Aksara Nata || 17. Kaleng Soda

270 37 170
                                    

"Suatu hari kamu akan menyalahkan semesta, memaki langit yang terlalu indah malam itu. Padahal kamu tidak menyadari, daun yang layu sudah menegurmu. Tidak ada yang abadi, sekuat apapun kamu mengikat."

-Aksara Nata.

· · • • • ✤ • • • · ·

SEBUAH koin memunculkan suara denting saat mendarat, kaleng soda yang sengaja diperbesar lubangnya itu sudah terisi seperempat. Dengan tangan rapat, gadis itu memandangi seseorang yang terduduk di sisinya.

"Kak Erlan, kenapa sih kita ngumpulin uang di kaleng? Uangnya nanti buat apa? "

Erlan tidak menengadah, terpusat kepada sebuah kaleng di genggamannya. "Biar kalau nanti anak kita sakit," tanpa ia sadari, pipi gadis di sebelahnya memerah. "Kita jadi punya uang buat berobat."

Laki-laki itu mengulum senyuman, merasa senang dengan ucapannya sendiri. Sejujurnya ia malu, tapi mau bagaimana lagi, sudah terucapkan juga.

"Yah, garing ya gombalan Kakak," dengus Erlan ketika ia menyadari kalau gadis di sebelahnya hanya diam saja.

Matanya melirik pelan, terkekeh saat menyadari bahwa wajah gadisnya kini merah padam. "Nata," panggilnya.

"Emm?" Nata mendongak sedikit, agar bisa melihat jelas wajah Erlan. Laki-laki itu menghela nafasnya, terlihat dari ekspresinya, ia gugup.

"Boleh pegang tangan kamu nggak?" tanya Erlan, wajahnya nampak gelisah saat Nata tidak menjawab pertanyaannya. "Maaf, Nata, kakak lancang permintaannya. Kalo Nata udah mau pegangan tangan sama Kakak, bilang ya."

Mereka berdua sama-sama terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Hal itu membuat Erlan tidak nyaman, sudah berkali-kali ia mencuri pandang. Nata tidak pernah membalasnya, gadis itu malah menatap ke arah lain, sehingga Erlan pun tidak bisa melihat wajahnya.

"Nata, jangan mar-"

Deg!

Erlan terkesiap, matanya terpaku sebentar pada Nata. Kemudian beralih kepada jemari yang menggenggam tangannya.
Dingin, tangan gadis itu dingin. Lalu seulas senyum itu terbentuk dari asalnya.

"Makasih," ucap Erlan kaku. Laki-laki itu menangkap jemari Nata, melengkapi sela-sela jari gadis itu dengan jemarinya, ia menggenggam, erat.

"Nata nggak marah kok Kak." Nata menahan senyumannya, matanya menilik sebentar wajah laki-laki di sampingnya. "Nata malu.."

Erlan tertawa kecil, tidak ada yang bisa ia lakukan selain tertawa dan menikmati detak jantungnya yang tidak normal. Tidak ada yang tahu, degup itu beradu. Emosi, meluap-luap. Hari ini, kita bersama, dan kita bahagia, itu saja.

"Nata," lagi-lagi, laki-laki itu memanggil.

"Iyaa?"

"Jangan dilepas ya," pinta Erlan lagi.

Salah satu dari kedua tangan mereka, sama-sama bertumpu di atas pagar jembatan. Begitupula, mata. Berbinar memandang pantulan rembulan di atas air, di bawah sana.

Terimakasih sudah menjadi indah malam ini bintang-bintang, terimakasih semesta karena sudah menyelaraskan kita.

"Kemana pun nanti kita pergi, kita harus ketemu disini dulu." Laki-laki itu tersenyum lepas, penuh kebahagiaan. Tidak perduli apakah degup jantungnya akan terdengar atau pun tidak.

Aksara Nata [ SEGERA TERBIT ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora