#25 - Pengakuan

306 63 1
                                    

Ruang redaksi Memora terlihat tak sesunyi beberapa hari belakangan. Rosé dengan kacamata yang sedikit melorot dari pangkal hidung mancungnya tengah sibuk menulis artikel tentang kemenangan Chandra di kejurnas beberapa hari lalu. Sisanya sedang sibuk merunding persoalan perlombaan majalah antar sekolah yang akan mereka ikuti. Sungguh momen langka ketika Doni dan Dalia tidak terlibat cekcok walau sudah berada di satu ruangan untuk kurun waktu yang tidak sebentar. Semua jelas merasa aneh dan juga keheranan. Coba bayangkan. Dulu bahkan satu menit saja Doni dan Dalia tak betah berada di ruangan yang sama. Tapi hari ini?

"Berasa ada yang aneh nggak sih?" tanya Erwin tiba-tiba ketika suasana saja sedang serius sampai-sampai Rosé juga berhenti dari kegiatan mengetiknya.

"Aneh apanya? Lo aneh? Emang iya," sahut Ayudia dengan nada sewot.

Erwin berdecak, "Bukan itu, dodol."

"Terus?"

"Lo berdua tumben nggak ribut?" tanya Erwin sambil menunjuk Dalia dan Doni.

"E-emang kenapa?" Dalia balik bertanya pun dengan nada gugup membuat teman-temannya semakin menaruh curiga.

Ayudia menarik kursinya mendekati meja lantas bertopang dagu, "Lo berdua pacaran ya?"

"Nah itu!" seru Erwin.

Dalia jelas terkejut diberi pertanyaan seperti itu sementara Doni hanya berdehem sebentar lantas pura-pura membenarkan posisi duduk.

"Belum. Maksudnya menuju pacaran," sahut Keanu yang jelas mengundang banyak reaksi termasuk Dalia yang sudah melotot tajam.

"Kok lo yang nyaut sih, Keanu?" protes Dalia.

"Ah. Nggak seru ah kalau kalian berdua jadian. Redaksi udah nggak ada adegan menegangkan ala film thriller lagi, nggak asik," balas Ayudia.

"Apaan sih kalian? Nggak kok. Siapa yang pacaran? Nggak ada. Udah kita lanjut aja," ucap Dalia menyangkal.

"Doni kok nggak ikut nyangkal juga sih?" tanya Rosé.

Dalia spontan menatap Doni was-was, yang ditatap justru memasang wajah terlewat santai.

"Mereka tuh diem-diem naruh perhatian. Tiap hari chattingan. Malah kalau di kelas juga tetep saling ngechat padahal ngobrol langsung lebih yahud," ucap Keanu.

"Nu. Kok lo tiap hari makin ngeselin sih? Lo udah kayak admin lamtur tahu nggak!" kesal Dalia tapi dibalas acuh oleh Keanu.

"Ya gue sih ngomongin fakta. Maaf-maaf aja ya. Daripada kita ngeduga-duga mending jelas kayak gini 'kan? Kalian lagi deket. Itu fakta. Dan clear. Nggak akan ada yang ngeduga-duga lagi. Jadi akuin aja deh kalau kalian tuh saling suka."

Dalia mendengus sebal.

"Beneran deh, gue nggak pernah nyangka kalau kalian akhirnya malah saling suka. Gue kira benci jadi cinta itu cuma ada sinetron aja," tutur Ayudia.

"Emang lo ngerti cinta kayak apa? Nasib cinta lo aja nggak jelas. Ngegantung terus kayak jemuran. Nggak bosen apa-Aduh duh! Sakit heh!" Erwin merintih kesakitan karena telinganya ditarik oleh Ayudia lumayan keras.

"Makanya jangan rese!"

"Enak banget ya ngomongin orang langsung di depannya. Udah kerja lagi kerja. Kalau ada yang ngobrol di luar topik pembicaraan lagi mending keluar aja," tegas Doni pada akhirnya.

"Nanti kalau beneran jadian. Kita bakal ngaku kok dan kalian juga bakal dapet pajak jadiannya, tenang aja," ucap Doni lagi yang jelas saja mendapat sahutan menggoda dari Ayudia dan Erwin.

"Doni ih! Udah rapat lagi ayo!"

Rosé tersenyum melihat teman-teman redaksinya itu. Rosé mungkin saja gadis kaku yang sulit sekali berteman. Bergabung dengan tim redaksi sekolah itu juga karena ia menargetkan posisi bagian fotografi, awalnya memang sulit berinteraksi dengan sesama rekan tim redaksi tetapi ia mulai terbiasa terlebih karena ia merasa dikelilingi orang-orang yang baik. Akhir-akhir ini Rosé merasa menemukan dirinya yang baru. Ia yang lebih percaya diri.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDWhere stories live. Discover now