#3 - Calon Pacar

666 142 8
                                    

Entah keterlambatannya hari ini patut ia syukuri atau tidak. Masih dengan kaki yang dibebat perban, Chandra mendudukkan dirinya di wastafel. Tak peduli jika guru tiba-tiba masuk ke dalam toilet. Gadis bernama Roseanne masih sediam pertama kali mereka bertemu. Chandra masih betah menatap gadis yang sedang bergerak teratur menyikat toilet di salah satu bilik.

"Jadi nama kamu Roseanne si pintar dari kelas IPA?"

Seolah angin lalu. Rosé sama sekali tak merespon. Gadis itu tetap melakukan kegiatannya menyikat toilet. Chandra ingin rasanya berteriak. Baru kali ini mendapati seseorang dengan terang-terangan mengabaikan keberadaannya.

"Mau dibilang bisu tapi nggak. Mau dibilang lagi sakit gigi kayaknya nggak juga. Halo. Ini ada orang yang lagi ngomong sama kamu lho. Dibales kek," gerutu Chandra. Tangannya jahil memainkan kran air. Ini merupakan kali pertamanya menerima hukuman semenjak menginjakkan kaki di bangunan sekolah setahun lalu. Sebuah catatan baru yang akan terus ia ingat. Terlebih ia dihukum bersama seorang gadis. Ya walaupun gadis itu secara terang-terangan bersikap acuh.

"Daripada ngobrol dan buang-buang waktu mending bersihin aja biar cepet selesai," ucap Rosé tanpa berbalik.

"Kaki saya masih cedera nih." Chandra mengangkat kaki kirinya yang beralaskan sandal dan masih dibalut perban. Kemudian berakting kesakitan. Sengaja agar mendapat perhatian dari Rosé. Tak sadar kalau aksi pura-puranya mudah sekali ditebak.

Chandra kembali memasang wajah kesakitan ketika Rosé berbalik, "Tapi kok tadi pas jalan lancar-lancar aja? Jangan coba-coba bohong ya."

Chandra berdecak, "Saya kayak gini juga 'kan karena kamu."

Pemuda itu mencoba mengalihkan kesalahan sepenuhnya pada Rosé.

"Tapi saya sudah bertanggung jawab." Rosé melengos lantas kembali menyikat toilet.

Dengan langkah pelan Chandra turun dari wastafel. Sebenarnya kaki Chandra sudah sembuh setelah dibawa ke tukang pijat. Tapi hanya untuk terbebas dari latihan memanah ia berbohong jika kakinya masih belum sembuh. Chandra sedang berusaha terlepas dari rutinitas monotonnya. Sekali-kali menjadi anak yang nakal sepertinya menarik.

"Duit kamu nanti saya ganti deh."

"Kan udah saya bilang nggak perlu!"

"Wo-wow!" Chandra yang sedang mengambil gagang pel terkejut dan hampir terpleset. "Habis kamu nggak mau nyebut nama," ucapnya.

"Buat apa? Kayaknya tadi Pak Haidar udah nyebut nama saya. Kamu tadi juga nyebut nama saya."

Chandra terkejut ketika Rosé melakukan gerak yang begitu tiba-tiba. Rosé berbalik ketika Chandra baru saja mengangkat gagang pelnya. Mata Chandra mengerjap kemudian menatap ke mana saja asal tak menatap wajah Rosé sedang Rosé terkejut menyadari jika tubuh tinggi Chandra teramat dekat dengan tubuhnya jadi ia spontan mendorong tubuh Chandra.

"Aduh!"

Hingga terjatuh.

"Kamu ngapain di belakang saya?!" tanya gadis itu galak.

Chandra meringis lantas tak berani menatap wajah Rosé pun dengan pipi yang memerah. Aduh kalau begini justru Chandra yang malu. Bodoh memang seorang Chandra. Ia tadi hanya ingin mengepel di dekat Rosé dan tak sadar sudah sedekat itu bahkan tadi ia bisa menghirup aroma shampoo yang menguar dari rambut halus Rosé. Aduh sepertinya pipi Chandra makin merona.

"Ngepel di situ aja dulu! Saya beresin ini baru kamu ngepel di sini," tandas Rosé mutlak.

Tak berkutik. Chandra patuh. Ia kembali mengepel sesekali bersiul atau bersenandung.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDWhere stories live. Discover now