#36 - Class Meeting

276 57 17
                                    

Ujian semester telah berakhir. Seperti kebanyakan sekolah. Nuta juga memiliki tradisi yang sama ketika hari ujian telah berakhir. Berbagai perlombaan yang menarik diadakan, mini bazar dan beberapa pertunjukan seni dari beberapa ekstrakulikuler pun turut meramaikan. Chandra berdiri dengan tas di punggung dan setelan olahraganya berbeda dengan Rosé yang memakai seragam biasa. Mereka berdiri tak jauh dari ruang redaksi Memora. Satu tangan Chandra dimasukkan ke dalam saku celana.

"Jadi beneran nggak bisa nonton class meeting nih?"

Kepala Rosé terangguk.

"Yah ...," Chandra menghela lesu, "Padahal nanti aku tanding bola lho. Beneran nggak mau nengokin class meeting? Pas aku main aja deh, ya?"

Melihat Chandra yang berlagak seperti anak kecil yang merajuk karena keinginannya tidak terpenuhi membuat Rosé harus menahan tawa.

"Iya deh."

"Beneran nih?" Chandra berbinar. Terlihat sangat bersemangat.

"Eum, ya. Aku usahain," balas Rosé.

"Memora sepenting itu ya buat kamu?" tanya Chandra tiba-tiba.

Rosé tak lekas menjawab, anak perempuan itu termenung sebentar sebelum akhirnya menjawab, "I don't even know. Awalnya aku masuk ke Memora cuma karena di Memora aja ada fotografi. Sekolah kita nggak punya ekskul fotografi. Tapi setelah terjun, aku baru ngerasain suka dukanya ngejalanin ekskul yang nggak begitu populer dan diunggulin di sekolah. Ya kayak aku sama teman-teman mulai dari awal dan naruh effort banyak buat kemajuan Memora," jelas Rosé panjang.

"Dan berhasil. Jerih payah kalian akhirnya terbayar, kan?"

Rosé mengangguk, "Ini tuh kayak awards buat aku dan temen-temen. Sampai sekarang masih nggak nyangka."

"Harus nyangka dong karena ya kalian pantes dapetin itu. Oh ya." Chandra melepas tas punggungnya dan mulai mencari sesuatu di dalam sana. Rosé setia menunggu walau dengan wajah bingung.

"Hadiah."

Chandra menyerahkan sekotak cheesecake kepada Rosé yang sudah menatap dengan wajah berbinar. Sudah lumayan lama Rosé tidak mencicipi kue kesayangannya. Dan seperti dapat durian runtuh, Rosé tentu saja merasa senang.

"Dalam rangka apa?" Rosé mengambil kotak itu dengan penuh suka cita dan tentu saja sudah tidak sabar untuk mencicipi kelembutan kue itu menyapa mulut.

"Hadiah atas kerja keras kamu buat Memora. Hadiahnya nggak begitu berarti sih. Nanti deh aku kasih yang bisa kamu simpen lama."

Mata bulat itu menatap milik Chandra dengan binar yang belum juga hilang, "Makasih ya. Semua hadiah itu berharga kok. Lagian hadiah nggak harus bentuk barang."

"Siniin bentar tangan kamu," pinta Chandra.

Rosé menurut lantas digenggamnya erat tangan itu oleh Chandra sedangkan sebelah tangannya lagi digunakan untuk mengelus punggung tangan Rosé.

"Ngapain sih?"

"Nggak bisa meluk kamu jadinya pegangan tangan aja." Chandra tersenyum lebar setelah melihat reaksi Rosé, "You're doing great, Rosie. Jangan terlalu keras sama diri kamu sendiri. Kalau capek ya ambil jeda bentar buat napas. Gimana?"

"Gimana apanya?" Rosé menatap bingung.

"Aliran semangat aku udah ke bagi kan ke kamu?"

Rosé terkekeh lantas menumpukan tangan yang tidak digenggam Chandra ke atas genggaman tangan mereka.

"Gimana?" tanya Rosé.

Chandra menaikkan sebelah alisnya tidak tahu.

"Udah rasain belum kalau semangat aku itu full?"

Panah Rasa (BangRosé) | ENDWhere stories live. Discover now