PP-37

6.2K 247 7
                                    

*****

Nadilla menatap ke arah Dirly dengan ekspresi terluka. Saat ini Dirly tengah asik bercanda dengan Tiara, mantan pacarnya itu. Yang seenaknya datang di hari minggu dengan membawa oleh-oleh makanan favorit Dirly. Dan yang lebih menyedihkan lagi, Dirly menerima kehadiran gadis itu tanpa mempertimbangkan perasaan Nadilla sedikitpun.

Nadilla tidak kuat. Namun dia juga ingin bertahan. Entah sampai kapan. Katakan Nadilla masokis, dia tidak peduli. Dia cuma mencintai Dirly, suaminya. Meskipun saat ini cinta Dirly patut di pertanyakan.

"...kamu selalu menolak tiap aku ajak ke rumah," keluh Tiara dengan manjanya. Sama sekali tidak menganggap keberadaan Nadilla di ruangan yang sama.

Dirly tersenyum manis, "aku segan, kamu kan tahu papamu seperti apa."

Tiara mendesah dramatis, "tapi kamu juga tahu kalau papa udah berubah, Dirly."

Dirly cuma tersenyum, tanpa mengatakan apapun. Dia sama seperti Tiara yang tidak mengacuhkan keberadaan Nadilla di sana. Yang dengan sekuat tenaga menekan perasaan sakitnya.

Kedua orang itu masih terus bertukar cerita hingga hari menjelang sore dan Tiara pamit. Sengaja tidak mengajak Nadilla bicara sedikitpun.

"Dirly..." Panggil Nadilla begitu Dirly menutup pintu setelah kepergian Tiara.

Dirly menatapnya dengan raut wajah datar. "Apa?"

Nadilla berdiri, mencoba meraih tangan sang suami. Namun Dirly menyembunyikan tangan itu ke dalam saku. Enggan. Nadilla merasa kembali di tolak.

"Apa...kamu masih memiliki perasaan padanya?"

"Tiara maksudmu?"

Nadilla mengangguk, berharap namun tegang. Bagaimana kalau jawaban Dirly menyakitinya? Tapi dia juga harus mencari tahu.

"Aku tidak yakin. Terserah apa penilaianmu saja," ujar Dirly tak acuh. Sama sekali tidak berniat menyangkal.

Nadilla mengangguk paham. Bukankah ini artinya dia yang harus mundur? Setelah semua yang dia lakukan, setelah semua yang mereka lalui, sakit susah bersama. Kini Dirly dengan teganya mengkhianatinya.

"Apakah ini berarti dugaanku benar? Bahwa kamu tidak mencintaiku lagi?" Bisik Nadilla.

Dirly menatap cukup lama, seolah mempertimbangkan jawaban macam apa yang bisa dia beri untuk Nadilla.

"Kamu percaya kalau aku bilang masih mencintaimu?" Tanya Dirly.

Nadilla bergeming. Andai saja sikap Dirly tidak berubah sedrastis ini. Andai saja jika Dirly memiliki alasan masuk akal untuk semua sikapnya ini. Andai saja dan masih banyak jenis andai yang ada di kepala Nadilla.

"Jika kamu tidak percaya, apa menurutmu aku memiliki kuasa untuk membuatmu percaya padaku?" Tanya Dirly lagi.

"Kalau begitu yakinkan aku!" Seru Nadilla.

Dirly menggeleng lemah, "sekalipun aku katakan, kamu tidak akan mengerti. Karena apa? Karena kamu sudah memiliki prasangka."

Nadilla tergugu. Kenapa sih Dirly bukan pria yang dengan mudahnya bercerita? Harus berapa banyak rahasia yang di simpan pria itu sendiri? Harus sampai kapan Nadilla cuma bisa menerka?

"Aku keluar sebentar. Istirahatlah, kamu terlihat pucat. Dan tidak usah menungguku pulang," kata Dirly sebelum meninggalkan istrinya.

*****

Rillian berdecak dan melemparkan sebuah pulpen yang sukses mendarat di kepala Evan yang sejak tadi mondar-mandir di depannya.

"Apaan sih?!" Protes Evan, mengusap kepalanya yang terkena lemparan.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang