(Trabble) Side A: Usia Dewasa

62 28 49
                                    

Meskipun mata Ibu terpejam, aku tahu beliau tidak tertidur. Raut wajahnya damai, terlihat begitu menikmati saat aku memijat kakinya sore itu. Kaki yang terlihat semakin kurus dan rapuh dari hari ke hari.

Akhir-akhir ini Ibu sering mengeluh sakit karena sendi kakinya yang kerap kali bergeser, menyebabkan jalannya sedikit terpincang. Mengingat usia beliau yang sudah senja, terpaut empat puluh lima tahun denganku dan belasan tahun lebih tua dari Bapak.

Mata Ibu masih terpejam. Suaranya terdengar sengau seperti sedang mengigau. "Al... Ibu gak larang kalau ternyata nanti kamu dapet istri yang umurnya lebih tua dari kamu... Tapi lebih baik cari yang lebih muda..."

Oke. Sekolah pra-nikah dadakan lagi. Kalau sudah begini, aku tidak bisa mengalihkan pembicaraan. Akhirnya seperti anak baik, aku menyimak.

"...biar nanti... kalau masih muda... masih punya tenaga ngurus anak... ngurus kamu... Gak kayak Ibu... Udah tua... gampang cape..."

Kata-kata itu kembali menyulut sesuatu dalam diriku. Rasa kesal tiap kali Ibu berbicara seolah minggatnya Bapak adalah salahnya.

"Umurmu 'kan dua lima... Cukup lah, kalau dapet istri yang umur delapan belas..."

"Bajigur!"

Buru-buru kubekap mulut sendiri.

Dari mana Ibu dapat keputusan seperti itu? Sampai sudah menentukan umurnya segala. Mungkin di zamannya dulu, umur delapan belas sudah dianggap dewasa. Tapi zaman sekarang 'kan beda. Sadar atau tidak, tingkahku pun kadang-kadang masih seperti bocah.

Aku meringis. Semoga saja beliau tidak sampai mendata siapa saja anak gadis tetangga yang berumur delapan belas tahun.

Enter Your Ideas Here | RAWS FestivalWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu