PP-13

8.4K 308 14
                                    

*****

Mendesah panjang, Dirly menatap hampa pada gadis yang duduk di depannya. Sudah sangat lama mereka tidak bertemu. Masalalu yang ingin di lupakannya. Dia benar-benar tidak menyangka jika Tuhan masih mempertemukan mereka saat ini.

Entah Dirly harus merasa senang atau sebaliknya atas pertemuan ini. Senyuman gadis itu bahkan tidak bisa memancing senyumnya.

"Selama beberapa waktu ini aku sibuk nyari di mana kamu. Kamu tahu? Aku bahkan tanya ke Gian, tapi dia bilang sudah lama kalian lostcontact."

Dirly tidak menjawab. Mendengarkan segala jenis keluhan yang di sampaikan gadis di depannya dengan hampa. Dia bahkan tidak ingat mengenal seseorang bernama Gian. Masalalu, benar-benar ingin dia lupakan. Gian adalah bagian dari masalalu itu. Termasuk gadis ini.

Tiara.

Banyak cerita yang mereka ukir ketika masih remaja. Kebersamaan. Kesetiaan. Semuanya. Tapi...cerita tidak sesederhana itu. Tiara mencintai Dirly, gadis itu yang mengatakannya langsung. Mereka berpacaran. Iya, Tiara adalah pacar pertama Dirly. Cinta monyet, cinta pertama, terserah apapun itu sebutannya.

Tapi hubungan mereka tidak berakhir baik karena seseorang bernama Gian.

Dirly pun menyingkir dan berhenti dari drama hidupnya. Memulai semuanya dari nol lagi. Menata hatinya agar menjadi lebih kuat. Saat itulah dia bertemu dengan Dilla. Gadis itu menawarkan sebuah cinta...

"Hei, kok kamu bengong dari tadi? Mikirin apa?" Cetus Tiara.

Dirly berusaha tersenyum, nyatanya tidak mudah. Cerita mereka tidak indah, susah bagi Dirly untuk menghapus semua cerita itu hingga membuatnya kesulitan menentukan sikap pada Tiara saat ini.

Apalagi Tiara muncul dengan sangat tiba-tiba.

"Kamu kemana aja sih sebenarnya, Dirly?"

Dirly menggeleng, "hidup itu harus dinamis, kan?" Dia balik tanya.

Tiara tersenyum. Senyumnya selalu menawan. Selalu cantik. Dirly masih ingat dia pernah suka sekali pada senyum itu, hingga rela menjadi bodoh demi melihat senyuman itu.

Tapi itu dulu....sebelum ada Dilla.

Dilla...pikir Dirly merasa bersalah.

Tiara berdehem, "jadi, aku harap kamu tidak melupakanku."

Mana mungkin aku melupakanmu? Meskpun aku berusaha dengan keras, nyatanya kamu memang susah di lupakan, Dirly membatin.

Tiara mengangguk, "aku mengerti, pasti kamu kaget. Ada banyak hal yang terjadi di masalalu. Mungkin juga ada kesalahpahaman, aku ingin meluruskan beberapa hal. Kalau kamu ada waktu. Kamu mau kan, Dirly?" Penuh rayu yang biasanya tidak bisa di tolak Dirly.

Dirly diam. Tidak tahu harus mengatakan apa.

"Ini nomorku, tolong telpon aku kalau kamu masih mau mendengarkan semuanya," Tiara memberikan sebuah kartu nama, meletakkan benda itu di meja.

Dirly cuma memandangi si kartu tanpa memungutnya.

Tiara berdiri, dia merasa sedikit kecewa dengan reaksi Dirly. Tapi dia mencoba sabar dan mengerti, "kalau begitu, aku pergi. Sampai jumpa lagi, aku harap."

Dirly membiarkan Tiara pergi. Seperti hari itu...

"Maafkan aku..."

*****

Nadira menggeleng kencang, "aku tidak mau datang," tukasnya, ketus.

Rillian mendelik, "seluruh negeri tahu kalau kamu itu istriku. Kamu pikir apa yang akan mereka pikirkan jika kamu tidak datang?" Sungutnya.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang