#39 - Pilihan

227 47 13
                                    

Langit di luar terlihat membentang biru dengan matahari yang bersinar terik. Ayah menggunakan setelan baju santainya terlihat sedang membersihkan senjata api miliknya di ruang depan. Satu cangkir kopi yang masih mengepulkan asap menjadi teman selepas makan berat. Chandra baru saja datang dari arah dapur setelah melepas dahaga, melihat ayah yang begitu rajin Chandra sebenarnya juga ingin membersihkan peralatan memanah, tetapi ia terlalu malas. Ia hanya ingin waktu liburannya dihabiskan dengan bermalas-malasan sepanjang waktu.

"Nggak workout kamu?" Ayah bertanya.

"Siang-siang gini ngapain workout? Yang ada udah keringetan duluan karena panas," balas Chandra.

"Alah tadi pagi aja Ayah liat kamu masih ngorok."

Chandra duduk di depan ayah. Matanya dengan seksama memperhatikan pistol ayah yang sebenarnya sudah mengkilap, tetapi masih saja ayah lap.

"Chandra mau males-malesan dulu, Yah. Nyenengin diri dulu sebelum ujian nasional."

"Jawaban kamu udah kayak anak gadis yang ditanyain ibu-ibu kapan nikah aja." Ayah membalas Chandra dengan candaan.

"Chandra boleh nggak make pistol itu, sekali aja," pinta Chandra yang sepertinya akan dapat penolakan.

"Ngapain minjem pistol Ayah kalau kamu punya panah?"

Chandra mengerutkan dahi, "Tapi bentar lagi bakal ganti pistol."

Ayah menghentikan gerakan mengelapnya, hening tiba-tiba datang. Chandra sendiri memilih bungkam.

"Kamu udah mutusin?" tanya Ayah.

"Kalaupun Chandra milih pakai pilihan Chandra, tetap aja 'kan akhirnya Chandra pegang pistol bukan panah?"

"Maafin Ayah."

Kemudian kembali senyap. Chandra sibuk dengan pikirannya sendiri pun begitu dengan ayah.

"Maaf karena nggak bisa bantuin kamu." Ayah kembali meminta maaf.

"Nggak papa, Yah. Ayah nggak usah minta maaf. Walaupun pada akhirnya Chandra harus nurutin Kakek. Asal Chandra masih bisa megang panah juga Chandra baik-baik aja kok."

Ayah menganggukkan kepala, "Jadi  nggak mau nyoba ikut seleksi ujian masuk perguruan tinggi nih?"

Chandra menggeleng, "Nggak. Lagian Chandra juga nggak tau mau masuk jurusan apa."

Kring!

Alarm pengingat di ponsel Chandra tiba-tiba berbunyi. Ah Chandra baru ingat kalau ia ada janji. Satu tahun terasa begitu cepat sekali berlalu. Tak sangka Chandra berhasil mengubah hari-hari monotonnya menjadi penuh warna sepanjang tahun keduanya di sekolah. Pun setelah berada di tingkat akhir, Chandra harus fokus dengan ujian akhirnya. Sungguh, Chandra tidak menyangka jika waktu cepat sekali berjalan. Itu sebabnya Chandra bersiap ke rumah Rosé untuk merayakan peringatan satu tahun hubungan mereka. Hubungan yang Chandra pikir tidak akan berjalan cukup lama. Karena ya setelahnya Chandra menyadari jika tidak ada yang bisa bertahan selamanya. Kenapa Chandra naif sekali? Sudahlah. Pokoknya ia tidak boleh merusak hari penting dengan pikiran-pikiran negatif.

Chandra melempar-lempar kunci motor di tangan. Senyum bahagia terpancar di wajahnya. Ayah sudah memperbolehkan Chandra bebas mengendarai kendaraan bermesin tanpa takut dihukum. Walau kendaraan hasil meminjam. Chandra tetap bersyukur. Setidaknya ia tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi hanya untuk bisa mengendarai motor atau mobil.

***

"Kenapa siang bolong gini ngajak ke pantai sih?" protes Rosé.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDWhere stories live. Discover now