PP-03

11.1K 424 3
                                    

*****

Nadira mendesah panjang, mengahadapi makanan yang tersaji di atas meja. Seorang wanita paruh baya datang dan mengaku bernama Narti, dia adalah tukang masak yang biasa menyiapkan makanan di apartemen Rillian. Hanya saja, beberapa hari lalu wanita itu pulang kampung karena harus mengurus suaminya yang sedang sakit.

"Kenapa tidak di makan, Nyonya?"

Nadira kembali mendesah, jengah dengan sebutan itu, "bisa panggil Dira aja, mbok?"

Mbok Narti cuma tersenyum. Tidak menanggapi permintaan nyonya barunya. Dia sangat senang. Selama dia bekerja dengan Rillian, pria itu hampir tidak pernah terlibat. Dia cuma akan memasak tanpa tidak ada kepastian, apakah masakan itu akan di makan Rillian atau tidak...

"Oh, mbok asalnya dari mana?" Celetuk Nadira sambil melahap perkedel kentang yang sejak tadi mencuri perhatiannya.

"Jepara, Nya..." Sahut mbok Narti.

Nadira menatap wanita itu dengan sorot tidak suka. Dia kesal di panggil seperti itu. Tapi dia juga sadar, sepertinya mbok Narti tidak akan menurutinya.

"Kalau begitu saya..."

"Eh? Mbok tidak makan? Memangnya mbok pikir aku bisa ngabisin semua ini?" Sergah Nadira.

Mbok Narti mengerjap, menatap gadis itu dengan raut terkejut.

Nadira mendesah, "ayolah, temani aku makan. Di tempat ini aku nyaris mati kebosanan karena tidak ada teman," katanya.

Mbok Narti menggeleng, gugup. Selama ini dia tidak pernah di ajak makan bersama majikannya. Tidak sopan, itu yang di katakan ibunya yang dulu juga seorang asisten rumah tangga.

"Tidak usah, Nya...saya biasa makan di..."

"Mbok beneran tidak mau nih?" Nadira cemberut.

Mbok Narti jadi serba salah. Di satu sisi, dia masih teringat nasihat almarhumah ibunya. Tapi di sisi lain, dia juga merasa bersalah karena tidak menuruti permintaan majikan barunya yang terlihat benar-benar kesepian itu.

"Ayolah...mbok..." Nadira terus membujuk.

Akhirnya mbok Narti mengalah. Tidak tega juga jika terus menolak. Apalagi Nadira sudah membujuk dengan wajah memelas itu.

"Baiklah, Nya.. rasanya sungguh aneh. Duh Gusti, ampuni hamba..." Gumam mbok Narti, duduk di kursi ujung dengan tubuh bergetar hebat.

Nadira terkekeh geli melihat reaksi wanita tua itu. Baginya sudah biasa, waktu di rumah dulu, jika dia makan sendirian, dia akan mengajak Mbak Parni --ART di rumahnya-- untuk menemaninya makan. Jika ada seluruh keluarga, barulah tidak. Karena Harry dan Tasya tidak akan mengijinkan itu. Nadira meringis ketika mengingat kedua orangtuanya.

"Ayo mbok di makan semuanya, jangan ada sisa. Biarkan saja Rillian gak kebagian," ujar Nadira.

Mbok Narti cuma tersenyum gugup.

*****

Harry berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya. Dia baru mendapat laporan dari orang suruhannya tentang keberadaan Nadilla, anak nakal itu. Lokasi sudah didapat. Hanya saja dia mendadak ragu. Apakah sebaiknya membawa anak itu kembali dengan paksa atau membiarkannya saja? Jujur, anak yang kabur dari rumah merupakan suatu aib bagi keluarganya sejak dulu. Dengan tindakan Nadilla yang tidak bertanggungjawab itu, otomatis membuat gadis itu keluar dari anggota keluarga Aurelie.

Apalagi kabur dengan anak ingusan tidak jelas itu! Pikir Harry marah. Dia selalu marah dan tidak akan pernah suka pada pemuda yang seenaknya membawa Nadilla kabur. Memiliki reputasi jelek, keluarga tidak jelas dan masa depan suram. Jelas sangat berbeda dengan menantu pilihannya, Rillian Xander Irawan. Bagai langit dan bumi.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang