#22 - Zona Pertemanan

313 67 1
                                    

Ada beberapa hal dalam hidup yang mungkin menyakiti perasaan serta hati dan yang bisa dilakukan hanyalah berpura-pura semuanya akan baik-baik saja walau kenyataannya berpura-pura hanya akan membuatnya terasa lebih menyakitkan. Rosé menuruni tangga ketika bunda sedang menjawab panggilan telpon dari Omah.

"Suka atau nggak suka Ibu sama Rosé, dia tetap anakku. Dia tetap bagian dari Prasaja. Harus berapa kali aku bilang ini, Bu. Tolong jangan ikut campur masalah keluargaku. Kami bisa mengurusnya sendiri."

Rosé diam membisu tepat di anak tangga terakhir. Bunda yang baru saja menutup panggilan itu akhirnya menyadari keberadaan si tengah.

"Oh. Oce. Kamu udah mau pergi sekarang, sayang?"

Kepala Rosé mengangguk nampak enggan menjawabnya dengan beberapa kosa kata.

"Bun, nanti Oce mau izin pergi ke makam orang tua Oce. Nggak apa kan kalau Oce ke sana?"

Bunda terlihat terkejut namun dengan cepat merubah raut wajahnya lantas mengumbar senyum.

"Nggak papa kok. Mau sama Bunda perginya?"

Rosé menggelengkan kepala, "Oce pergi sendiri aja."

"Tapi kamu-"

"Maaf Bun tapi Oce bukan anak kecil lagi. Oce bisa kok jaga diri sendiri. Nanti Oce juga mau izin ke Ayah," potong Rosé mencoba meyakinkan sang bunda.

Bunda menatap si anak tengah lamat-lamat lantas menghela napas, "Eum. Bunda sih sedikit keberatan tapi kalau Ayah ngizinin ya apa boleh buat asal kamu harus sering ngabarin Bunda. Okeh?"

"Makasih, Bun," ucap Rosé tulus.

"Iya, sayang."

"Makasih karena Bunda mau nerima Oce. Makasih karena mau ngerawat Oce. Makasih untuk segalanya," ucap Rosè lagi pun dengan mata yang jelas terlihat mendung. Ada yang mengganjal di dalam hatinya terlebih alasan kenapa Omah tidak menyukai kehadiran Rosé yang sampai saat ini pun belum kunjung Rosé tahu alasannya.

Tak mau berlama-lama hanyut dalam suasana sedih. Rosé mengembangkan senyum mengesampingkan sejenak ngilu yang mengendap di dalam hati.

"Oce berangkat dulu ya, Bun," pamitnya.

***

Rosé tak memiliki jadwal mengunjungi anak-anak di rumah sakit hari ini namun langkah kakinya ringan menjejaki tiap petak koridor untuk bertemu teman barunya. Sharon. Rosé mungkin saja pribadi yang tertutup dan sulit berteman tapi ia dengan mudah berteman akhir-akhir ini. Buktinya ia mulai terbuka dengan Chandra, merasa tak adil jika hanya Chandra yang bercerita mengenai hidup anak laki-laki itu hingga dengan mudahnya Rosé berbagi cerita bahkan ia tak menganggap Sharon hanya sebagai pasien yang membutuhkan dukungan moril. Ia justru menganggap Sharon sebagai sahabat yang akan selalu ia datangi ketika membutuhkan atau tidak membutuhkannya. Ia akan selalu berusaha di sisi gadis itu. Rosé telah berjanji.

Langkah kaki Rosé terhenti tak jauh dari kamar inap Sharon. Tak jauh dari gadis itu tepat dipelataran kamar inap ada Sharon yang terlihat ceria duduk di kursi roda.

"Ngapain sih dateng ke sini?"

"Ya ampun. Jadi kedatangan aku nggak diterima nih?"

Suara tawa lembut Sharon terdengar.

"Iya. Lagian mau apa lagi ke sini? Nggak bosen?" canda Sharon.

"Bosenlah," jawab Chandra membalas candaan.

"Oh gitu. Ya udah sana pulang aja." Suara dengusan terdengar setelahnya bersamaan dengan dibuangnya pandangan asal karena kesal.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDWo Geschichten leben. Entdecke jetzt