PP-21

7.9K 291 5
                                    

*****

Tasya meletakkan gelas jusnya di atas meja dan menatap Nadira yang tengah menyantap steak pesanannya. Sekarang pasangan ibu anak itu tengah menikmati makan siang di restoran langganan mereka. Nadira tidak mengeluh dengan ajakan Tasya meskipun penuh paksaan. Dia sudah jenuh selalu di dalam apartemen dan tidak memiliki kegiatan lain selain menunggu suami pulang. Membosankan.

"Kamu masih tidur terpisah dengan Rillian, Dira?" Tembak Tasya membuat gerakan tangan Nadira terhenti dan menatapnya. Tasya mendesah panjang, "Mama bisa mengerti. Tapi apa kamu tidak mau mencoba? Maksud Mama, kalian menikah. Mau sampai kapan kalian seperti itu?" Desaknya.

Nafsu makan Nadira lenyap seketika. Sekarang dia menyesal memenuhi ajakan ibunya makan bersama. Dia tidak pernah curiga akan mendapat interogasi semacam ini. Lagi-lagi tentang Rillian! Dia bosan!

"Memang apa yang kalian rencanakan? Jangan bilang kalian memiliki rencana untuk bercerai di waktu tertentu," tandas Tasya tajam.

Nadira masih tidak menjawab. Sebenarnya dia sempat memikirkan hal itu. Toh pernikahan yang dia jalani sudah tidak sehat sejak awal. Untuk apa di pertahankan? Tapi, memang baik dia maupun Rillian tidak pernah mengungkit hal itu.

Tasya menghela nafas panjang, "Dira, Mama tahu pernikahan ini tidak kamu inginkan. Tapi, Mama juga tahu kalau dia adalah yang terbaik untuk menjadi suamimu," katanya dengan nada yang jauh lebih lembut.

"Suami Kak Dilla maksud Mama," sahut Nadira tanpa sadar.

Tasya terdiam. Menyadari kebenaran ucapan putri bungsunya itu.

"Benar kan? Karena sejak awal, kalian mau menjodohkan pria itu dengan Kak Dilla agar dia berpisah dari Dirly," lanjut Nadira.

Tasya menggenggam tangan Nadira erat, "Sayang, maafkan kami. Kamu tentu tahu kalau kami, Papa dan Mama, sejak awal tidak pernah setuju dengan pria pilihan kakakmu itu. Pria itu tidak baik."

Nadira kesal. Mamanya baru saja mengatakan jika Dirly bukan orang baik. Padahal, Nadira tahu, Dirly adalah pria dengan kepribadian yang sangat baik. Orang tuanya tidak menyukai pria itu hanya karena asal-usulnya yang tidak jelas! Itu sudah menjadi rahasia umum di dalam keluarga Aurelie.

"Mama tidak tahu apa-apa," bisik Nadira.

Tasya menggeleng, "kamu dan kakakmu yang tidak tahu apa-apa. Kalian tunggu saja, suatu hari nanti, kalian akan tahu, sebaik apa pria itu," sungutnya.

Nadira tidak mau menjawab. Lelah jika harus berdebat berkepanjangan dengan wanita yang sudah melahirkannya itu. Tasya memang tidak pernah mau mengalah.

Tasya mendesah lega karena Nadira sudah tidak membantah masalah Dirly lagi.

Tasya tersenyum, "usahakan untuk berdamai dengan Rillian. Dia orang baik, Sayang."

Nadira mendengus. Rillian, orang baik?! Kalau begitu aku lebih memilih percaya pada teori bumi itu datar! Pikirnya marah.

*****

Nadilla menatap Dirly dengan cemas. Pria itu baru saja pulang dari rumah sakit tapi malah memaksa pergi bekerja.

"Yakin baik-baik saja?" Bisik Dilla cemas.

Dirly tersenyum dan mengacak-acak rambut istrinya itu, "aku sangat baik. Kamu tidak usah cemas," katanya sambil memakai helm kuning yang tergeletak di teras.

Dilla mengikuti Dirly hingga keluar kontrakan. Hari masih pagi buta. Tapi Dirly tetap pergi dan berkata jika dia tidak boleh terlambat datang setelah dua hari absen karena harus menginap di rumah sakit. Dilla berharap suaminya itu baik-baik saja.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang