Pro-lo-gue: Elo, Gue, dan Cara Menjadi Penulis Produktif

158 50 86
                                    

Gadis itu duduk bergeming di atas kasur. Buku di pangkuannya masih bersih, menunggu kucuran ide dari otak yang kemudian seharusnya disalurkan oleh tangannya. Tapi otak dan tubuhnya pun sedang sulit diajak kompromi.

Ia ditugaskan menulis karangan pendek dengan tema yang berbeda setiap harinya. Sementara teman-temannya sudah terbang melanglang dalam dunia dan imajinasinya masing-masing, si gadis malah masih sibuk memikirkan judul.

Ia mencabut selembar tisu dari kotak kemudian menjejalkannya pada hidung yang berair. Staminanya tumbang setelah dimabuk tugas-tugas kuliah. Gadis itu mendengkus. Memangnya bisa menulis dengan kondisi seperti ini?

"Tentu saja bisa. Masih punya mata dan tangan, kan? Tidak usah banyak alasan!"

Tersentak, gadis itu menoleh kanan-kiri, depan-belakang, serong kanan-serong kiri, dan ke mana pun sendi kepalanya bisa bergerak. Tapi tidak ada siapapun selain dirinya di kamar itu. Siapa yang bicara?

"Kamu gak usah tahu siapa aku. Masih bingung soal judul? Sini aku buatin!"

Tanpa komando, tiba-tiba tangannya bergerak sendiri mengambil spidol, kemudian menuliskan huruf-huruf kapital di sampul: ENTER YOUR IDEAS HERE.

"Nah, jadi sebulan ini kamu bisa menuliskan ide-idemu di sini!"

Gadis itu memandang ragu pada judul yang ia tulis. Rasa was-was makin tumbuh di hatinya. "Tapi aku masih piyik dalam hal menulis cerita."

Suara itu menjawab lagi, "Gak usah bagus-bagus amat. Yang penting nulis. Toh penulis profesional pun gak ujug-ujug bisa nulis tanpa latihan panjang."

Ia mengerlingkan matanya malas. Motivasi itu sudah sering ia baca dan dengar di buku dan mentoring kepenulisan. "Ngomong sih gampang! Nyari idenya yang susah! Gak bisa tiba-tiba turun dari langit!"

Suara tanpa wujud itu terdengar meninggi. "Ya makannya banyak baca! Itu buku baru udah pada berdebu di lemari, belum pada dibaca semua! Katanya mau produktif nulis? Buktikan, dong!"

Merasa tertampar, gadis itu mencari pembelaan. "Jadwalku padat! Gak ada waktu buat nulis!"

Kali ini suara itu terdengar meremehkan. "Halah, dusta. Dalam sehari kamu bisa scrolling sosmed sampai 4 jam lebih! Coba kurangi interaksi dengan HP dan ganti dengan membaca buku. Dengan begitu kamu punya bahan bakar buat nulis. Lagipula tinggal kembangkan dari tema yang sudah disediakan, kan?"

Gadis itu membuka halaman pertama. Matanya langsung disambut dengan deretan tema yang belum tahu kisahnya akan ia bawa ke mana.

1 November - Lelaki 25 tahun

2 November - Gang sempit

3 November - Pemberontakan

4 November - Tidak berdaya

5 November - Perempuan 18 tahun

6 November - Hutan kota

7 November - Aqil balig

8 November - Sepi di tengah keramaian

9 November - Anak lelaki 7 tahun

10 November - Taman bermain

11 November - Kematian

12 November - Bangga memiliki sesuatu

13 November - Anak perempuan 11 tahun

14 November - Tempat asing

15 November - Cinta pertama

16 November - Emosi yang namanya tidak ada dalam kamus.

dan kuis trivia (beda part, 10 pertanyaan)

17 November - Seorang ibu

18 November - Rumah sakit

19 November - Pertemuan yang terlambat

20 November - Kecewa

21 November - Mahasiswa

22 November - Di persimpangan jalan

23 November - Percobaan pertama

24 November - Berapi-api

25 November - Tulang punggung keluarga

26 November - Masa lampau

27 November - Mengalahkan diri sendiri

28 November - Merdeka

29 November - Pasangan Kembar

30 November - Kebahagiaan meluap

Deretan kata-kata itu belum mematik ide apapun di kepalanya. Hening. Hanya terdengar suara napasnya yang keluar-masuk melalui lubang hidung yang disumbat tisu. Ia benar-benar belum terpikir akan menulis apa. Bahkan untuk tema di hari pertama.

Suara itu kembali memecah lamunannya. "Gak mau tahu. Pokoknya kamu harus SETORKAN tulisanmu padaku paling lambat jam 12 siang tiap harinya! Titik!"

"Eh, gak bisa gitu dong!"

Tapi suara itu tidak menjawab keluhannya. Ia kembali sendiri di tengah kebingungan dan gundukan sampah tisu.

Akhirnya gadis itu memutar otak sambil merebahkan diri di kasur. Seperti yang dikatakan teman-temannya di kampus, rebahan adalah cara terbaik menghilangkan rasa pusing dan tempat terbaik kedua setelah toilet untuk mendapat inspirasi tak terduga.

Tapi kerja otaknya mendadak terhenti karena interupsi dari perutnya yang kelaparan.

Gadis itu meringis. "Jadi pengen cilok..."

Enter Your Ideas Here | RAWS FestivalWhere stories live. Discover now