#16 - A Date

345 75 0
                                    

Sore itu jalanan cukup ramai mungkin menjelang malam akan lebih ramai lagi mengingat hampir semua kaula muda memenuhi jalanan untuk mengisi malam minggu mereka entah bersama gebetan atau bahkan kekasih di luar rumah. Ibam dan Lisa menghilang entah kemana setelah menurunkan Chandra bersama Rosé di depan salah satu kafe ibukota.

"Masuk yuk."

Rosé menurut, kaki jenjangnya mengikuti langkah kaki Chandra lantas terkesima menyadari jika dekorasi kafe mirip seperti galeri foto di mana juga terdapat banyak sekali foto terpajang di dindingnya. Masih ingat bukan kalau Rosé merupakan maniak fotografi. Dan bukannya duduk untuk memesan makanan, Rosé justru merengek kepada Chandra untuk menemaninya berkeliling.

"Konsep kafenya bagus banget," ucap Rosé masih dengan pandangan kagum.

"Lo suka?"

Walau matanya tak lepas dari setiap cetakan foto yang tertempel di dinding kafe, Rosé tetap menjawab pertanyaan itu dengan anggukan kepala.

"Jadi nggak salah dong gue cari tempat kencan," celetuk Chandra tiba-tiba pun berubah tersenyum canggung saat sadar Rosé menatapnya dengan raut terkejut.

"Kencan?"

Rosé mengingat perbincangannya bersama Lisa tempo lalu, masih segar diingatan ucapan Lisa hari itu.

"Coba deh sekali-kali jangan kaku sama cowok. Kita ini masih muda Rosé, sekali aja lo nikmatin masa muda lo. Ambis boleh tapi apa salahnya sesekali pergi ngedate. Hidup itu cuma sekali Rosé. Dan perasaan suka ke lawan jenis itu wajar."

Apa Rosé menyukai Chandra?

"Eum. Itu kalau lo nggak keberatan. Eh tapi kalau lo cuma nganggep ini kayak jalan biasa sama temen juga nggak apa sih," ucap Chandra masih dengan sedikit rasa kecanggungan yang kentara.

"Ayo pesen makanan!" Rosé buka suara setelah mereka saling diam meresapi kecanggungan.

"Eum. Ke lantai dua aja yuk. Kali ini gue jamin lo bakal lebih suka."

Tak ingin berlama-lama. Rosé pun membalasnya dengan anggukan kepala bonus senyum manis yang berhasil membuat gula darah Chandra naik.

***

"Udah dapet bukunya?"

Rosé mengangguk antusias sambil menunjukan satu buku tebal dipelukan. Entah bagaimana bisa ada kafe yang konsepnya sesuai sekali dengan kesukaan Rosé. Bagaimana tidak setelah di lantai satu disuguhkan dengan tema galeri foto maka memasuki lantai dua akan dimanjakan oleh rak-rak berjejer yang berisi buku persis seperti perpustakaan namun bebas minum dan makan. Sungguh, kafe itu seperti mewakili Rosé. Seperti ia masuk ke dalam nerdy land anehnya konsep itu justru terlihat bagus. Entah siapa pemilik kafe ini tapi Rosé ingin berterima kasih. Entah bagaimana pula Chandra bisa menemukan kafe semacam ini. Mungkin nanti Rosé harus mengucapkan terima kasih juga pada bagaskara muda jilid dua maksudnya Chandra. Rosé belum pernah menemui ayah Chandra yang bernama Bagaskara yang beberapa kali disebut-sebut memiliki pistol. Entah apa pekerjaan ayah Chandra sehingga memiliki izin untuk menggunakan senjata mungkin saja polisi atau tentara. Rosé sedang berusaha untuk tidak masuk ke dalam lingkup Chandra lebih jauh. Rosé hanya takut tak akan bisa menemukan jalan keluar.

"Aku baru tahu kalau ada kafe yang aku banget kayak gini," ucap Rosé kemudian duduk di sebrang Chandra yang sibuk mengaduk cangkir kopinya.

"Syukur deh kalau lo nyaman sama tempat ini," balas Chandra.

"Jangan kebanyakan minum kopi," tutur Rosé entah dalam rangka apa juga sangat tiba-tiba sekali. Rosé sendiri pun bingung kenapa kalimat itu keluar dari mulutnya.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDKde žijí příběhy. Začni objevovat