kehabisan energi itu.

"Lima puluh delapan." Hitung Daniel sembari tertawa kecil, jelas-jelas dia tahu Daniel sudah melakukan hukuman 50 putaran penuh, namun sepertinya beliau sengaja menambahkan hukuman tersebut menjadi 58 putaran.

Aksara Nata [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang