Feng Ru Ai - 46

6.4K 560 4
                                    


Hari berlalu dengan begitu cepat. Hari penobatan pun akhirnya datang. Selama beberapa hari terakhir, pangeran Rong merasakan jantungnya hampir meledak saking gugupnya menyambut hari dimana ia akan menaiki kedudukan tertinggi di MingQi.

Tak ada lagi yang akan memandangnya dengan tatapan remeh dan merendah, tak ada lagi yang berani menghujat dan memakinya karena posisinya. Bahkan sekarang ia yakin, akan semakin banyak nona muda yang berambisi memiliki harta dan kekuasaan yang gencar mendekati dan menggodanya. Namun saat ini hanya ada satu nona muda yang berhasil masuk dalam pandangan pangeran Rong. Nona muda yang selalu mengusik pikiran dan ketenangannya hingga sisi liar dan kejamnya mulai nampak dipermukaan.

"Feng Ru Ai"

Pangeran Rong mengumamkan nama nona muda yang selama ini mengganggu dan mengusik ketenangannya. Mengingat bagaimana pertemuan mereka dan bagaimana putri jendral Holing itu mengacuhkan bahkan menolaknya membuat setiap darah yang mengalir dipembulu darahnya mendesir hebat.

Tak ada seorang pun nona muda yang memperlakukannya demikian. Pangeran Rong merasa marah dan merasa harga dirinya dikoyak habis oleh nona muda Feng. Pangeran Rong menyimpan amarahnya hingga amarah itu kini berubah menjadi dendam. Ia terobsesi ingin memiliki nona muda Feng bukan dalam artian suka, namun ia ingin memiliki putri jendral Holing semata - mata hanya ingin membelenggunya dalam luapan amarah dan balas dendam yang akan ia lancarkan pada putri jendral besar yang paling disegani di MingQi. Pangeran Rong akan membuat nona muda Feng menderita karena melukai harga dirinya. Dan ia rasa, semua itu akan ia lakukan secepatnya.

Pangeran Rong menyeringai kejam "Jika kekuasaan tertinggi di MingQi telah berada ditangan Beng Wang. Beng Wang tidak akan pernah melepaskanmu dengan mudah. Kau harus membayar perbuatanmu pada Beng Wang, Feng Ru Ai"

.
.
.

Disisi lain, tepatnya di pavilium Lan kediaman Feng. Ai terus saja bersin. Ia menyeka hidung mancung nan mungilnya yang nampak memerah dengan sapu tangan yang saudaranya sodorkan.

"Mei mei, apakah kau sedang sakit?" Tanya Qiang khawatir.

"Aku tidak sedang sakit gege" jawab Ai

"Lantas mengapa kau terus saja bersin? Mungkinkah ini pertanda bahwa kau akan terserang flu atau demam?" Tanya Qiang

"Mungkin saja" balas Ai.

Atau mungkin ada hal lain?

Ai memikirkan dengan keras opsi yang kedua. Biasanya ia akan bersin jika seseorang tengah menyebut namanya. Namun jika ia pikirkan, ia rasa tak memiliki urusan atau masalah dengan seseorang. Masalah antara dirinya dengan putri para pejabat pemerintahan bahkan telah usai. Walaupun saat itu Ayahnya mempersulit mereka, namun dibalik sikapnya itu, Ayahnya hanya ingin memberi para pejabat efek jera atas perbuatan baik putra, putri atau mereka pribadi.

"Mei mei ada apa?" Tanya Qiang yang sedari tadi mengamati gerak gerik saudarinya.

Ai tersentak dari pikirannya, ia lantas mendongak dan menatap Qiang yang ternyata tengah menatapnya dengan tatapan aneh dan juga bingung

"Ti - tidak ada"

Mendengar jawaban Ai yang terbata, Qiang lantas memincingkan matanya curiga "Mei mei.. baik ayah, ibu ataupun gege tidak pernah mengajarimu berbohong. Katakan, apa yang sedang kau pikirkan?" Desak Qiang

Ai mendengus. Apakah raut wajahnya sangat mudah ditebak? Mengapa gegenya seakan mengetahui bahwa ia sedang berbohong saat ini.

"Aku tidak berbohong gege, aku hanya memikirkan hal apa saja yang akan aku lakukan setelah seminggu lebih terkurung dikediaman" kilah Ai

Qiang menatap Ai cukup lama. Ia berusaha mencari kebohongan dari perkataan adiknya lewat pancaran matanya. Sayang Qiang tak menemukan apapun. Alhasil ia percaya saja dengan apa yang adiknya katakan. Terlebih lagi memang selama seminggu lebih adiknya terus berada dirumah. Wajar saja jika ia memikirkan hal apa yang akan ia lakukan jika keluar dari kediaman setelah lama terkurung dikediaman dengan pengawasan yang ketat.

"Gege kapan kita berangkat?" Tanya Ai yang menyentak Qiang dari lamunannya.

"A-h, oh kita berangkat setelah ayah dan ibu selesai bersiap" jawab Qiang terbata

"Apakah mei mei sebegitu tidak sabaran ingin keluar dari rumah?" Tanya Qiang yang langsung diangguki Ai

"Tentu saja. Aku sangat tidak sabaran keluar dari rumah. Gege pasti tau sendiri. Betapa aku sangat bosan terus berada dirumah" jawab Ai yang di angguki Qiang

Qiang jelas tau betapa bosannya saudarinya terus berada dikediaman selama masalah antara Ai dan putri para pejabat pemerintahan yang berlangsung sangat panjang. Qiang jelas merupakan salah satu saksi yang menyaksikan bagaimana Ai merengek pada Ayah ataupun dirinya.

"Pastikan kau tak berkeliaran sendirian seperti beberapa bulan yang lalu mei mei!" Kata Qiang memperingati

"Gege seharusnya tidak memperingatiku. Bukankah setelah kejadian beberapa bulan yang lalu itu membuat Ayah ataupun gege mulai menambah pengawasan terhadapku? Lantas bagaimana aku bisa berkeliaran jika pegawalan terhadapku diperketat?" Tanya Ai dengan nada sindiran yang membuat Qiang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Semua itu demi kebaikanmu"

"Terserah gege mau memberi alasan penjagaan ketat terhadapku dengan sebutan apa. Aku tidak akan peduli!"

.
.
.
.
.

TBC

Written on Des 1th, 2019

My Destiny : Feng Ru Ai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang